Data dan Desa: Studi Kegagalan Data Driven Policymaking dalam GDSC di Bojonegoro 2014-2018
ADDIEN PARAMITA D N, Dr. Amalinda Savirani, M.A.
2019 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHANStudi ini bertujuan menganalisis kegagalan Gerakan Desa Sehat dan Cerdas (GDSC) dalam menerapkan data driven policymaking. Melalui GDSC, Pemerintah Kabupaten sekaligus pemerintah desa di Bojonegoro didorong mengacu pada data GDSC dalam menentukan kebijakan pembangunan desa agar tercipta sinergitas pembangunan antarinstansi. Nyatanya, tidak terjadi penggunaan data GDSC yang mengindikasikan kegagalan data driven policymaking dalam GDSC. Kasus ini menambah deretan kegagalan pemerintah dalam menerapkan data driven policymaking yang telah dibahas studi-studi serupa. Bedanya dengan studi serupa, studi ini tidak hanya menjelaskan kegagalan data driven policymaking dari perspektif teknis pembuatan kebijakan, tetapi juga menempatkannya sebagai arena beroperasinya kekuasaan. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah (1) Bagaimana penerapan data driven policymaking dalam GDSC di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2014 hingga 2018? dan (2) Bagaimana kekuasaan beroperasi dalam penerapan GDSC di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2014 hingga 2018? Data driven policymaking adalah pendekatan yang menekankan pentingnya mengacu pada fakta empiris yang digambarkan data dalam pembuatan kebijakan. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, dokumentasi, serta wawancara. Temuan penelitian mengonfirmasi bahwa ada kegagalan pemanfaatan data GDSC dalam pembuatan kebijakan pembangunan di desa. Kegagalan ini terjadi di saat pelaksanaan GDSC secara umum telah berjalan sesuai rancangan pelaksanaan yang dibuat berdasarnkan kunci data driven policymaking. Secara teknis, mekanisme penilaian kinerja instansi berdasar indikator GDSC dapat mengikat pelaksana agar tak bisa menghindar dari pelaksanaan GDSC. Di saat bersamaan, pelaksana tidak dapat memanfaatkan data GDSC karena terkendala disebabkan masalah teknis. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) pun secara tidak langsung menghalangi penggunaan data GDSC. SPPN membentuk logika perangkat daerah Pemkab agar bekerja menyukseskan kebijakan pembangunan pemerintah pusat, bukan menjalankan pembangunan di daerah mengacu pada data tentang kondisi di desa. Meski begitu, perangkat daerah dan pemerintah desa tetaplah satuan yang bekerja di bawah kewenangan Bupati sehingga tidak bisa menolak patuh pada Suyoto sebagai Bupati. Pelaksana GDSC tetap memenuhi tanggungjawab pelaksanaan GDSC, tetapi pada akhirnya tidak menjalankan pembangunan di desa dengan mengacu pada data GDSC. Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan data dalam proses pembuatan kebijakan di institusi pemerintah tidak menentukan proses yang lebih rasional. Bagaimanapun pembuatan kebijakan adalah arena beroperasinya kekuasaan. Data tak bisa sepenuhnya mendikte bagaimana kekuasaan beroperasi dalam pembuatan kebijakan. Sebaliknya, kekuasaan lah yang menentukan penggunaan data dalam pembuatan kebijakan.
This study is analyzing Health and Smart Village Movement (Gerakan Desa Sehat dan Cerdas; hereafter GDSC) on its attempt to implementing data driven policymaking. Through GDSC, Bojonegoro regency government alongside with 430 village government in Bojonegoro are bound to make policy decisions on village development based on GDSC data. In fact, the data was never utilized on the policymaking process so it can be considered that GDSC is failed on its attempt implementing data driven policymaking. This case is adding another government failure on data driven policymaking which was already explained by existing studies on this topic. To give different perspective, this study going to consider the context in which power operate in data driven policymaking. Research questions are (1) how does data driven policymaking implemented in GDSC on Bojonegoro regency 2014-2018? (2) how does the power operating through GDSC implementation in Bojonegoro regency 2014-2018? Data driven policymaking is an approach that emphasize the importance of referenced to empirical fact drawn by data on policymaking process. This study utilized qualitative method by collecting data through desk research and direct interview. According to research findings, it is confirmed that GDSC fail at implementing data driven policymaking because there is no data utilization on making the village development policy. This failure happen even when the implementation seems working perfectly according to the plan which was made based on data driven policymaking key features. This paradoksal fact is explained by technical perspective as well as political perspective. Technically, assessment towards institution based on GDSC indicators are bind them from avoiding GDSC implementation. But at the same time, GDSC implementer are experiencing data driven policymaking technical obstacles so they could not use the data contrary to what has been planned through GDSC procedure. National Development Planning System (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional) also hinder the utilization of GDSC data. It engaged Bojonegoro regency government to work according to the national development plan, not according to village condition drawn by data. However, Bojonegoro regency government and village government are also work under the authority of Suyoto as the Regent of Bojonegoro (Bupati) so they could not refuse to avoid GDSC as Suyoto program. They eventually keep working on GDSC according to the plan despite the technical obstacles, but at the same time, they eventually choose to not utilized GDSC data on policymaking. This lead to the conclusion that utilization of data will not define a more rational policymaking process. Power play an important role on policymaking process and data still could not replace it's role even the policymaking rules are changed to accommodate data.
Kata Kunci : data driven policymaking, pembuatan kebijakan, pembangunan desa