PEMODELAN SEBARAN CURAH HUJAN DI SELAT MAKASSAR DENGAN DATA MULTITINGKAT MENGGUNAKAN TEKNIK MERGING
GIARNO, Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc., Dr. Slamet Suprayogi, M.S., Dr. Sigit Heru Murti BS., S.Si., M.Si.
2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU GEOGRAFIData curah hujan yang akurat sangat penting di berbagai bidang, seperti kebencanaan, sumber daya air, pertanian dan lain sebagainya. Data hujan hasil pengukuran rain gauge yang dianggap paling akurat, tetapi sayangnya jumlahnya terbatas. Sangat penting memaksimalkan sumber data lain selain data curah hujan rain gauge seperti data remote sensing satelit dan radar untuk digunakan mengatasi kekurangan data rain gauge. Masalahnya estimasi curah hujan remote sensing harus diuji sebab akurasinya bervariasi terhadap pola hujan di lokasi tersebut. Akurasi estimasi ini juga dapat ditingkatkan dengan mengoreksi estimasi remote sensing dengan data curah hujan rain gauge atau dimerging. Tujuan penelitian ini adalah evaluasi estimasi curah hujan tropical rainfall measuring mission (TRMM), radar serta upaya meningkatkan akurasi keduanya menggunakan merging. Korelasi, root mean square error (RMSE), mean absolute error (MAE) dan indicator tabel kontigensi digunakan untuk validasi. Merging menggunakan mean field bias (MFB), local bias (LB) dan conditional merging (CM). Teknik MFB menggunakan bobot global untuk koreksi, sedangkan LB merupakan bobot lokal. Teknik CM menggunakan variansi untuk koreksi estimasi curah hujan remote sensing. Evaluasi estimasi curah hujan TRMM di sekitar Selat Makassar dengan 632 rain gauge menunjukkan akurasinya bervariasi terhadap pola hujan, topografi dan faktor penyebab hujan. Akurasi setiap tempat sangat unik dan dapat berubah terhadap waktu. Modifikasi pemilihan constant altitude plan position indicator (CAPPI) diperlukan agar bisa didapatkan estimasi curah hujan radar terbaik dan hasilnya, yang paling baik adalah menggunakan quantile 80 dengan CAPPI elevasi 5 km. Peningkatan akurasi estimasi TRMM dan radar menggunakan merging memerlukan penyesuaian terhadap sifat hujan. Modifikasi MFB dan LB dilakukan dengan menggunakan klasifikasi bobot, sedangkan LB dan CM mengubah teknik interpolasi dari kriging menjadi inverse distance weigthing (IDW). Hasil validasi menunjukkan modifikasi merging lebih akurat dibandingkan jika hanya menggunakan TRMM, radar atau metode asli merging. Estimasi curah hujan TRMM asli lebih akurat dibandingkan radar. Modifikasi LB dan CM dapat meningkatkan akurasi dengan meningkatnya korelasi dan turunnya RMSE dan MAE. Penambahan data radar pada merging TRMM-Observasi, sedikit menurunkan akurasi merging terbaik yaitu modifikasi CM. Pengaruh monsun dan Madden-Julian oscillation (MJO) tampak pada tingginya korelasi saat musim hujan dan fase 5 MJO.
The accurate rainfall data is very important in various fields, such as disaster, water resources, agriculture and energy. Rainfall data from gauge rain is considered the most accurate, but unfortunately the amount is limited. Therefore, it is very important to maximize other sources rainfall data, such satellites and radars that can be used to fill in the lack of rain gauge data. The problem is the estimation of remote sensing rainfall somewhere must be tested because the accuracy varies respect to the rain pattern in a place. The accuracy of this estimate can also be improved by correcting remote sensing estimates with rain gauge or dimerged rainfall data. The aim of this study is to evaluate the TRMM and estimate radar rainfall and improve its accuracy using merging. Correlation, root-mean-square-error (RMSE), mean-absolute-error (MAE) and indicators of contingency table are used for evaluation. Merging mean field bias (MFB) uses global weight to correct rainfall estimate of remote sensing, while local bias (LB) uses local weighting. Also, the conditional merging (CM) uses variance to correct rainfall estimate of remote sensing. The results of the TRMM evaluation around the Makassar Strait using 632 rain gauges indicate the accuracy varies with rainfall patterns, topography and factors causing rain. The accuracy each place is very unique and can change due time. Modification of the selection of a constant altitude plan position indicator (CAPPI) is needed to get the best an estimate of radar rainfall and the elevation 5 km of CAPPI and using quantile 80 is the best method. Improved accuracy of TRMM and radar rainfall estimates in merging requires adjustments to the rain characteristic in this region. Modification of MFB and LB are done using weights classification, while LB and CM change the interpolation using inverse distance weighting (IDW) compared to kriging. The validation results show that the merging modification is more accurate than if it only uses TRMM or radar. The accuracy of the original TRMM rainfall estimate is better than the radar. Modification of LB and CM can improve accuracy by increasing correlation, decreasing RMSE and MAE. The addition of radar data to the TRMM-Observation merging slightly decreases the best merging accuracy, ie CM modification. The influence of monsoon and Madden-Julian oscillation (MJO) is seen in the high correlation during the rainy season and phase 5 of the MJO.
Kata Kunci : maritime, Selat Makassar, monsun, MJO, merging/maritime, Makassar Strait, monsoon, MJO, merging