DESAIN ULANG RANTAI PASOK SAYUR MENGGUNAKAN DISRUPTION RISK MANAGEMENT
MELINDA SUGIANA D, Dr. Ir. Adi Djoko Guritno, MSIE; Dr. Hery Yuliando, STP., MM., M.Agr
2019 | Tesis | MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANKonsumsi sayur mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir, hal tersebut akan menyebabkan meningkatknya permintaan. Keadaan surplus dan shortage pada komoditas sayur menyebabkan timbulnya beberapa risiko yang dapat menurunkan pendapatan. Selain itu, pelaku rantai pasok saat ini banyak mengalami ketidakadilan distribusi pendapatan. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan sistem rantai pasok dan melakukan analisis struktur biaya logistik, melakukan identifikasi risiko dan menyusun mitigasinya, melakukan analisis disruption dan menyusun contingency plan, serta melakukan desain ulang rantai pasok berdasarkan beberapa analisis diatas. Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah convenience dan snowball sampling, dimana metode Activity Based Costing digunakan untuk analisis biaya, metode Rapid Agricultural Risk Assessment (RapAgRisk) digunakan analisis risiko, kemudian risiko yang paling rentan dikelola kembali dengan manajemen disruption, sehingga proses yang terjadi berupa kombinasi pengelolaan pre disruption (manajemen risiko) dan post disruption management atau dapat disebut sebagai framework integrasi untuk mengelola risiko gangguan dalam rantai pasok. Hasil dari penelitian ini adalah sistem rantai pasok komoditas sayur terdiri dari 5 tier, dimana pelaku utamanya adalah petani, kelompok tani, pengepul, pedagang besar, dan pedagang kecil. Berdasarkan dari perhitungan biaya logistik didapatkan total biaya logistik sebesar Rp 7.705,88/kg dimana 65,8% nya merupakan biaya yang berasal dari aktivitas material handling dan 34,2% lainnya adalah biaya dari aktivitas procurement, transportasi, inventory, maintenance, dan informasi. Pada sistem rantai pasok sayur, teridentifikasi terdapat 39 risiko yitu risiko cuaca, risiko bencana alam, risiko biologis dan lingkungan, risiko pasar, serta risiko manajemen operasional. Dimana 13 risiko memiliki kerentanan yang tinggi. Mitigasi risiko yang dapat dilakukan adalah menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) pada sistem budidaya, melakukan update harga di pasar, memanfaatkan skema pinjaman KUR atau UMI, penyusunan SOP pada penanganan bahan di tingkat pengepul, dan perbaikan kemasan transportasi. Gangguan rantai pasok dapat diidentifikasi berdasarkan risiko yang memiliki kerentanan tinggi yaitu pada tier petani, pengepul, dan pedagang. Strategi yang dapat diterapkan untuk desain ulang sistem rantai pasok sayur adalah pemanfaatan lembaga keuangan (bank dan non-bank) dan prioritas kedua adalah penerapan konsep Collaborative Planning Forecasting and Replenshment (CPFR) dalam sistem rantai pasok.
Vegetable consumption has increased over the past five years, this will lead to increased demand. The situation of surpluses and shortages in vegetable commodities causes a number of risks that can reduce income. In addition, current supply chain actors experience inequity in income distribution. The purpose of this study is to describe the supply chain system and analyze the logistics cost structure, identify risks and prepare mitigation, conduct disruption analysis and prepare contingency plans, and redesign the supply chain based on several analyzes above. Data collection methods used in this study are convenience and snowball sampling, where the Activity Based Costing method is used for cost analysis, the Rapid Agricultural Risk Assessment (RapAgRisk) method is used for risk analysis, then the most vulnerable risks are managed with disruption management, so that the process occurs in the form of a combination of pre disruption management (risk management) and post disruption management or can be referred to as an integration framework to manage the risk of disruption in the supply chain. The results of this study are vegetable commodity supply chain systems consisting of 5 tiers, where the main actors are farmers, group of farmer, collectors, wholesalers, and small traders. Based on the calculation of logistics costs, the total logistical costs are Rp. 7,705.88 / kg, which 65.8% is derived from material handling activities and another 34.2% is the costs of procurement, transportation, inventory, maintenance, and information activities. In the vegetable supply chain system, there are 39 identified risks namely weather risk, natural disaster risk, biological and environmental risk, market risk, and operational management risk. Where 13 risks have high vulnerability. Risk mitigation that can be done is applying Good Agricultural Practices (GAP) to the cultivation system, updating prices in the market, utilizing KUR or UMI loan schemes, preparing SOP on handling of materials at the collector level, and improving transportation packaging. Supply chain disruptions can be identified based on the risks that have high vulnerability, namely in the tier of farmers, collectors, and traders. The strategy that can be applied to redesign the vegetable supply chain system is the utilization of financial institutions (banks and non-banks) and the second priority is the application of the concept of Collaborative Planning Forecasting and Replenshment (CPFR) in the supply chain system.
Kata Kunci : disruption, logistik, rantai pasok, risiko, sayur