KEBIJAKAN DAN PRAKTIK SEWA TANAH UNTUK INDUSTRI GULA DI YOGYAKARTA MASA SULTAN HAMENGKU BUWONO VII (1877-1921)
Delya Ratna Sari, Nur Aini Setiawati, Ph.D.
2019 | Skripsi | S1 SEJARAHPenelitian ini membahas tentang kebijakan dan praktik penyewaan tanah Kasultanan Yogyakarta untuk industri gula dengan mengambil periode pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII, 1877 hingga 1921. Sultan Hamengku Buwono VII diambil sebagai subyek penelitian karena ia memiliki caranya sendiri untuk mencapai kesuksesan dan mendapatkan keuntungan yakni dengan menyewakan tanah yang ia miliki dan kuasai seluas - luasnya untuk industri gula, sedangkan penulis mengambil obyek kebijakan dan praktik penyewaan tanah untuk industri gula sebab pada masa Sultan Hamengku Buwono VII lahan - lahan yang di sewa pengusaha Eropa mayoritas digunakan sebagai perkebunan tebu dan pabrik gula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan dan praktik penyewaan tanah untuk industri gula yang menjadikan Sultan memperoleh julukan Sultan Sugih. Metode yang digunakan adalah penentuan topik, pengumpulan sumber, verifikasi sumber, interpretasi sumber, dan historiografi. Pengumpulan sumber dilakukan melalui kajian kepustakaan, dan penelusuran arsip fisik maupun digital. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada saat pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII, bersamaan dengan diberlakukannya Undang - Undang Agraria (1870) menyebabkan arus penanaman modal asing di bidang perkebunan berkembang pesat di Kasultanan Yogyakarta. Hal ini yang membuat permintaan penyewaan tanah Kasultanan meningkat. Komoditas yang banyak dikembangkan adalah tebu sebab tebu adalah komoditas yang populer di pasaran Eropa yang mana membuat para pengusaha Eropa berbondong - bondong melakukan investasi di bidang industri gula.
This research discusses about the policy and practice of land rent in Yogyakarta Sultanate for the sugar industry during the reign of Sultan Hamengku Buwono VII, 1877 to 1921. Sultan Hamengku Buwono VII was taken as a research subject because he had his own way to achieve success and profit by leasing the land he had own and control as much as possible for the sugar industry, while the researcher have analyzed about the land rent for the sugar industry were used as an object of research because during the time of Sultan Hamengku Buwono VII, the land leased by European businessmen was predominantly used as sugar cane plantations and sugar mills. This research aims to find out the regulation and practice of the land rent for sugar that makes Sultan called as Sultan Sugih. The method used are the determination of research topics, collection of sources, verification of sources, interpretation of sources, and historiography. The sources were collected through literature review and search of physical and digital archives. Based on the finding, it can be concluded that during the reign of Sultan Hamengku Buwono VII, when the Agrarian Law (1870) also began to take effect, caused the flow of foreign investment in the plantation sector to develop rapidly in the Sultanate of Yogyakarta. This also made an increase in demand for leasing land in the Sultanate. The most developed commodity was sugar cane because at that time sugar cane was a popular commodity in the European market which made many European entrepreneurs invested in the sugar industry.
Kata Kunci : Sewa tanah, Kasultanan Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono VII, industri gula