Pengelolaan Kesehatan Reproduksi Pengungsi Pasca Gempa Di Kabupaten Lombok Timur

NURHIDAYATI, Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A.; Dr. Drs. Abdul Wahab, MPH.

2019 | Tesis | MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Latar Belakang: Adanya pelayanan kesehatan reproduksi bagi pengungsi dalam kondisi yang tidak seperti biasa pasca gempa di Kabupaten Lombok Timur perlu untuk dilihat. Apabila kondisi tidak sesuai standar terus terjadi maka kelompok ibu hamil dan menyusui serta bayi dan balita yang jumlahnya cukup banyak terancam kualitas kesehatan dan keselamatannya dan akan bisa berdampak pada peningkatan angka kematian ibu dan bayi. Tujuan: Menggambarkan pengelolaan kesehatan reproduksi pada ibu hamil, ibu bersalin/ibu nifas bayi baru lahir pada pengungsi korban bencana gempa di Kabupaten Lombok Timur. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Wawancara mendalam dilakukan terhadap 21 informan yang terdiri dari 6 stakeholder Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 4 pemberi layanan, 9 penerima layanan, dan 2 lintas sektoral. Data sekunder dan studi dokumen juga digunakan sebagai sumber data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah thematic analysis. Hasil: Sebagian besar informan belum pernah mendengar istilah PPAM; dan pengelolaan kesehatan reproduksi pengungsi pasca gempa belum teroganisisr dengan baik. Struktur organisasi pengelolaan kespro tingkat kabupaten, baik dalam masa tanggap darurat maupun fase rehabilitasi belum terbentuk. Namun, jenis kegiatan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan seperti bidan, perawat dan dokter dari puskesmas yang tidak terdampak tetap berjalan. Kegiatan tersebut adalah ANC, pertolongan persalinan, deteksi risiko tinggi, dan rujukan kasus. Pelayanan KB dan alat kontrasepsi serta kebutuhan tenda asmara tidak diberikan. Akibatnya, terjadi peningkatan kasus resti ibu dan neonatal, serta terjadi peningkatan bumil baru pada masa rehabilitasi. Penyediaan tenda kespro untuk pelayanan persalinan, ibu hamil dan maternitas tersedia atas kerja sama dengan organisasi luar negeri, namun hanya ada 1 untuk seluruh kabupaten. Selain fasilitas dan logistik serta sanitasi yang terbatas, petugas juga kurang peka terhadap kebutuhan dasar yang lain. Kesimpulan: Terjadi kesenjangan pelayanan yang diberikan dengan paket pelayanan awal minimum yang merupakan standar pelayanan kesehatan reproduksi pada saat krisis. Diperlukan persiapan pemerintah daerah melalui organisasi perangkat daerah terkait untuk segera menyusun disaster management plan pada semua tahap mulai dari rencana mitigasi, kontingensi, tanggap darurat maupun rehabilitasi yang komprehensif

Background: The existence of reproductive health services for refugees in unusual conditions after the earthquake in East Lombok Regency needs to be seen. If conditions do not meet the standards continue to occur, the group of pregnant and lactating mothers and infants and toddlers whose numbers are quite large are threatened by the quality of their health and safety and will have an impact on increasing maternal and infant Objective: To describe reproductive health management in pregnant women, maternal/ postpartum mothers, and newborns post earthquake disaster in East Lombok District. Research Methods: This research was a qualitative study with a case study design. In-depth interviews were conducted with 21 informants consist of 6 stakeholders from the East Lombok District Health Office, four health service providers, nine service recipients, and two cross-sectoral services. Secondary data and document studies are also used as data sources. Thematic analysis was undertaken Result: Most of the informants had never heard MISP; and management of post- earthquake refugee reproductive health had not been well organised. In district level, reproductive health management both in emergency respond periods and the rehabilitation phase had not yet been formed. However, the reproductive health service were still provided by health workers such as midwives, nurses and doctors from unaffected health centre. These activities we were ANC, childbirth bassistance, high risk detection, and referral of cases. Family planning services , contraceptives and the need for blue tents were not provided. As a result, there was an increase of high risk of mother and neonatal case, and an increase pregnant women K1 during the rehabilitation period. Provision of reproductive health tents for maternity and maternity services was available in collaboration with foreign organizations, but there was only one for the entire district. In addition to limited facilities and logistics and sanitation, officers were also less sensitive to other basic needs Conclusion: There was a service gap provided with a minimum initial service package which was a standard for reproductive health services in times of crisis. Preparation of the regional government is needed through the relevant regional device organization to immediately develop a disaster management plan at all stages starting from comprehensive mitigation, contingency, emergency response and rehabilitation plans.

Kata Kunci : kesehatan reproduksi, pasca bencana,pengelolaan, pengungsi, post-disaster, management, reproductive health, refugees, MISP