PENGATURAN DAN PELAKSANAAN SISTEM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus di PT. Serikat Putra Desa Bandar Petalangan Kabupaten Pelalawan Riau)

LUTHFIATUL M AR, Dr. Jur. Any Andjarwati, S.H., M.Jur

2019 | Tesis | MAGISTER KENOTARIATAN

Pasal 58 ayat (1) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, mewajibkan setiap perusahaan perkebunan untuk menyediakan sedikitnya 20% dari luas lahan perkebunan untuk kemitraan guna pembangunan kebun untuk masyarakat. Tesis ini mengkaji tentang pengaturan dan pelaksanaan sistem kemitraan usaha perkebunan berkaitan dengan kewajiban pembangunan kebun untuk masyarakat dan kendala yang dihadapi dalam pemenuhan kewajiban 20% untuk kemitraan usaha perkebunan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Pengaturan kemitraan usaha perkebunan sudah berkembang sejak adanya Kepres No. 11/1974 Replita II tentang PIR BUN, kemudian Inpres No. 1/1986 tentang Pembangunan Perkebunan Pola PIR-Trans, UU No. 18/2004 tentang Perkebunan, yang diganti dengan UU No. 39/2014 tentang Perkebunan. Pelaksanaan kemitraan usaha perkebunan belum terlaksana secara baik, karena masih ada perusahaan perkebunan yang belum memenuhi kewajiban memberikan 20% dari luas lahan perkebunannya. Kendala yang dihadapi antara lain; Pertama, pemerintah c.q Dinas Perkebunan tidak menjalankan peraturan sanksi Pasal 60 ayat (2) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan yang berupa denda, pemberhentian sementara dan pencabutan izin usaha perkebunan bagi perusahaan perkebunan yang belum memenuhi kewajibannya. Kedua, alasan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak masuk akal karena tidak adanya lahan perkebunan yang dapat diberikan untuk kemitraan, dan usulan perusahaan mengganti kewajibannya dengan menggunakan lahan perkebunan milik masyarakat untuk kemitraan, namun ditolak oleh masyarakat. Ketiga, masyarakat di sekitar areal perkebunan belum memiliki koperasi plasma yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan kemitraan, baik pada masa konstruksi pembangunan kebun, masa produksi, hingga pelunasan biaya pembangunan kebun. Keempat, kantor pertanahan kab. Pelalawan belum bisa memberikan sanksi sebagaimana Pasal 57 ayat (1) Permen ATR No 7/2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU, berupa denda dan pencabutan HGU sebelum jangka waktu perpanjangan HGU perusahaan.

Article 58 paragraph (1) Act No. 39 of 2014 regarding Plantation, obligated each plantation company to provide at least 20% of the plantation area for partnerships forcommunity plantations development. This thesis examined palm plantation business partnership system regulation and implementation related to the obligation to develop plantation for local community and the obstacles faced in the verge of fulfilling the 20% obligation for plantation business partnerships. The research method used was empirical juridical. The regulation of plantation business partnerships has developed since the Presidential Decree No. 11/1974 Replita II about PIR BUN, then President Instruction No. 1 of 1986 regarding Development of PIR-Trans Pattern Plantation, Act No. 18/2004 regarding Plantation, which was replaced by Act No. 39 of 2014 regarding Plantation. The implementation of the plantation business partnership has not been implemented properly, because there were still plantation companies that had not fulfilled the obligation to provide 20% of their plantation area. Constraints faced include; First, the government cq the Plantation Office did not implement the sanctions regulations of Article 60 paragraph (2) of Act No. 39 of 2014 regarding Plantation in the form of fines, temporary dismissal and revocation of plantation business licenses for plantation companies that had not fulfilled their obligations. Secondly, the reason for the oil palm plantation companies was unreasonable because there was no plantation land that could be provided for partnerships, and the company proposes to replace its obligations by community-owned plantation land for partnerships, but it was rejected by the community. Third, the community around the plantation area did not yet have a plasma cooperative that serves to assist the implementation of the partnership, both during the construction of the plantation, the production period, and the repayment of the cost of building the plantation. Fourth, land office district. Pelalawan had not been able to give sanctions as Article 57 paragraph (1) ATR ministry regulation No 7 of 2017 Regulation on the Arrangement and Procedure for Determining HGU, in the form of fines and revocation of HGU before the period of extension of the company's HGU.

Kata Kunci : Perkebunan, Kemitraan, Perusahaan Perkebunan