Politik Kewargaan Perempuan Nelayan Demak
Dimas Wahyudi, Dr. Ambar Widaningrum, M.A.
2019 | Skripsi | S1 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIKGerakan perempuan nelayan menuntut perubahan status KTP dari ibu rumah tangga menjadi nelayan beserta hak-hak kesetaraan dibaliknya didasari atas kesadaran ketidakadilan yang dialaminya. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus ini dilakukan di Desa Morodemak dan Desa Purworejo, Kabupaten Demak. Fokus bahasan penelitian ini adalah tentang berbagai persoalan ketidakadilan dan gerakan aktivisme Puspita Bahari – sebagai manifestasi entitas utuh perempuan nelayan – menuntut keadilan dan kesetaraan penuh sebagai warga negara dengan teori kewargaan sebagai alat analisisnya. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan nelayan menghadapi kondisi problematis terkait pengakuan baik secara legal dan kultural sebagai nelayan (misrekognisi), terpinggirkan dari ruang aktivitas publik seperti berorganisasi, menyampaikan pendapat, termasuk perwakilan yang kurang representatif sebab status “keperempuanan†mereka (misrepresentasi), serta tereduksi dari hak-hak distribusi kesejahteraan dan perlindungan (misdistribusi) walau mereka memainkan peran strategis sekaligus praktis dalam perekonomian keluarga. Lahirnya UU. No. 7 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam yang seharusnya menjadi momentum perlindungan nelayan nyatanya tetap tidak menjangkau perempuan nelayan sebab pemikiran implementator dalam hal ini kepala desa masih bias memaknai peran gender. Penelitian ini secara garis besar menyimpulkan bahwa kewargaan penuh perempuan nelayan ditempuh melalui serangkaian konflik melawan kepala desa sebagai aktor kunci kebijakan, strategi yang digunakan lebih mengandalkan gerakan transformatif meski kemudian pemerintah desa akhirnya mengafirmasi tuntutan perempuan nelayan dengan memberi pengakuan secara legal sebagai nelayan.
The fisherwomen’s movement demands a change in the status of KTPs from housewives to fisherwomen and the rights of equality behind it based on awareness of the injustices they experience. This qualitative research used a case study as its approach and was conducted in Morodemak and Purworejo Village, Demak Regency. Focus discussion from this research is on various issues of injustice and Puspita Bahari's activism movement - as manifestations of the full entity of fisherwomen - demanding full justice and equality as citizens with the theory of citizenship as a tool of analysis. This study found that fisherwomen faced problematic conditions related to recognition both legally and culturally as fisherwomen (misrecognition), marginalized from the space of public activities such as organizing, expressing opinions, including underrepresented representatives because of their "female" status (misrepresentation), and reduced from the rights of distribution of welfare and protection (misdistribution) even though they play a strategic and practical role in the household’s economic activities. Birth of Law. No. 7 of 2014 concerning Protection of Fishermen, Fish Cultivators, and Salt Farmers which should be a momentum for the protection of fishermen in fact still does not reach out to fisherwomen because the implementer's thinking (in this case the headman) is still biased in interpreting gender roles. This study generally concluded that the full citizenship of fisherwomen was pursued through a series of conflicts against the village headman as a key policy actor, the strategy used relied more on the transformative movement even though the village headman finally affirmed the demands of fisherwomen by giving legal recognition as fishermen in the end.
Kata Kunci : Citizenship, gender bias, recognition, welfare, political representation.