REKONSEPTUALISASI DAN KONTEKSTUALISASI ASAS EGALITER DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA

DESTRI BUDI NUGRAHENI, Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M. H; Prof. Dr. Ismijati Jenie, S.H., C.N

2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUM

Keberadaan dan rumusan asas egaliter dalam Buku II MA, merupakan latar belakang dilaksanakannya penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah: pertama untuk menganalisis makna dan hakikat asas egaliter dalam hukum kewarisan Islam di Indonesia, kedua, untuk menganalisis implementasi asas egaliter dalam putusan pengadilan dan rekonseptualisasi rumusannya, serta ketiga untuk menganalisis kontekstualisasi asas egaliter bagi penerima wasiat wajibah di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang didukung dengan data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan para narasumber, sedangkan data sekunder adalah seluruh bahan hukum yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. Data selanjutnya diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan beberapa pendekatan dan teori, untuk selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan metode induktif dan deduktif. Hasil dari penelitian ini adalah pertama, asas egaliter memiliki makna pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris yang berhak mewaris namun beragama selain Islam, sehingga hakikatnya terdapat kesetaraan antara kerabat yang beragama selain Islam dengan ahli waris yang berhak mewaris dalam memperoleh harta peninggalan pewaris. Kedua, asas egaliter telah dikonkretisasi baik berupa putusan maupun penetapan hakim dalam perkara waris Islam, yang menunjukkan bahwa tidak semua kerabat yang berbeda agama mendapatkan wasiat wajibah sebagaimana pendapat Ibnu Hazm, serta batasan jumlah wasiat wajibah, yang tidak hanya mendasarkan pada ketentuan maksimal wasiat, namun juga melihat pada bagian kerabat beda agama apabila ia menjadi ahli waris. Rumusan asas egaliter di rekonseptualisasi menjadi Pewaris dapat memberikan wasiat kepada kerabat yang berbeda agama. Apabila pewaris tidak memberikan wasiat, maka Pengadilan Agama secara ex officio dapat memberikan wasiat wajibah maksimal 1/3 bagian serta tidak melebihi bagian warisnya apabila beragama Islam. Ketiga, kontekstualisasi asas egaliter terhadap penerima wasiat wajibah yang lain adalah bahwa hanya anak angkat atau orang tua angkat yang beragama selain Islam saja, yang dimungkinkan menerima wasiat wajibah berdasarkan asas egaliter, dengan syarat tidak terhalang oleh ahli waris langsung.

The existence and formulation of egalitarian principles in Book II, MA, is the background of this research. The purpose of this research is: first to analyze the meaning and nature of the egalitarian principle in Islamic hereditary law in Indonesia, second, to analyze the implementation of the principle of egalitarian in the court ruling and the reconceptualization of its formulation, and third to analyze the contextualization egalitarian principles for the obligatory bequest in Indonesia. This research is a normative law research that is supported by primary data. The primary data obtained through interviews with the speakers, while secondary data is the entire substance-related legal problems in the research. Data is then processed and analyzed qualitatively by using several approaches and theories, for further concluding with inductive and deductive methods. Results from this research is the first, the principle of egalitarian has meaning of the the obligatory bequest for the rightful heir to inherit for non Islamic religion , so essentially there is no equality between non Islamic relatives with the rightful heir to inherit the inherit the heir'assets. Second, the principle of egalitarian is concretized either in the decision or determination of the judge in the case of Islamic hereditary, which indicates that not all relatives of different religions is permitted to have the obligatory bequest as the opinion of Ibn Hazm, and limit if the obligatory bequest, which is not only based on the provisions of a maximum of wills, but also look at the different religions relatives portion if he become heir. The formulation of the principle of egalitarian of reconceptualization provide opportunity for heir to give testament to the relatives of different religions. If the testator do not have a will, the court of religion by ex officio can provide maximum of the obligatory bequest of 1/3 and shall not exceed moslem heir portion . Third, the other egalitarian principle of contextualization for the obligatory bequest heirs is that only a foster child or adoptive parents who adopt Non Islamic religion only, who is possible to have the obligatory bequest based on egalitarian principles, provided that they are not prohibited by the direct heirs.

Kata Kunci : egaliter, kewarisan, kontekstualisasi, rekonseptualisasi, wasiat wajibah