PATRONASE DAN KLIENTELISME: STRATEGI PENGGUNAAN JARINGAN BOTOH DALAM KEMENANGAN SYAHRI MULYO PADA PILKADA KABUPATEN TULUNGAGUNG 2018
RIO PERDANA SAPUTRA, Dr. rer. pol. Mada Sukmajati, S.I.P, M.P.P.
2019 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHANStudi ini hendak mengungkap strategi yang digunakan oleh kandidat di balik fenomena kemenangan Syahri Mulyo, bupati petahana berstatus tersangka tindak pidana korupsi (tipikor) pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Tulungagung. Signifikansi dari studi ini adalah fakta bahwa Syahri Mulyo merupakan satu-satunya bupati petahana berstatus tersangka tipikor yang kembali terpilih di antara delapan nama calon kepala daerah lain yang juga berstatus tersangka tipikor dan ikut berpartisipasi dalam pilkada serentak 2018. Selain itu, pencalonan Syahri Mulyo sebagai kepala daerah juga sempat mengalami penolakan dari ribuan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang notabene merupakan partai pengusung utama. Sehingga hal ini berdampak pada strategi yang dipilih oleh Syahri Mulyo untuk memenangkan pertarungan pilkada tanpa melalui mesin partai politik. Untuk menjelaskannya, peneliti menggunakan teori patronase dan klientelisme dari Aspinall dan Sukmajati (2015). Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menjelaskan fenomena dalam studi ini. Studi kasus lebih memungkinkan penelitian secara mendalam untuk menjelaskan fenomena bupati petahana berstatus tahanan tipikor, karena memiliki waktu dan lokasi yang khas. Sebagai data primer, informan penelitian ini meliputi ketua partai politik (parpol) pengusung petahana, anggota tim sukses petahana, keluarga kandidat petahana, kandidat penantang petahana, ketua parpol pengusung kanddidat penantang, anggota tim sukses kandidat penantang. Data sekunder seperti dokumentasi tertulis dimanfaatkan peneliti untuk mengisi celah informasi yang luput dari perhatian ketika proses wawancara mendalam dan observasi. Temuan menunjukkan bahwa petahana menggunakan jaringan klientelisme yang dalam studi ini disebut dengan botoh yang kemudian digunakan sebagai strategi utama untuk memenangkan Pilkada Kabupaten Tulungagung 2018. Jaringan botoh memiliki dua peran utama. Pertama, sebagai aktor propaganda untuk mempengaruhi pilihan politik masyarakat. Kedua, sebagai orang lapangan yang bertugas untuk melakukan pembelian suara kepada calon pemilih. Namun, dua hal tersebut bukan menjadi satu-satunya faktor yang dapat menjelaskan fenomena dalam studi ini. Faktor kedekatan emosional dan juga kinerja Syahri Mulyo juga menjadi faktor pendukung dari keberhasilan jaringan botoh untuk menjalankan tugasnya.
This study intends to uncover the strategies used by the candidate behind the phenomenon of the victory of Syahri Mulyo, the incumbent regent with the status of a corruption suspect in the Tulungagung District head election. The significance of this study is the fact that Syahri Mulyo is the only incumbent regent with the status of a corruption suspect who was re-elected among eight other regional head candidates who were also suspects of corruption and participated in the 2018 elections simultaneously. In addition, Syahri Mulyo's nomination as head of the district regions also experienced rejection from thousands of cadres of the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) who incidentally were the main supporting parties. So, this has an impact on the strategy chosen by Syahri Mulyo to win the election battle without going through a political party machine. To explain it, researchers used the theory of patronage and clientelism from Aspinall and Sukmajati (2015). Researchers used a qualitative method with a case study approach to explain the phenomena in this study. Case studies further enable in-depth research to explain the phenomenon of regent incumbent as a suspect of corruption, because he has a unique time and location. As primary data, informants of this research include the head of the incumbent political party supporters, members of the incumbent success team, incumbent challenger candidates, incumbent candidate families, head of political parties supporting challenger candidates, challenger candidate success team members. Secondary data such as written documentation is used by researchers to fill information gaps that escape attention during the process of in-depth interviews and observation. The findings show that incumbent uses the clientelism network which in this study is called botoh which is then used as the main strategy to win the 2018 Tulungagung District Election. Botoh network has two main roles. Firstly, as a propaganda actor to influence people's political choices. Secondly, as a field person whose job is to make a vote purchase to prospective voters. However, these two things are not the only factors that can explain the phenomena in this study. The emotional closeness and also the performance of Syahri Mulyo were also supporting factors for the success of the botoh network to carry out their duties.
Kata Kunci : botoh, klientelisme, patronase, petahana, pilkada, strategi, tim sukses