Laporkan Masalah

DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN DARI PERNIKAHAN USIA DINI DI INDONESIA ANALISIS INDONESIA FAMILY LIFE SURVEY TAHUN 2000 2007 2014

TRI WAHYUDI, Prof. dr. M. Hakimi SpOG(K), Ph.D.; Dr. dr. Mubasysyir, MA.; Prof. dr. Hari Kusnanto, SU. Dr. PH

2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Latar Belakang: Pernikahan usia dini (child marriage), adalah pernikahan yang dilakukan pada saat usia wanita kurang dari 18 tahun. Penyebab utama pernikahan usia dini, yaitu: kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, ketidakamanan dalam menghadapi perang dan konflik, tradisi dan agama. Beberapa penyebab lain pernikahan usia dini adalah masalah gender, nilai keperawanan dan rasa khawatir akan terjadinya aktivitas seksual sebelum menikah. Pada tahun 2017, secara nasional terdapat 81,9% puskesmas memiliki bidan melebihi jumlah standar yang ditetapkan, 4,23% puskesmas sudah cukup bidan, dan 13,9% puskesmas kekurangan bidan. Tujuan: Mengidentifikasi determinan sosial kesehatan yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini dan untuk mengetahui pengaruh keberadaan bidan di suatu daerah terhadap jumlah pernikahan usia dini. Metode: Tahap pertama adalah penelitian kuantitatif yaitu analitik observasional dengan menggunakan rancangan cross � sectional menggunakan data sekunder yang bersumber dari IFLS tahun 2000, 2007 dan 2014. Tahap kedua adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan sequential explanatory. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bondowoso dan Kota Yogyakarta. Data diperoleh dengan mengadakan focus group discussion dan indepth interview. Hasil : Sebanyak 2.815 wanita usia 10-17 tahun dari IFLS 2000, 2.650 wanita dari IFLS 2007 dan 2.321 wanita dari IFLS 2014. Persentase menikah dini masing-masing 3,5%, 3,2% dan 2,3%. Berdasar analisis bivariabel faktor yang berpengaruh terhadap pernikahan dini adalah umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal, keberadaan bidan di desa, jumlah bidan, keberadaan polindes, dan jumlah bed di polindes. Berdasarkan analisis multivariabel, pendidikan berpengaruh secara bermakna terhadap pernikahan usia dini pada IFLS 2000 dan 2007 dengan pendidikan terbanyak SD. Nilai AOR (adjusted odd ratio) pada IFLS 2000 untuk model 4 adalah 2,4 dan analisis multilevel 1,9, pada IFLS 2014 untuk model 4 nilai AOR 3,4 dan analisis multilevel 3,0. Jumlah bidan berpengaruh terhadap pernikahan usia dini dan bermakna secara statistik, jumlah bidan satu orang nilai OR 2,5 dan jumlah bidan dua orang atau lebih nilai OR 1,4, pada IFLS 2000, nilai AOR untuk model 4 adalah 2,5 dan pada analisis multilevel 2,4. Dari penelitian kualitatif : tradisi melakukan pinangan sampai sekarang masih terjadi terutama di daerah perdesaan yang menjadi salah satu pendorong pernikahan usia dini, dan kekhawatiran orangtua akan keperawanan anaknya, sehingga berpikir lebih baik menikah usia dini daripada melakukan hubungan di luar nikah yang akan menyebabkan malu bagi keluarga. Kesimpulan : Ada hubungan yang bermakna antara pernikahan usia dini dengan pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal (urban/rural). Ada hubungan yang bermakna antara jumlah bidan dan jumlah polindes dengan pernikahan usia dini. Kemiskinan, pendidikan yang rendah, kekhawatiran orangtua akan keperawanan anaknya / melakukan hubungan seksual di luar nikah, dan faktor tradisi yang masih berkembang di masyarakat merupakan hal yang mendorong terjadinya pernikahan usia dini.

Background: Early marriage (child marriage) is a marriage that takes place when the woman is less than 18 years old. The risk of pregnancy and childbirth is more common in adolescents than older age, this is related to both physical and psychological maturity, lack of antenatal care and unsafe labor. The main causes of early marriage are: poverty, low education levels, insecurity in the face of war and conflict, tradition and religion. Some other causes of early marriage are gender issues, virginity values and worry about premarital sex. In 2017, nationally there were 81.9% of Puskesmas having midwives exceeding the standard set, 4.23% of Puskesmas had enough midwives, and 13.9% of Puskesmas lacking midwives. Purpose: To Identify the social health determinants that led to early marriage and to determine the effect of the presence of midwives in an area on the number of early marriage. Methods: The first stage was quantitative research which was observational analytic using cross- sectional design uses secondary data sourced from IFLS in 2000, 2007 and 2014. The second phase is qualitative research with a sequential explanatory approach. The research was carried out in Bondowoso and Yogyakarta. Data were obtained by holding focus group discussions and indepth interviews. Results : As many as 2,815 women aged 10-17 years from IFLS 2000, 2,650 women from IFLS 2007 and 2,321 women from IFLS 2014. The percentage of early marriage was 3.5%, 3.2% and 2.3% respectively. From the bivariate analysis, factors that oppose early marriage were age, education, employment, religion, ethnicity, socio-economic, location of residence, increase in midwives in the village, number of midwives, need for polindes, and the number of beds in polindes. Based on multivariable analysis, education about the contribution to early marriage in IFLS 2000 and 2007 with the most elementary education. The adjusted odd ratio (AOR) value of IFLS 2000 for model 4 was 2.4 and multilevel 1.9 analysis, in 2014 IFLS for model 4 AOR 3.4 values and multilevel 3.0 analysis. The number of midwives influences early marriage and statistically significant. One midwife the OR 2.5 and the number of midwives are two or more OR 1.4, in the IFLS 2000, the AOR value for model 4 was 2.5 and in multilevel analysis was 2, 4. From qualitative research: the tradition of doing proposal until now still occurs mainly in rural areas. This has become one of the drivers of early marriage, parents concern about the virginity of their children, so that it is better to marry early than having a premarital sex which will shame the family. Conclusion: There is a significant relationship between early marriage with education, work, and residence (urban / rural). There was a significant relationship between the number of midwives and the number of polindes with early marriage. Poverty, low education, parents concerns about their childrens virginity / premarital sex, and traditional factors that were still developing in society were things that encourage early marriage.

Kata Kunci : determinan sosial kesehatan, pernikahan usia dini, analisis multilevel, IFLS 2000, 2007, 2014, social determinants of health, child marriage, multilevel analysis

  1. S3-2019-341345-abstract.pdf  
  2. S3-2019-341345-bibliography.pdf  
  3. S3-2019-341345-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2019-341345-title.pdf