Laporkan Masalah

TINJUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (STUDI KASUS DI DUSUN SANGGRAHAN, TIRTOADI, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

REVANY RIZKY AMALIA, Alifa Prasasti Rahmaningrum S.H., M.H.

2019 | Skripsi | S1 HUKUM

Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisa pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Dusun Sanggrahan Kecamatan Tirtoadi Kabupaten Sleman, dalam mengetahui dan menganalisa berbagai saran dalam melakukan penyesuaian beberapa pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum Yuridis-empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan responden dan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan bagi hasil yang dilakukan oleh parah petani dan pemilik tanah di dusun sanggrahan, dapat disimpulkan bahwa sistem perjanjian bagi hasil masih berdasarkan hukum adat yaitu perjanjian bentuk lisan atau tidak tertulis dan hanya berdasarkan pada hukum kebiasaan setempat atau berdasarkan pada kata sepakat yang didasari oleh rasa kepercayaan, gotong royong dan tidak ada jangka waktu pelaksanaan bagi hasil. Produk yang paling besar dihasilkan pada pertanian ini ialah beras. Metode pembagian yang digunakan yaitu hasil panen padi atau pendapatan kotor yang langsung dibagi kepada pemilik lahan pertanian sebesar 2:3, tanpa dikurangi dari biaya produksi seperti pupuk, bibit, pembajakan, pengeringan, dan sarana produksi lainnya, sehingga biaya produksi sepenuhnya ditanggung oleh penggarap dan penggarap mendapatkan 1:3 dari hasil kotor. Sedangkan dalam peraturan Perundang-undangan bagi hasil pada Penjelasan Umum Pasal 7 disebutkan bahwa pedoman imbangan antara pemilik dan penggarap ialah 1:1 yang artinya pemilik dan penggarap masing-masing mendapatkan 50% dari penjumlahan hasil kotor dikurangi biaya untuk pupuk, bibit, pembajakan, pengeringan dan sarana produksi lain sebagainya. Maka dapat disimpulkan pelaksanaan, pembagian dan pembentukan perjanjian bagi hasil, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 yang dikarenakan tidak ditemukannya Surat Keputusan Bupati dalam penentuan imbangan pembagian bagi hasil pertanian yang mana surat keputusan penetapan ini penting sebagai acuan dalam pelaksanaan pembagian hasil. Penentuan tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Besarnya imbangan pembagian bagi hasil, ditetapkan oleh Bupati/Kepala Daerah yang bersangkutan. Faktor pendorong tidak ditemukannya surat penetapan ini ialah Para aparat pemerintah daerah yang mengabaikan pemberlakunnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 dengan didukung kurangnya sosialisasi peraturan perundangan-undangan dari pemerintah kepada para petani. Pada dasarnya Undang-undang bagi hasil ialah salah satu produk hukum dalam melindungi golongan ekonomi lemah terhadap golongan-golongan ekonomi besar.

This legal research aims to analyze the implementation agreement of profit-sharing agricultural land products in Sanggrahan, Tirtoadi, Sleman District, Daerah Istimewa Yogyakarta, in knowing and analyzing various suggestions in conducting adjustments for various regulations in Undang-Undang No. 2 of 1960 regarding Profit Sharing. This legal research is a juridical-empirical type of legal research with the nature of descriptive research. The type of data used in primary data that is obtained from the interview with respondents and secondary data that is obtained from academic study. Based on the results of research and discussion of the implementation of profit- sharing carried out by farmers and landowners in the Sanggrahan sub-village, it can be concluded that the production sharing agreement system is still based on customary law, namely oral or unwritten form agreements and only based on local customary law or based on an agreement which is based on a sense of trust, mutual cooperation, and there is no implementation period for the results. The biggest product produced in this agriculture is rice. The distribution method used is rice yields or gross income which is directly divided to the owner of agricultural land in the amount of 2:3, without deducting production costs such as fertilizer, seedlings, plowing, drying, and other production facilities, so that production costs are fully borne by the cultivators and cultivators get 1:3 from the gross yield. Whereas in the Profit Sharing Law in General Explanation Article 7, it is stated that the guideline for the balance between the owner and the cultivator is 1:1 which means that the owner and the cultivators each get 50% of the sum of the gross results minus the costs for fertilizer, seeds, plowing, drying and other production facilities. Then it can be concluded that the implementation, distribution and formation of profit-sharing agreements, are not in accordance with Law Number 2 of 1960, due to the absence of the Regent's Decree in determining the balance of the distribution of agricultural products, in which the decree of this determination is important as a reference in the implementation of profit-sharing. The stipulation is regulated in Article 7 paragraph (1), namely the amount of the proportion of profit sharing, determined by the Regent / Regional Head concerned. The determining factor for not finding this decree was that local government officials ignored the implementation of Law Number 2 of 1960 supported by the lack of socialization of government regulations to farmers. Basically, the profit-sharing law is one of the legal products that protects weaker economic groups against large economic groups.

Kata Kunci : Perjanjian Bagi Hasil tanah pertanian, petani, di dusun Sanggrahan Kelurahan Tirtoadi Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman

  1. S1-2019-367593-abstract.pdf  
  2. S1-2019-367593-bibliography.pdf  
  3. S1-2019-367593-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2019-367593-title.pdf