RUANG 'PENGUATAN' KELOMPOK LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER (LGBT) DI KOTA MAKASSAR
DAMAIGA HATARI H, Prof. Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D
2019 | Tesis | MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAManusia dapat dibedakan berdasarkan biologis dan gender. Manusia secara biologis terbagi menjadi pria dan wanita yang dapat dilihat dari fisik atau cara berpikir. Sementara, gender merupakan pembedaan pria dan wanita berdasarkan peran, fungsi, status dan tanggungjawab sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya. Tujuan utama gender adalah kesetaraan dan keadilan dalam mengakses sumberdaya, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan mendapatkan manfaat yang adil dan setara. Salah satu yang menuntut kesetaraan gender di Kota Makassar adalah kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender). Kota Makassar merupakan satu-satunya kota metropolitan di Sulawesi Selatan dengan fasilitas yang lengkap, sehingga menjadikan kota ini sebagai salah satu kota yang diminati oleh kelompok LGBT. Melihat definisi ruang yang tertera pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang serta Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), LGBT seharusnya memiliki hak untuk melakukan aktivitasnya secara leluasa di ruang Kota Makassar. Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan diskriminasi terhadap kelompok LGBT yang dilakukan oleh pemerintah dan warga Kota Makassar, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya dengan aman dan nyaman, LGBT memiliki ruang "khusus" agar terhindar dari diskriminasi langsung oleh masyarakat dan pemerintah. Melalui metode induktif-kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep, wujud dan makna ruang bagi kelompok LGBT di Kota Makassar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (i) terdapat ruang "penguatan" yang digunakan LGBT untuk melakukan aktivitasnya; (ii) Ruang "penguatan" tersebut berwujud ruang maya dan ruang konkret dimana masing-masing ruang tersebut memiliki jejaringnya tersendiri yakni jejaring maya dan jejaring konkret untuk menghubungkan antar individu LGBT dengan LGBT lainnya baik didalam maupun diluar Kota Makassar; (iii) Ruang penguatan memiliki peran yang sangat penting bagi LGBT di Kota Makassar.
Human can be distinguished by biological and gender. Humans are biologically divided into men and women that can be seen from the physical or the way of thinking. Meanwhile, gender is a distinction between men and women based on role, function, status and responsibility as a result of social construct. The main purpose of gender is equality and fairness in accessing resources, participation in decision making and obtaining equitable benefits. LGBT is one of a group that claims gender equality in Makassar. Makassar is the only metropolitan city in South Sulawesi with complete facilities, making this city as one of the cities in demand by the LGBT group. By seeing the definition of space stated in Indonesia's state of law No. 26/2007 about spatial Planning and no. 39/1999 about Human Rights, LGBT should have the right to carry out activities freely in Makassar. However, the condition is inversely proportional to discrimination against LGBT groups conducted by the government and residents of the city of Makassar. Therefore, to meet their needs safely and comfortably, LGBT in Makassar have a "special" space to avoid discrimination by the society and the government. Through inductive-qualitative methods with a phenomenological approach, the study aims to find concepts, forms and meaning of space for LGBT groups in Makassar. The results of this study show that (i) there is a "reinforcement" space that LGBT use to carry out their activities; (ii) the "reinforcement" space is a virtual space and concrete spaces where each of the space has its own network of virtual networks and concrete networks to connect between LGBT individuals and other LGBT both inside and outside the city; (iii) The reinforcement space has a very important role for LGBT in Makassar.
Kata Kunci : ruang, lesbian, gay, biseksual, transgender