Laporkan Masalah

ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA (INCUMBENT) DALAM PILKADA (Studi Kasus : Pilkada Serentak Gubernur Lampung Tahun 2018)

MOHAMAD FIRDAUS, Dr.rer.pol. Mada Sukmadjati, S.IP, M.P.P.,

2019 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Studi ini bermaksud untuk meneliti calon petahana dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dipencalonan keduanya di Provinsi Lampung pada tahun 2018. Tujuannya ingin mengetahui mengapa pasangan calon petahana Muhammad Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri mengalami kekalahan di Pilkada Lampung tahun 2018 sehingga tidak dapat mempertahankan kekuasaannya. Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Lampung, adapun Lampung sendiri adalah daerah dimana petahanya tidak mampu mempertahankan kekuasaannya diperiode berikutnya bersama dengan Provinsi Riau dan Maluku. Namun hanya petahana dari Lampung yang digadang-gadang akan memenangkan kontestasi kembali sedangkan petahana lainnya hanya memiliki elektabilitas yang rendah dibawah penantangnya. Selain itu pasangan Muhammad Ridho Ficardo dan Bachtiar Basrie yang memiliki kinerja cukup baik belum bisa dijadikan sebuah potensi untuk kemenangan keduanya. Dengan mempergunakan metode kualitatif dan studi kasus, penelitian ini kemudian memfokuskan pada faktor yang mempengaruhi kekalahan pasangan petahana Muhammad Ridho Ficardo dan Bachtiar Basrie. Kemudian fokus penelitian ini akan lebih melihat tentang kinerja petahana selama menjabat, pergeseran sistem partai. Untuk melihat dan menjelaskan mengapa petahana yang digadang-gadang akan menang namun justru mengalami kekalahan studi ini kan menggunakan teori-teori kolaborasi dari kerugian petahana (incumbency disadvantages) dan kutukan petahana (incumbency curse). Adapun kekalahan yang dialami oleh pasangan petahana di Lampung Muhammad Ridho Ficardo dan Bachtiar Basrie disebabkan oleh 2 faktor utama, Pertama yaitu tentang kinerja saat menjabat menjadi Gubernur. Kinerja yang cukup baik dan bisa dikatakan membanggakan nyata nya tidak mampu memberikan sebuah kemenangan kerena tidak diekspose sejak awal sehingga masyarakat kurang bisa mengetahuinya. Kedua adalah pergeseran sistem partai, Gerindra dan PAN adalah partai yang keluar masuk dalam koalisi Ridho yang membuat keadaan tersebut menjadi tidak kompak dan solid. Selain itu hal tersebut membuat dampak kurang solidnya kinerja dari tim kampanye serta relawan Ridho sehingga dalam memperkenalkan kinerja dan kebijakan yang ditawarkan oleh pasangan Ridho-Bachtiar tidak maksimal.

This study intends to examine incumbent candidates in regional elections (pilkada) in their second nominations in Lampung Province in 2018. The aim is to find out why incumbent candidate Muhammad Ridho Ficardo and Bachtiar Basri suffered defeat in the Lampung Pilkada in 2018 so they could not maintain their power.This research takes place in Lampung Province, while Lampung itself is an area where the incumbent is not able to maintain its power in the next period together with Riau and Maluku Provinces. However, only incumbents from Lampung who were predicted to win the contestation while other incumbents only had low electability under the challenger. In addition, the couple Muhammad Ridho Ficardo and Bachtiar Basrie who have good enough performance cannot be used as a potential for their second victory.Using qualitative methods and case studies, this research then focuses on the factors that influence the defeat of incumbent couple Muhammad Ridho Ficardo and Bachtiar Basrie. Then the focus of this research will look more about the incumbent's performance during his office, shifting party system. To see and explain why the incumbent who is staying digadang will win but instead experience the defeat of this study right using collaborative theories of incumbency disadvantages and incumbency curse.The defeat experienced by the incumbent couple in Lampung, Muhammad Ridho Ficardo and Bachtiar Basrie, was caused by 2 main factors, the first being performance when serving as Governor. The performance is quite good and can be said to be a real proud of not being able to give a victory because it was not exposed from the start so that people are less able to know. Second is a shift in the party system, Gerindra and PAN are parties that enter and exit the Ridho coalition which makes the situation less compact and solid. In addition, this made the impact of the lack of solid performance of the campaign team and Ridho volunteers so that in introducing the performance and policies offered by the Ridho-Bachtiar pair, it was not optimal.

Kata Kunci : Pilkada, petahana, kekalahan petahana, kinerja petahana, pergeseran sistem partai.

  1. S2-2019-419138-abstract.pdf.pdf  
  2. S2-2019-419138-bibliography.pdf.pdf  
  3. S2-2019-419138-tableofcontent.pdf.pdf  
  4. S2-2019-419138-title.pdf.pdf