Dinamika Pengendalian Diri terhadap Perasaan Jatuh Cinta pada Seminaris (Selibat sebagai Sublimasi Seksualitas)
SEDYAWATI HUTAMI, 1. Helly Prajitno Soetjipto, Drs., M.A.
2019 | Skripsi | S1 PSIKOLOGIManusia diciptakan dengan kebutuhan dasar, termasuk kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. Kebutuhan ini mendasari manusia untuk membangun relasi dengan orang lain, termasuk relasi romantis yang di dalamnya melibatkan proses munculnya perasaan jatuh cinta. Sebagai manusia biasa, seminaris juga memiliki kebutuhan untuk berelasi dan merasakan jatuh cinta. Namun, di samping itu, seminaris telah dipersiapkan untuk menghayati kaul selibat yang mengatur seminaris untuk tidak secara bebas menjalin relasi dan mengekspresikan cinta secara eksklusif pada seorang perempuan. Oleh karena itu, pengendalian diri dibutuhkan seminaris untuk dapat mengolah dan mengekspresikan perasaan jatuh cinta dalam kerangka seorang selibater. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk memahami dinamika pengendalian diri seminaris terhadap perasaan jatuh cinta. Wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data dari lima partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jatuh cinta dianggap sebagai hal yang wajar dialami oleh seminaris. Jatuh cinta tidak dimaknai sebagai momok, melainkan sebagai suatu pengalaman spiritual yang layak untuk diterima dan disyukuri. Berangkat dari pemahaman tersebut, kemudian cinta secara holistik menjadi daya yang menguatkan seminaris dalam melayani Allah dan sesama. Pengendalian diri seminaris terhadap perasaan jatuh cinta dipengaruhi adanya faktor internal dan faktor eksternal. Selain itu, dinamika pengendalian diri seminaris juga melibatkan aspek kognitif, sosial, dan spiritual.
Humans are naturally created with various basic needs, including the need of love and to be loved. These needs underlying human to establish relationship with others, including romantic relationship which involves the process of falling in love. As an ordinary human being, it is undeniable that seminarians can also fall in love as their fulfillment of affection. However, in seminary based education, seminarians are educated to be celibate which regulates seminarians to not to be free to have any romantic relationship and exclusively express their love towards a woman. This qualitative-phenomenological study aims to understand how seminarians control their self towards the feeling of falling in love. In depth interviews were used to collect the data from five participants. The results of the study show that falling in love is considered a natural thing experienced by seminarians. Falling in love is not interpreted as a scourge, but as a spiritual experience that is considered something worthy of being grateful and accepted. Departing from this understanding, then love is holistically a force that strengthens the seminarians in glorify God and serving others. Seminarians self-control of falling in love is influenced by internal factors and external factors. Moreover, the dynamics of seminary self-control also involve cognitive, social, and spiritual aspects.
Kata Kunci : Seminaris, Pengendalian Diri, Kaul Selibat, Jatuh Cinta