KRITIK TERHADAP KAJIAN FILSAFAT NUSANTARA

MUHAMMAD UNIES ANANDA RAJA, Dr. Sindung Tjahyadi

2019 | Skripsi | S1 FILSAFAT

Penelitian ini hendak mengajukan kritik terhadap kajian filsafat Nusantara dengan basis kritik terhadap filsafat Afrika tradisionalis atau etnofilsafat. Kajian filsafat Nusantara berusaha menguak kandungan filsafat dalam kebudayaan-kebudayaan di Nusantara. Filsafat Afrika memiliki corak yang sama. Asumsi penulis adalah bahwa kritik terhadap filsafat Afrika dapat diajukan terhadap kajian filsafat Nusantara, dengan melihat juga perbedaan keduanya. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan untuk meneliti masalah dalam ilmu filsafat itu sendiri dengan mengungkapkan asumsi-asumsi mendasar serta memberikan evaluasi kritis terhadapnya. Evaluasi kritis yang penulis ajukan menyangkut hal filosofis dan ekstra-filosofis dalam filsafat Nusantara. Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa asumsi kajian filsafat Nusantara dan filsafat Afrika memiliki kesamaan, yakni bahwa keduanya mengasumsikan di dalam kebudayaan masing-masing termuat filsafat dan bahwa filsafatnya berbeda dari filsafat Barat. Semenjak filsafat Afrika dikritik karena eksistensi filsafat kolektif yang ada dalam kebudayaan adalah mitos belaka; dan data-data ekstra-filosofis tidak bisa digunakan sebagai basis dalam berfilsafat, kajian filsafat Nusantara sebagaimana dilakukan sejauh ini, dan diteliti dalam skripsi ini, memiliki problem inheren sebab konstruksinya didasarkan pada mitos yang merupakan produk konstruksi kolonial dan anakronisme sejarah. Oleh karena itu, secara metodologis kajian filsafat Nusantara bermasalah sebab tidak memungkinkan koreksi dan justru menghasilkan interpretasi berlebih atas data-data ekstra-filosofis yang di dalamnya hanya memungkinkan interpretasi yang selaras dengan asumsi filosofis-kultural yang sudah ditentukan. Analog dengan filsafat Afrika, kajian filsafat Nusantara justru memenjara dan membekukan kebudayaan dan secara esensial mengamini asumsi ideologis rasisme Barat dengan menempatkan kebudayaan Nusantara dalam kesatuan arketipal yang utuh. Berbeda dengan filsafat Afrika yang menempatkan kebudayaan Afrika di luar sejarah, kajian filsafat Nusantara justru membentuk kebudayaan Nusantara sebagai entitas transhistoris yang sudah mengandung eksistensi dan esensi kebangsaan Indonesia yang satu dan utuh jauh sebelum adanya negara bangsa Indonesia untuk menjustifikasi secara filosofis agenda politik developmentalis Orde Baru.

In this research, I propose a critique on Nusantara philosophy studies on the basis of the critique on traditionalist African philosophy or etnophilosophy. Nusantara philosophy studies try to reveal philosophical ideas contained in the variety of cultures in Nusantara. African philosophy has the same characteristics with Nusantara Philosophy studies. I assume that the critique on African philosophy can also be applied to Nusantara philosophy studies, but with its own nuances. This research examines the problems in philosophy itself by revealing its presuppositions and giving a critical evaluations afterwards. The critical evaluations that I would like to propose is on both philosophical and extra-philosophical dimensions of Nusantara philosophy studies. In this research, I found that both Nusantara philosophy studies and African philosophy share the same assumptions, namely: that in culture lies philosophy and that their philosophies are different in relation with Western philosophy. Since African philosophy is criticised because the existence of collective philosophy lying in culture is merely a myth and extra-philosophical data cannot be used as philosophical basis, Nusantara philosophy studies hitherto have its own inherent problems because its philosophical-cultural assumption, which is the base of it construction, is based on colonially constructed myth and historical anachronism, and because of that it is methodologically incorrect since it does not allow correction and, furthermore, only creates over-interpretation of extra-philosophical data in which the only interpretation possible is the one which affirm the predetermined philosophical-cultural assumption. Nusantara and African philosophy share the same tendency to imprison and freeze both Nusantara and African culture and in essence affirm the ideological assumption of Western racism by interpreting cultures as having a whole archetypal unity. However, while African philosphy place African culture outside history, Nusantara philosophy studies constructed Nusantara culture as transhitorical entity containing the existence and essence of Indonesian nation far before the nation state of Indonesia even exist. It is because Nusantara philosophy was created as a means to justify philosophically the developmentalist politics of the New Order.

Kata Kunci : Filsafat Nusantara, Filsafat Afrika, Etnofilsafat, Mitos, Anakronisme, Orde Baru, Nusantara Philosophy, African Philosophy, Etnophilosophy, Myth, Anachronism, New Order