Post-9/11 Traumatic Paranoia As Reflected in Don Delillo's Falling Man
SITI KURNIATI RASAD, Achmad Munjid, M.A.,Ph.D
2019 | Tesis | MAGISTER PENGKAJIAN AMERIKASetelah menganalisis Falling Man menggunakan memori dan trauma sebagai kerangka teoretis, novel ini ternyata merupakan ekspresi artistik mendalam dari paranoia pasca-trauma yang terjadi pada individu dan masyarakat Amerika pada umumnya. Diskusi dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pengalaman individu trauma tragedi 9/11 berbeda dari satu orang ke orang lain. Sementara tokoh-tokoh lain melalui duka mereka dengan sukses sehingga mereka tidak lagi terbebani oleh ingatan akan tragedi itu, tokoh utama dalam novel itu menjadi pelayat abadi dan tanpa henti dihantui oleh ingatan traumatisnya karena penghindaran terus-menerus dari trauma. Duka abadinya tertanam dengan paranoia pasca-trauma karena pelariannya yang terus-menerus dari trauma melalui eksternalisasinya yang terus menerus atas trauma sehingga ia fokus pada ancaman eksternal dirinya dan menjadi paranoid. Di tingkat sosial, masyarakat Amerika juga berkabung terus menerus dan dihantui oleh paranoia pasca-trauma terus menerus. Eksklusifisme Amerika, perspektif orientalis yang bias tentang orient, dan dugaan perang semu yang berkepanjangan antara Islam dan Barat telah membingkai pengalaman kolektif dari trauma dalam narasi oposisi biner tentang perang baik versus perang jahat. Trauma kolektif langgeng dan membuat mereka menjadi lebih bersatu namun lebih eksklusif, terus-menerus mencurigai siapa pun sebagai teroris, menerapkan kebijakan anti-terorisme sampai batas mereka rela membiarkan kebebasan sipil mereka dilanggar, pecahnya Islamofobia dan kejahatan berlatar kebencian terhadap Muslim atau mereka yang terlihat seperti seorang Muslim, dan sentiment anti-gay dan kejahatan terhadap homoxual, serta pemaksaan demokrasi untuk diaplikasikan pada negara-negara lain dengan cara yang tidak demokratis.
After analyzing Falling Man using memory and trauma as the theoretical framework, this novel is found to be actually a profound artistic expression of post-traumatic paranoia happens to American individuals and society at large. The discussion in this study reveals that individual experience the trauma of 9/11 tragedy differs from one person to another. While other characters go through their mourning successfully that they are no longer burdened by the memory of the tragedy, the main character in the novel becomes perennial mourner and is ceaselessly haunted by his traumatic memory due to constant avoidance from his trauma. His perennial mourning is embedded with post-traumatic paranoia due to his constant escape from the trauma through his continuous externalization of his trauma that he focuses on the external threats and becomes a paranoiac. On societal level, American society is also perpetually mourning and is haunted by post-traumatic paranoia continuously. American exceptionalism, biased orientalist perspective about the orient, and alleged prolonged quasi war between Islam and the west have framed the collective experience of the trauma in binary opposite narrative of a good versus evil war. The collective trauma perpetuates that they become more united yet more exclusive, constantly suspect anyone to be a terrorist, apply counter terrorism policy to an extent that they are willingly let their civil liberties violated, the outbreak of Islamophobia and hate crimes against Muslim or those that look like a Muslim, and anti-gay sentiments and hate-crimes, and imposing democracy on other nations in an undemocratic ways.
Kata Kunci : ost-traumatic paranoia, trauma, memory, mourning.