Laporkan Masalah

KAJIAN METODE SEMI OTOMATIS HYDRO FLATTENING DIGITAL ELEVATION MODEL (DEM) MENGGUNAKAN DATA LiDAR

MUHAMMAD ADNAN YUSUF, Dr. Ir. Harintaka, S.T., M.T., IPM.

2019 | Tesis | MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA

Light Detection and Ranging (LiDAR) merupakan salah satu teknologi yang dapat menghasilkan akurasi tinggi dalam mengukur tinggi dipermukaan bumi. Dengan menggunakan teknologi LiDAR dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa objek dipermukaan bumi seperti ground, vegetasi atau bangunan, namun teknologi LiDAR mempunyai kelemahan yaitu sulit mendeteksi titik-titik di area perairan. Oleh karena itu kerapatan point cloud didaerah perairan termasuk kategori rendah, sehingga DEM yang diturunkan dari data LiDAR memiliki permukaan air yang tidak alami. Hydro-flattening adalah proses menciptakan DEM yang diturunkan dari data LiDAR dengan tujuan untuk membuat permukaan air sungai rata dan mengalir. Komponen penting dari pembuatan hydro flattening adalah breakline, untuk memperoleh breakline biasanya dilakukan digitasi manual on screen yang membutuhkan waktu cukup lama dan banyak melibatkan interpretasi manusia. Dalam tesis ini, metode semi-otomatis digunakan untuk mengekstraksi breakline dengan tujuan untuk meminimalkan interpretasi manusia, meningkatkan efisiensi waktu dan meningkatkan akurasi hydro-flattening. Data utama pada metode ini adalah point cloud LiDAR yang sudah terklasifkasi ground dan centerline sungai. Ada 7 langkah dalam metode semi otomatis ini yaitu langkah pertama persiapan data, menetukan panjang sungai yang akan diproses. Langkah kedua, Continous Bare Ground Surface (CBGS) dibuat dengan mencari elevasi terendah sepanjang sungai yang akan diproses. Pada langkah ketiga, membuat radius pencarian berbentuk lingkaran yang berpusat pada centreline sungai untuk mencari elevasi point cloud LiDAR paling rendah disetiap lingkaran, elevasi tersebut digunakan untuk membuat Virtual Water Surface (VWS). VWS ini perlu dilakukan revisi karena ketinggian minimum pada data LiDAR tidak selalu merupakan ketinggian permukaan air, VWS yang direvisi ini disebut dengan Base Virtual Water Surface (B-VWS). Langkah keempat dan kelima adalah ekstraksi breakline dan smoothing hasil esktraksi breakline, hasil ekstraksi dari metode semi otomatis ini belum sempurna sehingga dilakukan smoothing. Langkah keenam adalah konversi breakline 2D ke 3D, hasil breakline 2D dimasukkan ketinggian dari B-VWS sehingga menjadi breakline 3D yang dapat digunakan untuk menghasilkan Hydro-flattening DEM. Langkah ketujuh melakukan hydro flattening. Metode semi otomatis ini diterapkan pada 3 lokasi sungai yang berbeda-beda, dimana lokasi sungai 1 memiliki karakter sungai dengan kategori kecil dan digunakan untuk uji akurasi, lokasi sungai 2 memiliki karakter sungai yang bercabang, sedangkan lokasi sungai 3 mewakili bentuk sungai yang mempunyai lebar yang besar. Dari hasil metode semi otomatis menunjukkan bahwa metode ini mampu mengekstraksi breakline mendekati ke lokasi breakline yang sebenarnya, meskipun belum lebih baik dari breakline metode digitasi manual. Metode semi otomatis ini memiliki mean difference yang lebih besar yaitu 0,59 m, sedangkan metode digitasi manual memiliki mean difference 0,344 m.

Light and Ranging Detection (LiDAR) is one of the technology that produce high accuracy in measuring of height of the earth's surface. LiDAR technology can be used to detect several objects on the surface of the earth such as ground, vegetation or buildings. LiDAR technology has a weakness which is difficult to detect points in the water area. Therefore, the point cloud density in the water is in the low category, so the DEM derived from LiDAR data has an unnatural water surface. Hydro-flattening is the process of creating a DEM that is derived from LiDAR data aiming the river surface flatten and flowing. An important component of making hydro flattening is a breakline to obtain breakline usually by manually on screen digitized method which takes long period and involve human interpretation. In this thesis, a semi-automatic method is used to extract breakline aiming to minimize human interpretation, increasing time efficiency and increasing hydro-flattening accuracy. The main data in this process are classified LiDAR point cloud and centreline. There are 7 steps in this semi-automatic method. The first step is data preparation, determine the length of the river to be processed. Second step, Continuous Bare Ground Surface (CBGS) is created by finding and processing the lowest elevation along side the river. The third step, create a circular search radius that centered on the river's centreline to find the lowest LiDAR point cloud elevation in each circle, that elevation is used to create a Virtual Water Surface (VWS). VWS needs to be revised because the minimum height in LiDAR data is not always the water level, this revised VWS is called the Base Virtual Water Surface (B-VWS). The fourth and fifth step is breakline extraction and smoothing. The extraction results are not perfect therefore smoothing is needed. The fourth step, converting 2D to 3D breakline need height of B-VWS that can be used to produce Hydro-flattening DEM. The seventh step is the hydro flattening process. This semi-automatic method is applied to 3 different river locations, where the first river location is a small river that used for accuracy testing, the second river location has a branch, while the third river location represents a good river shape in applying this semi-automatic method. The results of the semi-automatic method indicate that this method is able to extract the breakline close to the actual breakline, semi-automatic method is not better than the breakline manual digitization method. This semi-automatic method has a larger mean difference of 0.59 m, whereas the manual digitization method has a mean difference of 0.344 m.

Kata Kunci : LiDAR, Hydro-Flattening, Breakline, Continous Bare Ground Surface, Virtual Water Surface

  1. S2-2019-419642-abstract.pdf  
  2. S2-2019-419642-bibliography.pdf  
  3. S2-2019-419642-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2019-419642-title.pdf