Kebijakan Amerika Serikat untuk Memberantas NIIS pada Masa Pemerintahan Donald Trump

Salma Zakiyah, Dr. Siti Muti'ah Setiawati, MA

2019 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Amerika Serikat pada pemerintahan Donald Trump memiliki kebijakan yang dikenal sebagai Iraq and Genocide Relief and Accountability Act of 2018. Kebijakan tersebut merupakan basis legal misi Amerika Serikat di Irak dan Suriah untuk tidak hanya menyediakan bantuan bagi korban genosida dan kejahatan kemanusiaan berbasis agama dan etnisitas, melainkan juga menuntut tanggung jawab dan persekusi kepada Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) sebagai pelaku kejahatan tersebut. Intensi Amerika untuk melakukan persekusi terhadap NIIS tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan pasukan militer Amerika ke wilayah Irak dan Suriah. Sementara itu, Donald Trump sebagai presiden yang meratifikasi kebijakan tersebut, secara kontinu mengungkapkan bahwa alih-alih bersikap konfrontatif dengan mengirimkan lebih banyak pasukan militer Amerika, Donald Trump memiliki intensi untuk menarik mundur pasukan militernya dari wilayah Timur Tengah. Keputusan untuk membentuk kebijakan yang sifatnya konfrontatif tersebut tentunya melewati berbagai pertimbangan termasuk mengenai seberapa besar ancaman yang dimiliki NIIS terhadap Amerika, serta seberapa besar kekuatan, baik ekonomi maupun militer, yang dimiliki Amerika untuk dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dalam pertimbangan tersebut, ditemukan bahwa terdapat banyak aktor selain Donald Trump yang pendapatnya turut diperhitungkan dalam membuat kebijakan yang konfrontatif tersebut.

This thesis aims to exhibit the reasoning on why the US action towards ISIS can be classified as a confrontation strategy. Under the presidency of Donald Trump, the United States of America has ratified a bill called Iraq and Genocide Relief and Accountability Act of 2018. That bill authorizes the US intention to provide relief for victims of genocide, crimes against humanity, and war crimes who are members of religious and ethnic minority groups in Iraq and Syria. This bill also authorizes the US mission to persecute and held Daesh or Islamic States of Iraq and Syria (ISIS) by sending the US military troops to the region. Meanwhile, President Trump, who was the one to put the bill in action, has continuously spoken out about his intention of not choosing the confrontation action towards issues in the Middle East. To choose a confrontation strategy for ones country's foreign policy, there are many aspects that has to be considered, such as estimating how big the opponents threats and calculating the US power, economy and military capabilities that can be used to implement the confrontation strategy. After the long considerations on both aspects, it is evident that to choose a confrontation foreign policy strategy there are many actors beside President Trump whose opinions are also being considered.

Kata Kunci : Amerika Serikat, Strategi Politik Luar Negeri, Foreign Policy Executives, terorisme, NIIS, Timur Tengah, power.