PEMETAAN UPAYA MEMBUKA POLICY WINDOWS KEBIJAKAN RATU PEREMPUAN DI KRATON YOGYAKARTA
YULI YANTI DAARIS, Dr. Wawan Mas'udi, S.I.P, M.P.A.
2019 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHANPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses suksesi kepemimpinan di Kraton Jogja. Melalui kajian proses agenda setting penelitian ini menganalisa interaksi aktor-aktor yang dipicu oleh dikeluarkannya secara berturut-turut sabdatama, sabda raja dan juga serangkaian langkah yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono X beserta keluarganya, dan dalam hal itu dapat ditafsir sebagai penciptaan celah kesempatan (window of opportunity). Telaah tentang penciptaan celah ini penting, tanpa langkah-langkah tersebut agenda untuk memungkinkan salah satu putrinya, menjadi pewaris takhta, boleh dibilang tidak mungkin. Dalam kaidah secara umum dipahami, Sultan adalah laki-laki, bertolak belakang dengan kondisi Sultan bertakhta yang tidak memiliki anak laki-laki. Hendak dipelajari adalah bagaimana kaidah raja harus laki-laki bisa diubah sedemikian sehingga salah satu putrinya bisa mewaris takhta. Momentum ini terjadi tarik menarik antara pihak yang bertahan dengan nilai-nilai lama dengan mereka yang memperjuangkan nilai-nilai baru sebagaimana yang diusung oleh Sultan Hamengku Buwono X melalui sabda-sabdanya. Persoalan suksesi yang tengah terjadi saat ini bukan hanya persoalan suksesi untuk jabatan kultural, akan tetapi suksesi untuk jabatan politik pun menjadi polemik yang mau tidak mau ikut menyertai suksesi ini. Hal ini dikarenakan suksesi raja selalu diikuti dengan suksesi Gubernur DIY. Karena Sultan adalah gubernur dan gubernur adalah Sultan. Posisi jabatan politik yaitu Gubernur DIY tidak hanya sekedar jabatan politik, akan tetapi ia juga jabatan kultural. Oleh karena itu, suksesi raja Keraton jelas akan memberikan dampak langsung atas suksesi gubernur. Teori yang digunakan sebagai pisau analisa dalam studi ini yakni meminjam konsep agenda setting yang digagas oleh John W. Kingdon yang mengembangkan konsep multiple streams framework. yang digambarkan interaksi tiga aliran, yaitu aliran masalah, aliran kebijakan, dan aliran politik. Adapun metode penelitiannya penulis menggunakan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi lapangan dan studi dokumentasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan interaksi ketiga aliran yakni, aliran masalah, aliran kebijakan dan aliran politik menunjukkan bahwa peluang policy windows raja perempuan kian terbuka. Selain itu, konsep gender bukan lagi dibicarakan sebagai konsep persamaan hak dialam demokrasi modern. Ia justru setengah dimanipulasi untuk mengatakan bahwa perempuan pun berhak duduk di singgasana Kasultanan Jogja, sementara Kraton Jogja yang berasaskan Islam yang tak mengenal raja perempuan. Serta Pelanggengan politik dinasti menjadi faktor yang sangat kental dirasakan sebagai dalih pernyataan dan berbagai langkah yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono X.
The research aimed to study the process of succession to the throne in Yogyakarta Sultanate. Studying the process of agenda setting, it analyzed the interaction between actors. The interaction was encouraged by sabdatama, sabda raja, and a series of efforts consecutively issued and conducted by Sultan Hamengku Buwono X and his family. Here, they were creating a window of opportunity. A study on the window of opportunity was important. The window enabled one of the Sultan daughters to be the successor. The common principle commanded that Sultan was male; while the currently ruling sultan did not have any son. The study examined how the principle was changed in a way so the daughter could be the successor. However, a dispute over the change occurred between those upholding the old traditional values and those struggling the new values; such as Sultan Hamengku Buwono X. The succession issue was not only a succession for a cultural position, but also a succession for a political status. It was because there was a subsequent succession to the governor of Yogyakarta. A sultan was the governor and a governor was the sultan. Meanwhile, governor of Yogyakarta was not only a political position, but also a cultural position. Therefore, the succession to the throne of Yogyakarta would clearly give a direct impact to the succession to the governor. Theory used as the analysis tool was the concept of agenda setting proposed by John W. Kingdon. He also developed the concept of multiple streams framework. The concept illustrated an interaction among three streams i.e. problem stream, policy stream, and political stream. Moreover, the research method used was a case study. Data were collected by interview, field observation, and documentation study. Research findings indicated that based on the interaction and dominating rules of Sultan HB X as the policy entrepreneur, the window of opportunity of the woman king policy was more possible. Additionally, gender was not discussed as an equality concept within this modernized democracy anymore. It was manipulated to state that women also deserved the throne. However, the Islam-based sultanate never had any female king. Here, the female king thing was considered an effort made by Sultan Hamengku Buwono to sustain his political dynasty.
Kata Kunci : suksesi kepemimpinan, agenda setting, paugeran, politik dinasti, gender.