PELESTARIAN LINGKUNGAN GLINTUNG GO GREEN KOTA MALANG BERDASARKAN PRAKTIK SOSIAL WARGA KAMPUNG
RATNA RIADHINI D, Subejo, SP., M.Sc., Ph.D ; Prof. Dr. Ir. Edhi Martono, M.Sc.
2019 | Tesis | MAGISTER PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNANKampung Glintung Go Green di Kota Malang adalah sebuah contoh keberhasilan perubahan kampung kumuh menjadi kampung hijau dan asri. Dalam periode 2012-2018 kampung ini menjadi rujukan bagi kampung lain, dinas pemerintahan, dan akademisi untuk belajar terkait praktik pelestarian lingkungan. Pelestariaan lingkungan di kampung Glintung dimulai dari gerakan penghijauan dengan kesepakatan bahwa setiap rumah wajib memiliki tanaman hijau sebagai syarat untuk memperoleh layanan administrasi kependudukan. Bagi warga yang tidak mampu membeli tanaman, maka pihak RW akan menyediakan tanaman dan yang bersangkutan berkewajiban merawatnya. Secara umum, tantangan berat dari kegiatan pelestarian lingkungan adalah rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya merawat, menjaga, dan melestarikan lingkungan. Sebagai kampung yang mulanya terkenal sebagai kampung kumuh, pembentukan pembiasaan baru yang lebih ramah lingkungan merupakan proses yang penting. Penelitian ini berusaha membedah pelestarian lingkungan berkelanjutan di Kampung Glintung Go Green terkait dengan habitus pelestarian lingkungan yang dimiliki oleh masyarakat Glintung. dengan menggunakan kaca mata persamaan praktik sosial Bourdieu yaitu (Habitus x Modal) + Arena = Praktik. Tujuan penelitian ini adalah menggali proses tumbuhnya habitus dan proses komunikasi dalam membentuk habitus pelestarian lingkungan warga kampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitus pelestarian lingkungan di Kampung Glintung Go Green pada awalnya tercipta oleh modal simbolik, oleh karena itu kesadaran lingkungan tidak dapat tumbuh pada semua warga. Modal ekonomi yang diperoleh atas keuntungan dari terbentuknya kampung wisata Glintung Go Green melemahkan habitus pelestarian lingkungan. Kemerosotan kegiatan pelestarian lingkungan oleh warga saat ini selain karena habitus baru terkait keberlanjutan pelestarian lingkungan kampung Glintung Go Green yang belum terbentuk, juga disebabkan oleh adanya kendala komunikasi antar warga. Pemilihan media komunikasi daring tidak sepenuhnya menjangkau seluruh warga karena penguasaan dan literasi media sosial belum menjadi habitus baru bagi warga setempat.
Glintung Go Green Village in Malang City is an example of the success of turning a slum into a green and beautiful village. In the period 2012-2018, this village became a reference for other villages, government agencies, and academics to learn about environmental conservation practices. Environmental preservation in Glintung village began with the greening movement with an agreement that every house must have green plants as a condition for population administration services. For residents who cannot afford to buy plants, the RW will provide the plants and those concerned are obliged to care for them. In general, a tough challenge of environmental conservation activities is low awareness of Indonesia will be the importance of caring for, maintaining, and preserving the environment. As a village that was originally known as a slum village, the establishment of a new environmentally friendly habituation is an important process. This research seeks to dissect sustainable environmental preservation in Glintung Go Green Village related to the environmental preservation habitus owned by the Glintung community. by using the glasses of Bourdieu's social practice equation, namely: (Habitus x Capital) + Arena = Practice. The purpose of this study is to explore the process of the growth of habitus and the communication process in escaping the dance of the villagers. This research uses a critical approach. The research method used is descriptive qualitative. The results showed that the habitus of environmental preservation in Kampung Glintung Go Green was created by symbolic capital, therefore environmental awareness cannot grow in all citizens. Economic capital gained from the benefits of the formation of the Glintung Go Green tourist village weakened the environment's conservation habits. The deterioration in environmental preservation activities by the residents at this time is not only due to the new habitus related to the sustainability of the preservation of the Glintung Go Green village that has not yet been formed, it is also caused by communication constraints between residents. The choice of online communication media does not fully reach all citizens because the mastery and literacy of social media has not become a new habitus for residents.
Kata Kunci : habitus, pelestarian lingkungan, Glintung Go Green, Bourdieu, teori praktik sosial