KERAGAMAN GENETIK CENDANA HASIL REPRODUKSI TIGA TIPE INDUK DI DESA PETIR, KECAMATAN RONGKOP, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Widya Ayu Pratiwi, Dr. Sapto Indrioko, S.Hut., M.P.; Dr. Yeni W. N.R., S.Hut., M.Sc.

2019 | Skripsi | S1 KEHUTANAN

Populasi cendana terus mengalami penurunan di habitat aslinya, sehingga keberadaan ras lahan baru di Gunung Sewu, termasuk Petir, dapat menjadi sumber yang menjanjikan untuk melestarikan cendana di masa mendatang. Sedikit berbeda dengan kondisi ras lahan lain di Gunung Sewu, cendana di Petir cenderung bereproduksi secara vegetatif dengan tunas (root suckers), yang muncul dari akar horizontal, terutama dalam kondisi tapak yang marjinal. Kondisi tegakan ini akan menyebabkan klonalitas. Cendana merupakan spesies tumbuhan yang cenderung melakukan kawin silang, maka kondisi ini akan meningkatkan tingkat selfing dalam populasi. Studi yang didekati dengan analisis genetik dengan penanda isoenzim ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik tiga tipe induk cendana dengan mengamati dan membandingkan beberapa parameter genetik seperti heterozigositas harapan (HE), heterozigositas teramati (HO), indeks fiksasi (FIS), dan koefisien variasi genetik total (GST), baik pada fase induk maupun pada fase anak. Kelompok ini terdiri dari (1) induk klon, terdiri dari beberapa induk yang berkelompok namun berasal dari perkembangbiakan vegetatif (root suckers) dan karena itu memiliki genotipe identik; (2) induk kelompok generatif, yaitu induk yang tumbuh berkelompok namun tidak berasal dari klon sehingga memiliki genotipe yang berbeda satu sama lain; dan (3) induk soliter, ketika pohon induk tunggal tumbuh secara terpisah dari sumber pollen lainnya. Hasil menunjukkan induk kelompok generatif memiliki keragaman genetik dan tingkat outcrossing yang lebih tinggi (HE 0,335; HO 0,417; FIS -0,242) dibandingkan dengan tipe induk soliter (HE 0,274; HO 0,259; FIS 0,053) maupun klon (HE 0,120; HO 0,100; FIS 0,167) pada fase induk. Pada fase anak, hasil reproduksi induk generatif juga memiliki keragaman genetik dan tingkat outcrossing yang lebih tinggi (HE 0,519; HO 0,689; FIS -0,327) dibandingkan dengan hasil reproduksi induk soliter (HE 0,371; HO 0,313; FIS 0,158) maupun klon (HE 0,345; HO 0,256; FIS 0,258). Induk klon dan soliter memiliki keragaman genetik yang lebih rendah dan cenderung lebih inbreeding. Keragaman genetik yang lebih tinggi pada generasi anak dibandingkan dengan induk menunjukkan bahwa aliran gen terjadi. Menurut nilai GST, perbedaan genetik antar tipe induk sebesar 18,35%, sedangkan pada fase anakan, perbedaan genetik pada tiap keturunan tiga tipe induk adalah sebesar 16,28%.

Sandalwood populations are experiencing rapid degradation in their original habitat, therefore the existence of new landraces in Gunung Sewu, including Petir, can be promising sources for conserving sandalwood in the future. A bit different compared to the other locations in Gunung Sewu, in Petir sandalwood is mainly reproduced vegetatively by root suckers, a sprouting emerged from the horizontal roots, particularly under marginal condition. This condition of stands can lead to clonality. Since sandalwood is high outbreeder, therefore this condition will increase selfing rate in population. This study, approached by isoenzyme analysis, was aimed to analyze the genetic diversity of the generative reproduction result of three different parent types of sandalwood by comparing the genetic parameters including expected heterozygosity (HE), observed heterozygosity (HO), fixation index (FIS), and total genetic variation coefficient (GST) at the parent level and the seedling level. The groups were derived into (1) single clone parents, consisted of several parents which were derived from the same source and therefore have identical genotypes; (2) generatively regenerated parent group; when parents have different genotypes; and (3) solitary parent; when single mother tree grew separately from other pollen sources. The result shows that the generatively regenerated parent group performed higher genetic diversity and outcrossing rate (HE 0.335; HO 0.417; FIS -0.242) in compared to both solitary (HE 0.274; HO 0.259; FIS 0.053) and single clone (HE 0.120; HO 0.100; FIS 0.167) parents. At the seedling level, the offsprings collected from the generatively regenerated parent group also performed higher genetic diversity and outcrossing rate (HE 0.519; HO 0.689; FIS -0.327) in compared to both solitary (HE 0.371; HO 0.313; FIS 0.158) and single clone (HE 0.345; HO 0.256; FIS 0.258) parents. The single clone and solitary types performed lower level of genetic diversity and tended to be more inbreeding. However, the higher level of genetic diversity of the younger generation in compared to their parents indicated that some gene flow occurred. According to the GST value, for the parent level, 18.35% of variations among parent types existed due to the genetic factor; while the seedling level performed 16.28% genetical differences among parent types.

Kata Kunci : keragaman genetik; sistem perkawinan; tipe induk; klonalitas;genetic diversity; mating system; parent types; clonality