KONSTRUKSI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN LAYANAN HIPNOTERAPI BERBASIS PRAKTIK LAPANGAN DAN PENERIMAAN MASYARAKAT

Goey Adi Widjaja G, Prof. Muhadjir Darwin, M.P.A.; Prof. Dra. Kwartarini Wahyu Y.,M.Med.Sc.,Ph.D.; dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D.

2019 | Disertasi | DOKTOR KEPEMIMPINAN DAN INOVASI KEBIJAKAN

Praktik hipnotisme di Indonesia telah bergeser dari yang digunakan sekadar untuk tujuan hiburan, menjadi juga digunakan untuk terapi, dan semakin diterima sebagai bentuk layanan baru dan profesi perbantuan. Namun demikian, kebijakan publik kesehatan tidak secara khusus dan operasional mengatur praktik hipnoterapi. Penelitian ini memaparkan dan menguraikan pola pelatihan dan praktik layanan, penerimaan oleh pengguna, dan tanggapan komunitas profesional dan akademik terhadap hipnoterapi, pengembangan praktik hipnoterapi, sosialisasi peraturan terkait hipnoterapi dan kepatuhan praktisi terhadap peraturan terkait, serta merumuskan model substantif kebijakan pelatihan dan layanan hipnoterapi. Perkembangan hipnoterapi di Indonesia, secara teoritis, membutuhkan tipe kebijakan publik regulatori mandiri, sebagaimana digagas oleh Lowi (1964), Hart (1961), dan dikembangkan lebih lanjut oleh Salisbury (1968). Konsep dasar kebijakan ini membatasi perilaku individu, tetapi dikendalikan oleh kelompok yang diatur. Rancangan penelitian untuk kebijakan ini adalah metode campuran sekuensial eksplanatori dan adaptasi strategi penemuan teori-kancah. Tahap kuantitatif berupa survai dengan angket terhadap praktisi hipnoterapi di empat kota besar di Jawa. Tahap kualitatif berupa wawancara mendalam, observasi dan laporan pribadi, untuk mengungkap informasi penjelas. Seluruh temuan dikategorisasi menjadi konsep in vitro dan in vivo, dan disusun menjadi model substantif kebijakan pelatihan dan layanan hipnoterapi berbasis praktik lapangan dan penerimaan masyarakat. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, tidak ada standar sistem, yang mencakup masukan, proses, hasil, produk, keluaran, dan manfaat pelatihan hipnoterapi. Kedua, praktik layanan hipnoterapi tidak menerapkan standar dan etika profesional, serta diterima secara berbeda oleh para klien, ditanggapi secara skeptis oleh para profesional, dan ditantang oleh komunitas akademik untuk membangun dan memperkuat status akademik dan profesionalnya. Ketiga, pertumbuhan hipnoterapi yang pesat tidak diikuti oleh sosialisasi peraturan terkait yang memadai, mengakibatkan kurangnya pemahaman dan kepatuhan kalangan praktisi terhadap peraturan. Konstruksi kebijakan hipnoterapi diarahkan untuk melindungi dan mempromosikan kesejahteraan warga negara serta para hipnoterapis profesional. Model kebijakan hipnoterapi yang diusulkan mencakup standar pendidikan, standar kompetensi profesional, dan standar layanan kesehatan, termasuk penambahan fungsi penelitian dan pengembangan, penanganan kasus dan keluhan klien, dan penegakan etika profesional oleh asosiasi. Akhirnya direkomendasikan untuk mengembangkan model kebijakan usulan menjadi naskah akademik dan atau rancangan petunjuk pelaksanaan atau teknis pengaturan hipnoterapi, menyebarluaskan temuan dan rekomendasi penelitian ini kepada para praktisi dan organisasi hipnoterapi, menyelenggarakan temu nasional untuk merumuskan standar nasional pelatihan dan kompetensi hipnoterapi, dan menyetarakannya dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan merintis pendirian program studi hipnoterapi sebagai ilmu terapan transdisipliner dengan paradigman praktik profesional berbasis bukti.

The practice of hypnotism in Indonesia has shifted from being used as stage hypnosis merely, to being also used as therapeutical one, and increasingly being accepted as a rather new form of service and helping profession. Nevertheless, the public health policy does not specifically and operationally regulate the practices. This study describes and elaborates the patterns of training and service practices, acceptance by users, and the responses of professional and academic community to hypnotherapy, the development of hypnotherapy practices, socialization of the related regulation and practitioners' compliance to the regulation, and formulating substantive model of training and service policies of hypnotherapy. The development of hypnotherapy in Indonesia requires theoretically a self-regulating type of public policy, as initiated by Lowi (1964), Hart (1961), and later developed by Salisbury (1968). The basic concept of this policy restricts behavior, but are controlled by regulated group. The design of this research for policy is explanatory sequential mixed method and the adaptation of grounded-theory research strategy. The quantitative phase is a survey with questionnaires of hypnotherapy practitioners located in four major cities in Java. The qualitative phase is in-depth interviews, observations and personal reports, to investigate the explanatory informations. All findings were categorized into in vitro and in vivo concepts, and constructed into a substantive model of field-practices and community acceptance based training and service policy of hypnotherapy. The study results in several findings. First, there is no standardized system, that covers input, process, results, products, outputs, and outcomes, of hypnotherapy training. Second, the hypnotherapy service practices do not apply any standard, professional ethics, and accepted differently by clients, responded skeptically by professionals, and are challenged by academic community to construct and strengthen its academic and professional status. Third, the robust growth of hypnotherapy is not followed by sufficient socialization of the related regulations resulting in less understanding and compliance to regulations amongst practitioners. The construction of hypnotherapy policy is directed at protecting and promoting the welfare of citizens as well as the professional hypnotherapists. The proposed hypnotherapy model of policy covers both educational standards, professional competency standards, and health service standards, including the installation of research and development functions, case and client complaints handling, and enforcement of professional ethics by the association. It is finally recommended to develop the proposed model into an academic draft and or an implementation and technical guideline draft of regulation on hypnotherapy, to disseminate the findings and recommendations of this research to practitioners and hypnotherapy organizations, to organize national forum to formulate a national standard of hypnotherapy training and competencies, and its equalization to National Qualification Framework of Indonesia (KKNI), and to set up a program of study on hypnotherapy as transdisciplinary applied science with evidence-based professional practice paradigm.

Kata Kunci : hipnoterapi, pelatihan hipnoterapi, layanan hipnoterapi, penerimaan hipnoterapi, kebijakan publik hipnoterapi, hypnotherapy, hypnotherapy training, hypnotherapy services, hypnotherapy acceptance, hypnotherapy public policy