Dinamika politik dalam pemilihan umum era orde baru : 1971-1992
SWANTORO, Fransiscus Salesius, Dr. Riswandha Imawan
1996 | Tesis | S2 Ilmu PolitikTesis ini menggambarkan dan sekaligus mengkaji perihal dinamika politik dan pemilihan umum era Orde Baru 1971-1992. Berdasarkan kajian itu pertanyaan yang diajukan untuk sekaligus ingin dijawab meliputi dua hal_ Pertama, bagaimana menjelaakan dinamika politik di Indonesia selama Orde Baru. Kedua, ingin melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi naik turunnya perolehan suara bagi Organisasi Sosial-Politik peserta Pemilihan Umum dalam pemilu-pemilu Orde Baru, 1971-1992_ Dari topik itu, dinamika politik diartikan sebagai dinamika konflik dalam masyarakat, yang terjelma dalam partai politik, Ormas atau bahkan antar partai politik aeperti dekade 1950-an dan puncaknya tragedi berdarah tahun 1965_ Dapat pula dikatakan bahwa dinamika politik merupakan keseluruhan proses kehidupan politik untuk mempertinggi mutu keputuaan-keputuaan beraama aebagai bangsa. Sementara Pemilihan umum dapat diartikan sebagai dinamika partisipaai rakyat dalam menentukan pilihan politik terhadap kontestan peserta pemilu sebagai cerminan atas asas kedaulatan rakyat atau aebagai aarana demokraai guna membentuk aiatem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan batasan di ataa, kiranya dapat dipaatikan bahwa tidak ada negara di dunia yang tidak menetapkan pemilihan umum sebagai bagian dari program pembangunan politiknya_ Begitu pula tidak ada kekuatan politik tandingan yang ingin merebut kekuasaan suatu negara yang juga tidak menjanjikan auatu pemilu. Karena itu aetelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, pemerintah menetapkan bahwa, pemilu merupakan program yang harua dilakaanakan. Namun keinginan itu baru terlaksana setelah 10 tahun kemudian, yakni pada tallun 1955 _ Keinginan yang aama juga berlangsung setelah kelahiran Orde Baru tahun 1966. Melalui TAP /MPRS No_ XI /1966, antara lain memerintahkan agar pemilu dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1968. Tapi rencana tersebut baru terlaksana tiga tahun kemudian, pada tanggal 5 Juli 1971 aebagai pemilu pertama Orde Baru atau ked~a paaca kemerdekaan. Semenjak itu secara periodik pemilu dapat diaelenggarakan berdaaarkan aaaa langaung, umum, bebas dan rahaal..a, dan kini teraaa semakin melembaga. Pemilu yang diselenggarakan selama 1n1 aebenarnya lebih merupakan mobilisasi massa dan belum menunjukkan bentuk partisipasi rakyat. Bahkan masih dinilai belum demokratis atau maaih diselenggarakan dalam suasana yang kurang demokratiaf aeperti muncul berbagai kecurangan dan ketidak adilan, tekanan, teror dan intimidasi yang semuanya ditujukan untuk membantu kemenangan Golkar _ Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa pemilu selama 1n1 masih mengusik nurani yang mengharapkan tegaknya demokrasi dan kedaulatan rakyat yang sesuai dengan amanat Konstitusi 1945. Karena itu, tidak mengherankan jika Golkar selama lima pemilu terakhir ini selalu menang mutlak atau menjadi mayoritas tunggal. Kemenangan Golkar itu pada mulanya diawali dari kondisi psikologis pasca tragedi berdarah tahun 1965 yang ikut menentukan perkembangan politik Indonesia selanjutnya. Ditambah dengan pelaksanaan REPELITA {rencana Pembangunan lima tahun), popularitas dan dukungan terhadap presiden Soeharto, depolitisasi dan restrukturisaai politik, keterirakatan birokraai sipil dan ABRI terhadap Golkar, dukungan dana yang sangat beaar untuk Golkar, dukungan teknokrat, kelompok profeaional dan cendekiawan aerta alim-ulama dan artia-artia Ibukota, keaemuanya mengakibatkan lengkaplah kekuatan politik dan kemenangan Golkar selama pemilu-pemilu Orde Baru. Sementara parolahan auara PPP dalam pemilu 1977-1982 yang dinilai berhaail pasca fusi, antara lain terletak pada identifikasi partai Islam tarmaauk gambar Ka~bah dan wadah tunggal umat Islam, aemua itu mampu menjaring suara tradisional yang tertumpu pada Islam di Jawa dan luar Jawa. Sehingga, pertarungan yang muncul dalam dua pemilu itu adalah antara PPP dan Golkar. Sementara PDI sampai pemilu 1982~ maaih terperosok dalam konflik internal yang akut aehingga tidak mampu meraih suara lebih dari 30 kursi di DPR. Tetapi aemenjak pamilu 1987 dan 1992, PDI bagaikan menemukan kekuatan baru dengan mengidentifikasikan diri aebagai partainya wong cilik dan partainya anak muda alias parti metal, mampu meraih kemenangan 32 kursi di DPR-RI. Dengan demikian, pertarungan yang terjadi dalam dua pemilu 1987 dan 1992 sudah bergeaer, yakni bukan lagi antara PPP dan Golkar, melainkan antara Golkar dan PDI _ Pemenangnya adalah POI. Mengapa? Karena dalam pemilu 1992 POI mampu menambang 16 kursi di DPR, sementara Golkar turun 17 kurai dan PPP hanya naik 1 kursi di DPR. Selama kurun waktu lima pemilu Orde Baru (1971-1992), meski pemerintah telah berhasil menata atruktur politik, tetapi dinilai belum berhasil mengembangkan produk politik dan budaya politik yang demokratis seperti yang dicita-citakan oleh UUD 1945. Karena i tu, munculnya berbagai penilaian kri tis dan tuntutan maayarakat untuk mengembangkan sistem politik yang demokratia, termasuk penataan kembali atuktur politik paik di tingkat aupra maupun infra-struktur politik, dan tuntutan berbagai perubahan (termasuk penyempurnaan UU di bidang Politik) semua perlu ditanggapi aecara wajar dan proporsional. Karena sudah menjadi tugas pemerintah dan para penyelenggara negara untuk mengenali dan menangkap aaoara cermat berbagai bentuk perubahan y~g terjadi dalam masyarakat. Perubahan dan perkembangan itu akan ·menjadi maaukan, pertimbangan dan bahan kajian bagi perumusan kebijaksanaan publik. Dengan demikian, akan terpenuhi anjuran Preaiden Soeharto agar dinamika politik tidak menjadi hingar-bingar, mengingat dinamika politik adalah merupakan proses untuk mempertinggi mutu keputuaankeputusan beraama sebagai bangsa. Itulah substansi tesis berjudul Dinamika Politik dalam Pemilihan Umum Era Orde Baru: 1971-1992.
Kata Kunci : Ilmu Politik,Pemilu 1971,1992,Dinamika Politik