Penegakan Hukum Perbuatan Merambah Kawasan Hutan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
REH ALEMINA R S R S, Edward O.S. Hiariej
2019 | Tesis | MAGISTER HUKUM LITIGASIPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji penegakan hukum melalui penerapan hukum perbuatan merambah kawasan hutan yang diatur dalam Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang P3H, mengamati kendala-kendala dalam penegakan hukumnya serta menganalisis politik hukum perbuatan merambah kawasan hutan yang ideal di masa mendatang sebagai hukum yang dicita-citakan (ius constituendum). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris dan bersifat eksploratoris. Bahan penelitian dianalisis secara preskriptif dengan mencari kebenaran kualitatif. Lokasi penelitian di Direktorat Penegakan Hukum Pidana pada Direktorat Gakum Kementerian LHK dan beberapa Unit Pelaksana Teknis Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pengumpulan data dengan wawancara kepada narasumber dan responden. Kesimpulan penelitian ini ada dua yaitu, pertama, terdapat kekosongan hukum perbuatan merambah kawasan hutan yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Kehutanan, sejak dicabutnya sanksi pidana perbuatan tersebut oleh Undang-Undang P3H. Perbuatan merambah merupakan norma yang dilarang dalam Undang-Undang Kehutanan, namun telah kehilangan sifat melawan hukum formil sebagai perbuatan pidana karena sanksi pidana yang menjadi bagian dari elemen melawan hukum formil telah dicabut dan tidak berlaku. Terdapat beberapa kendala dalam penegakan hukum perbuatan merambah oleh PPNS KLHK. Kedua, Perlunya merevisi Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang P3H untuk menghidupkan kembali sanksi pidana perbuatan kawasan hutan yang disertai pengecualian penerapan sanksi pidana bagi masyarakat di sekitar hutan merambah hutan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perlunya mendefiniskan merambah dengan lebih jelas dan terperinci. Penerapan sanksi pidana ini ditujukan pada upaya internalisasi atau penegasan keberlakuan norma.
This study aims to examine whether law enforcement in terms of criminal law can be applied in handling cases of forest encroachment. In addition to analyzing the politics of the law of action reaching the ideal forest area in the future as an aspired law (ius constituendum). This research is normative-empirical legal research and is exploratory in nature. The research were prescriptively analysed to find qualitative truth. Research locations in the Directorate of Criminal Law Enforcement at the LHK Ministry of Law Enforcement Directorate and several Technical Implementation Units at the Sumatra and Kalimantan Security and Law Enforcement Centers. Data collection by interviewing informants and respondents. There are two conclusion of this research. The First is there is a legal vacuum in the act of penetrating forest area previously regulated by the forestry law, since revocation of criminal sanction by P3H law. Pervasive acts are norms that are prohibited in the Forestry Law, but have lost the form of being against the law as a criminal act because criminal sanctions that are part of the formal unlawful element have been revoked and are not valid. There are a number of obstacles in law enforcement actions that have been penetrated by PPNS KLHK. Secondly, The need to revise the Forestry Law and the P3H Law to revive criminal sanctions for forest area acts which are accompanied by the exception of the application of criminal sanctions for communities around the forest encroaching on forests only to fulfill their daily needs. The need to define penetrate with more clear and detailed. The application of criminal sanctions is aimed at efforts to internalize or affirm the validity of norms.
Kata Kunci : Undang-Undang Kehutanan,Undang-Undang P3H, penegakan hukum, merambah kawasan hutan