Laporkan Masalah

ANALISIS SPASIAL DAN HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI JAWA TIMUR

GHINA SALSABILA, Dr.Abdur Rofi, S.Si, M.Si

2019 | Skripsi | S1 GEOGRAFI LINGKUNGAN

Perceraian memiliki dampak negatif terhadap anak. Sejak tahun 2013, BKKBN menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara yang paling tinggi perceraiannnya se-Asia Pasifik dan Jawa Timur termasuk sebagai salah satu provinsi yang memiliki kasus perceraian yang paling banyak di Indonesia sejak tahun 2012-2016. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tren dan pola spasial tingkat perceraian di Jawa Timur tahun 2012-2017, mengetahui karakteristik penduduk yang bercerai, dan mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi dengan tingkat perceraian di Jawa Timur tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data publikasi dan data mentah Susenas 2017 dari Badan Pusat Statistik. Tren tingkat perceraian dianalisis secara deskriptif, sementara itu pola spasial dianalisis menggunakan peta klasifikasi dan indeks konsentrasi hoover. Karakteristik penduduk bercerai dianalisis secara deskriptif, dan hubungan faktor sosial ekonomi dianalisis dengan uji korelasi pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tren tingkat perceraian di Jawa Timur tahun 2012-2017 cenderung mengalami peningkatan dari 2,46% menjadi 2,91% atau naik sebesar 0.45%. Sementara itu, pola spasial dari tingkat perceraian di Jawa Timur semakin mengalami konsentrasi. Hal ini ditandai dari nilai indeks hoover yang mengalami peningkatan dan semakin besar yaitu dari 59,23 menjadi 67. Karakteristik dari pelaku perceraian di Jawa Timur menunjukkan bahwa mereka yang bercerai rata-rata menikah pada usia 22 tahun dengan adanya indikasi penikahan dini pada perempuan, mayoritas memiliki pendidikan rendah (SD kebawah), memiliki kegiatan utama bekerja dengan mayoritas di lapangan pekerjaan pertanian, perkebunan, dan perikanan dan rata-rata memiliki pengeluaran perkapita diatas garis kemiskinan (mampu secara ekonomi). Faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat perceraian di Jawa Timur adalah rata-rata lama sekolah dan persentase penduduk miskin. Perceraian memiliki hubungan positif lemah dengan rata-rata lama sekolah, dan memiliki hubungan negatif sedang dengan persentase penduduk miskin.

Divorce has a negative impact on children. Since 2013, BKKBN stated that Indonesia, including the most divorced countries in the Asia Pacific and East Java, is one of the most divorced provinces in Indonesia from 2012-2016. The purpose of this study was to analyze the trends and spatial patterns of divorce rates in East Java in 2012-2017, determine the characteristics of divorced residents, and find out the relationship between socio-economic factors and the level of divorce in East Java in 2017. This study uses secondary data in the form of publication and data raw Susenas 2017 from the Central Statistics Agency. Divorce level trends were analyzed descriptively, while spatial patterns were analyzed using classification maps and hoover concentration indexes. The characteristics of divorced population were analyzed descriptively, and the relationship of socio-economic factors was analyzed by Pearson correlation test. The results showed that the trend of divorce rates in East Java in 2012-2017 tended to increase from 2.46% to 2.91% or up by 0.45%. Meanwhile, the spatial pattern of divorce rates in East Java is increasingly experiencing concentration. This is indicated by the value of the hoover index which has increased and increased, from 59.23 to 67. The characteristics of divorce actors in East Java indicate that those who divorced on average get married at the age of 22 with indications of early marriage to women, the majority have low education (elementary and lower), have main activities working with the majority in agricultural, plantation and fisheries jobs and on average have per capita expenditure above the poverty line (economically capable). Socio-economic factors that have a significant relationship with the level of divorce in East Java are the average length of school and the percentage of poor people. Divorce has a weak positive relationship with the average length of school, and has a moderate negative relationship with the percentage of poor people.

Kata Kunci : Spasial, Perceraian, Pendidikan, Kemiskinan, Jawa Timur

  1. S1-2019-382314-abstract.pdf  
  2. S1-2019-382314-bibliography.pdf  
  3. S1-2019-382314-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2019-382314-title.pdf