TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PADA BIDANG AKOMODASI PARIWISATA DI PROVINSI BALI
M. WIMAN WIBISANA, Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LLM.; Dr. Harry Supriyono, S.H., M.Si.
2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUMTanggung Jawab sosial dan lingkungan merupakan salah satu isu yang mengemuka ketika pada tahun 2007 Indonesia mengesahkan dua legislasi yakni mengenai Penanaman Modal dan Perseroan Terbatas. Kendatipun dua perundang-undangan ini merujuk pada peristilahan yang berbeda, dimana Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengetengahkan terminologi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, sedangkan Undang- Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Istilah yang digunakan dalam kedua legislasi tersebut sejatinya merujuk pada terminologi Corporate Social Responsibility (CSR) yang mencuat dalam dunia usaha modern. Kontroversi mengenai cakupan dan bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan diskursus yang mengemuka dalam pelaksanaannya. Perdebatan mengenai kesukarelaan versus kewajiban, kontroversi mengenai bentuk penyaluran dan besarannya merupakan diskursus tak berkesudahan yang tak terjawab sempurna bahkan ketika Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Kompleksitas regulasi ini ternyata tidak terjadi dalam Penanaman Modal Asing yang bergerak di bidang pariwisata di Provinsi Bali. Penanam Modal Asing di bidang pariwisata yang mengoperasikan jasa akomodasi berupa hotel, yang merupakan jaringan dari entitas perusahaan global telah menyalurkan tanggung jawab sosial dan lingkungan bahkan sebelum regulasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan berlaku. Pengaruh otoritas adat setempat yang menjaga kebudayaan Bali merupakan salah satu faktor tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh penanam modal asing. Kelestarian adat dan lingkungan yang dijaga oleh otoritas adat merupakan salah satu faktor yang dianggap penanam modal sebagai sebuah faktor yang mendukung berlangsungnya penanaman modal yang menjadikan kebudayaan sebagai faktor penarik wisatawan. Hadirnya Peraturan Daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang dimaksudkan untuk mengontrol Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ternyata tidak berjalan efektif bahkan dalam sudut pandang Penanam Modal merupakan salah satu hambatan yang berpotensi mengganggu dalam pelaksanaanya. Lahirnya Undang-Undang mengenai Desa yang mengharuskan dipilihnya salah satu bentuk desa menjadikan dilema tersendiri bagi Desa adat yang merupakan otoritas adat yang selama ini bersimbiosis dengan Penanam Modal Asing. Menjaga bentuk asli Desa Adat sebagai otoritas adat merupakan salah satu alternatif guna menjaga agar tanggung jawab sosial dan lingkungan yang disalurkan oleh perusahaan mampu mencapai sasaran yang diharapkan. Kepatuhan Penanam Modal dalam Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan selain dikarenakan faktor regulasi juga mengandung faktor ekonomis yang dalam kalkulasi bisnis merupakan hal yang menguntungkan. Menjaga keseimbangan kepentingan masyarakat yang diwadahi dalam desa adat dan kepentingan perlindungan penanam modal merupakan hal yang esensial dalam menjaga keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Corporate Social Responsibility is the issues that arise when in 2007 Indonesia promulgated two legislation there are Capital Investment Law and new Limited Liability Company Law. Besides these two regulation are referreing different terminology, Capital Investment Law introduces Corporate Social Responsibility and Limited Liability Company Law introduces Corporate Social and Environmental Liability, both actually referreing to the terminology Corporate Social Responsibility that widely known in modern business practice. Controversy regarding the scope of the corporate social and environmental liability was a discourse on the performance of the obligation. Debate between voluntarily or mandatory of the practice, the performance and the amount is the long lasting discourse that not even solved when the government issued the Government Regulation Number 47 of 2012 regarding Corporate Social and Environmental Responsibility. The complexity was not impacting the Foreign Direct Investment in tourism business in Province of Bali. Foreign Direct Investment in tourism business operate lodging accommodation, Hotel that become a part of global network that has distributed and involved in corporate social responsibility activities before the regulation of corporate social responsibility is in place. Local Customary Authority influence that maintain the Balinese Culture is the factor that sustainability of Balinese Culture is the supporting factor for their investment that considering the culture as a selling point. The promulgation of Regency Regulation by Regency Government that aim to control the Corporate Social and Responsibility practice, is ineffective under the view of Investors and considered as disadvantages of the investment. Promulgation of Village Law that mandated the form of village shall be decided between Customary Village or Governmental Village become the dilemma for Customary Village that serve as Customary Guardian that mutually symbiose with Foreign Investors. Preserving the Customary Law as customary guardian is the alternative to maintain the performance of Corporate Social and Responsibility that was performed by the company is properly reach the targeted goal. Compliance of Investor on Corporate Social Responsibility, besides considering the regulatory consideration, also consist of business consideration that by performing this will bring the profit to the company. Maintaining the balance between people interest under Customary Law and the interest of protection of investor is essential to maintain economic development
Kata Kunci : CSR, Pariwisata, Desa Adat di Bali