Laporkan Masalah

PENAFSIRAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA

RAMADHAN ADI HARYO HUTOMO, Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M.

2019 | Skripsi | S1 HUKUM

Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Undang-Undang Penodaan Agama) belum secara tegas dan jelas mengatur kriteria perbuatan yang memenuhi rumusan delik sebagai tindak pidana penistaan agama, sedangkan undang-undang tersebut kerap kali digunakan untuk memidana perbuatan individu atau kelompok yang merupakan ekspresi kebebasan beragama. Kondisi yang demikian menyebabkan perlunya dilakukan suatu penafsiran hukum terhadap tindak pidana penistaan agama dalam Undang-Undang Penodaan Agama dan bagaimana hubungannya dengan penjatuhan sanksi pidana. Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui perbuatan apa yang termasuk dalam tindak pidana penistaan agama, serta teori pemidanaan yang digunakan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penistaan agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif berdasarkan pada penelitian data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, buku, jurnal, dan teori-teori hukum terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana penistaan agama dalam Undang-Undang Penodaan Agama merupakan perbuatan-perbuatan yang meliputi penyalahgunaan dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, yang perbuatan-perbuatan tersebut disertai ancaman (sanksi) pidana. Masih ditemukan ketidakjelasan mengenai frasa, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama, dan, permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan, dalam Undang-Undang Penodaan Agama. Terkait teori pemidanaannya, Undang-Undang Penodaan Agama mengadopsi teori gabungan yang berarti di dalamnya mengatur pidana sebagai pembalasan dan pencegahan. Sanksi yang diancamkan adalah sanksi tindakan yang sifatnya administratif dan sanksi pidana berupa pidana penjara, yang mencerminkan Undang-Undang Penodaan Agama sebagai double track system.

Provisions under Act Number 1/PNPS of 1965 on the Prevention of Blasphemy and Abuse of Religions (Blasphemy Act) are not definite on determining the criteria of actions that fulfill the article elements of blasphemy, whereas the act often used to punish individual or collective action that is an expression of religious freedom. Such condition generates the needs to do a legal interpretation towards blasphemy on Blasphemy Act and the relation with criminal sanction. This Legal Research aims to perceive the actions that are qualified as blasphemy, and the punishment theories used on Blasphemy Act. The research method used is normative method based on secondary data, which studies various laws and regulations, court decisions, books, journals, and related legal theories. The conclusion of this research shows that blasphemy on Blasphemy Act comprises actions of blasphemy and abuse of religions believed by Indonesian people, which actions can be sanctioned. There are some vagueness on, such interpretations and activities deviate from religious principles, and, hostility, blasphemy, and abuse, phrases as provided on Blasphemy Act itself. Related to the punishment theories, Blasphemy Act adopts mixed theory, meaning the act regulates punishment as vengeance and prevention. The sanctions are administrative sanctions and criminal sanctions in the form of imprisonment, which show the Blasphemy Act has a double track system.

Kata Kunci : penafsiran hukum, penistaan agama, pemidanaan

  1. S1-2019-382574-abstract.pdf  
  2. S1-2019-382574-bibliography.pdf  
  3. S1-2019-382574-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2019-382574-title.pdf