PERHITUNGAN KOEFISIEN PEMATANG SAWAH PADA BERBAGAI KARAKTERISTIK TOPOGRAFI

Ajeng Ramadhani Gunawan, Heri Sutanta, S.T., M.Sc., Ph.D.

2019 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESI

Koefisien pematang sawah merupakan salah satu faktor pendukung pembangunan pertanian sesuai dengan rencana strategis Kementerian Pertanian pada periode 2014 sampai 2019. Koefisien pematang sawah diperlukan untuk mengetahui jumlah produksi padi yang nantinya memprediksi kecukupan kebutuhan pangan produksi dalam negeri. Koefisien pematang sawah dipengaruhi oleh karakteristik topografi di Indonesia yang beragam karena pematang sawah yang diterapkan pada daerah topografi landai akan berbeda dengan pematang sawah yang diterapkan pada daerah gelombang. Teknologi yang digunakan adalah teknologi penginderaan jauh yaitu citra satelit dan foto udara. Data citra satelit yang digunakan adalah data citra satelit SPOT 6 dan 7 di Provinsi Riau, Jambi, Bangka Belitung, NTT, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Papua. Data foto udara yang digunakan adalah data foto UAV Desa Karangwuni dan sekitarnya. Berbagai wilayah tersebut sudah mewakili sawah bertopografi landai dan gelombang. Koefisien pematang sawah diperoleh dari perbandingan luas pematang sawah dengan luas sawah secara keseluruhan (luas kotor). Luas pematang sawah diperoleh dari selisih antara luas kotor dan luas bidang sawah (luas bersih). Luas bersih dan luas pematang sawah didapat dari digitasi on screen pada citra satelit dan foto udara, sedangkan luas kotor diperoleh dari data digitasi hamparan sawah dari Badan Informasi Geospasial. Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil interpretasi pada foto udara lebih jelas dibandingkan citra satelit karena resolusi spasial foto udara yang lebih baik. Penelitian ini menghasilkan koefisien pematang sawah pada topografi landai sebesar 0,069 dan koefisien pematang sawah pada topografi bergelombang sebesar 0,105. Nilai koefisien pematang sawah pada topografi bergelombang lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien pematang sawah pada topografi landai karena jumlah pematang pada sawah topografi bergelombang lebih banyak.

Rice field coefficient is one of supporting factor for agricultural development according to strategic plan of Ministry of Agriculture in 2014-2019. Rice field coefficient is needed to know the number of rice production which will predict the adequacy of food production needs in the country. Rice field coefficient is influenced by the diverse characteristic of topography in Indonesia because the rice fields applied the flat terrain areas will be different from the rice fields applied to the hilly terrain. The technology used is remote sensing technology which is satellite imagery and aerial photograph. Imagery satellite data SPOT 6 and 7 are used in Riau, Jambi, Bangka Belitung, NTT, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, and Papua. While the aerial photo data used is UAV photo of Karangwuni village and the surrounding. That various regions have represented rice fields with flat and hilly topography. Coefficient rice field is obtained from the comparison of the area of rice field with the total area of rice field (gross area). The area of rice field is obtained from the difference between the gross area and the area of the rice field (net area). The net area and the total of rice field are obtained from on screen digitized of satellite imagery and aerial photographs, while the gross area is obtained from the digitized rice field data from the Geospatial Information Agency. The results of the analysis show that the interpretation of aerial photograph is clearer than satellite imagery because of the better spatial resolution of aerial photographs. This study produces a coefficient of rice field on flat terrain of 0.069 and a coefficient of rice field on a hilly terrain of 0.105. The coefficient value of rice field of wave topography is greater than the sloping topography because there’s a lot more of the wave field.

Kata Kunci : koefisien pematang sawah, pertanian, penginderaan jauh, citra satelit, foto udara, SIG