Laporkan Masalah

TOLOK UKUR PENYALAHGUNAAN KEADAAN DALAM PERJANJIAN (STUDI ANALISIS PUTUSAN-PUTUSAN PENGADILAN DI INDONESIA)

ARIYANTO, Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, S.H., C.N; Dr. drs. Paripurna, S.H., Prof. Dr. Ridwan Khairandy, S.H., M.H M.Hum., LL.M;

2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUM

Penyalahgunaan keadaan merupakan bentuk cacat kehendak yang hingga saat ini belum terkodifikasikan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pembahasan mengenai penyalahgunaan keadaan ini menjadi menarik dan penting untuk dikaji secara mendalam mengingat doktrin mengenai penyalahgunaan tersebut telah lama dan dipergunakan oleh hakim sebagai pertimbangan dalam memutus pembatalan perjanjian. Namun, terhadap tolok ukur penyalahgunaan keadaan yang menjadi instrumen/ukuran bagi hakim untuk menentukan penyalahgunaan keadaan, hingga saat ini belum terbentuk. Dampaknya adalah hakim dalam memutus dan menentukan apakah perbuatan tersebut termasuk dalam kategori penyalahgunaan keadaan tidak memiliki suatu kepastian hukum, sehingga kerapkali penyalahgunaan keadaan di masukan ke dalam bentuk iktikad baik, perbuatan melawan hukum bahkan melanggar kausa halal. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menggali dan menemukan tolok ukur yang tepat dan ideal dalam penyelesaian kasus-kasus penyalahgunaan keadaan pada perjanjian. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan sumber bahan hukum utama yakni putusan-putusan pengadilan yang ada di Indonesia. Adapun peneliti juga melakukan studi lapangan dengan cara wawancara kepada hakim dan praktisi hukum lain dengan tujuan untuk memperoleh data langsung berkaitan dengan masalah penelitian yang dikaji. Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama tolok ukur merupakan hal yang penting untuk menentukan penyalahgunaan keadaan. Penerapan penyalahgunaan keadaan dengan mempersamakan pelanggaran itikad baik dan causa yang halal menjadikan ketidakjelasan dan kerancuan hukum, khususnya dalam ranah Hukum Perdata ditambah dengan pengaturan mengenai penyalahgunaan keadaan sendiri yang belum diatur sepenuhnya di dalam KUHPerdata menjadi kesulitan tersendiri bagi Hakim dan Praktisi Hukum lainnya sehingga perlunya keseragaman dalam penerapan penyalahgunaan keadaan. Kedua Hakim dalam menentukan tolok ukur penyalahgunaan keadaan lebih pada pendekatan kepatutan, keadilan dan kemanfaatan, pendekatan tersebut masih sangat abstrak hal tersebut menjadikan kesulitan tersendiri bagi hakim dalam menguji penyalahgunaan keadaan dengan doktrin hukum yang ada di Indonesia. Ketiga terhadap tolok ukur penyalahgunaan keadaan sendiri, dapat diketahui sebagai berikut; a) Adanya ketidakseimbangan kedudukan para pihak; b) Waktu terjadinya penyalahgunaan keadaan berada pada waktu pra kontrak; c) Adanya causalitas antara perbuatan dan kerugian,harus juga dapat dibuktikan adanya dampak secara langsung atas kerugian yang diderita oleh salah satu pihak dan sebaliknya juga harus dapatdibuktikan adanya keuntungan yang didapatkan oleh salah satu pihak dalam perjanjian; d) adanya asas kebebasan berkontrak yang dilanggar.

Undue influence is a form of will defect which until now has not been codified in Indonesian laws and regulations. The discussion on the undue influence is interesting and important to study in depth considering the doctrine regarding the abuse has long been used by the judge as a consideration in deciding upon the cancellation of the agreement. However, the criteria for undue influence that serves as instruments/measures for judges to determine the undue influence have not yet been established. The impact is the judge in determining whether the act is included in the category of undue influence does not have a legal certainty, so that often the undue influence is entered into good will, acts against the law and even violating the halal cause. The main objective of this research is to explore and find appropriate and ideal criteria in solving cases of undue influence in the agreement. This research is a normative study with the main source of legal material that is court decisions in Indonesia. The researchers also conducted field studies by interviewing judges and other legal practitioners with the aim of obtaining data directly related to the research problem under the study. The results of this study indicate: the first criterion is important to determine the undue influence. The application of undue influence by equalizing violations of good will and lawful cause makes unclear and ambiguous law, especially in the realm of Civil Law completed with the regulation of undue influence state that has not been fully regulated in the Civil Code to be a particular difficulty for Judges and other Legal Practitioners so that the need for uniformity in the application of undue influence. The two judges in determining the criteria of undue influence are more on the approach of propriety, justice and expediency, the approach is still very abstract, it makes difficult for the judge to test the undue influence with the legal doctrine in Indonesia. Third, against the criteria of one's own undue influence, it can be seen as follows; a) There is an imbalance in the position of the parties; b) The time of undue influence is in the pre contract period; c) The existence of causality between actions and losses, it must also be proven that there is a direct impact on the losses suffered by one of the parties and vice versa must also be able to prove the existence of benefits obtained by one of the parties in the agreement; and d) the principle of freedom of contract is violated.

Kata Kunci : Tolok Ukur, Penyalahgunaan Keadaan, Pertimbangan, Hakim, Kepastian Hukum

  1. S3-2019-370820-abstract.pdf  
  2. S3-2019-370820-bibliography.pdf  
  3. S3-2019-370820-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2019-370820-title.pdf