ANALISIS KONSUMSI BERAS UNTUK RUMAH TANGGA DI INDONESIA
Mohammad Bakir Ali, Prof. Dr. Ir. Sri Widodo, M.Sc
2002 | Disertasi | S3 Ilmu PertanianDisertasi ini menyajikan beberapa basil analisis tentang pola konsumsi beras di Indonesia, menggunakan data SUSENAS tahun 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk semua wilayah penelitian dan wilayah di mana beras secara historis merupakan sumber utama kalori, elastisitas pendapatan dari beras masih bernilai positif untuk rumah tangga dengan golongan pendapatan rendah dan menengah, tetapi bernilai negatif untuk rwnah tangga dengan golongan pendapatan tinggi dan rata-rata. Di lain pihak, untuk wilayah-wilayah yang secara historis beras bukan merupakan makanan pokok seperti Maluku dan Madura, elastisitas pendapatan beras bernilai positif untuk semua golongan pendapatan. Hal ini berarti bahwa untuk wilayah Maluku, Madura, dan wilayah-wilayah lain yang elastisitas pendapatannya positif, konsumsi beras masih akan meningkat dengan meningkatnya pendapatan rumah tangga. Komoditas terpenting sebagai pengganti beras untuk: rumah tangga dari golongan berpendapatan rendah dan menengah adalah ubi kayu dan makanan jadi yang bahan dasarnya terbuat dari tepung terigu, sedangkan makanan pelengkap beras adalah mencakup telur dan basil olahan kedelai seperti tahu, tempe, dan oncom. Untuk golongan yang berpendapatan tinggi, makanan pengganti beras sudah lebih bervariasi yang terdiri dari makanan jadi serta beberapa jenis makanan surnber protein nabati dan hewani. Di lain pihak, makanan pelengkap untuk golongan pendapatan terse but adalah a yam, beberapa jenis daging, dan hasil olahannya Hasil analisis ini juga secara statistis menerirna hipotesis partial adjustment dan adaptive expectation terhadap konsumsi beras di Indonesia Dua variabel lag, yaitu konsurnsi beras tahun 1993 dan jumlah anggota rumah tangga tahun 1993, berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi beras tahun 1996. Tingkat konsurnsi beras tertinggi untuk: wilayah desa dan kota pada tahun 1996 adalah 540.225 kalorilkapita/tahun, atau kira-kira setara dengan 150,06 kg beras per kapita per tahun. Konsumsi tertinggi itu terjadi pada tingkat pendapatan Rp 672.812,00 atau setara dengan US$.287,00 per kapita per tahun. Bila dilihat dari kebutuhan beras untuk: konsurnsi per kapita, maka kebijakan impor beras yang telah dilakukan antara 1991-1999 menghasilkan ekses suplai di pasar beras domestik. Berdasarkan simulasi yang dilakukan terhadap beberapa variabel, temyata variabel harga beras dapat memberikan pengaruh terhadap pola konsumsi beras masyarakat Indonesia. Kebijakan pasar bebas untuk beras memiliki beberapa pengaruh positif terhadap efisiensi pasar dan alokasi sumber daya domestik dalam produksi dan konsumsi beras. Namun, ada beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum kebijakan tersebut diambil, yaitu: 1) kondisi perdagangan beras yang tipis di pasar dunia, yaitu hanya sekitar 4 sampai 5 % dari produksi beras dunia, 2) kecenderungan pasar beras yang bersifat oligopoli, 3) Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar, merupakan net importir beras terbesar di dunia, 4) besamya fluktuasi harga beras dan nilai tukar rupiah, 5) belum berhasilnya usaha yang dirintis pemerintah dalam menuju diversifikasi konsumsi pangan penduduk.
Kata Kunci : pola konsumsi, beras, rumah tangga, komoditas