Laporkan Masalah

Pertanggungjawaban Indonesia atas Pengakuan Bulan Sabit Merah Indonesia sebagai Badan Hukum yang telah melakukan Peniruan Lambang Bulan Sabit Merah

HENDRO VALENCE L, Dr. H. Jaka Triyana, S.H.,LL.M.,MA.

2019 | Tesis | MAGISTER ILMU HUKUM

Tesis ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kedudukan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) pasca dibentuknya UU No. 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui timbulnya pertanggungjawaban Indonesia secara internasional atas pengakuan BSMI sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang secara tidak langsung juga mengakui adanya penggunaan nama dan Lambang Bulan Sabit Merah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual dalam menjawab rumusan masalah penelitian ini. Data yang digunakan ialah data sekunder yang diperoleh dari hasil studi pustaka, dan didukung dengan wawancara. Setelah dikumpulkan, data-data tersebut disusun secara sistematis dan dianalisis dengan metode kualitatif. Adapun hasil dari analisis yang dilakukan ialah pertama, pasca disahkannya UU No. 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan, BSMI mempunyai kedudukan sebagai organisasi kemanusiaan biasa yang menjalankan kegiatannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia. Sederhananya, BSMI bukan merupakan Perhimpunan Nasional yang berkerja dalam kerangka Konvensi Jenewa 1949. Kedua, sehubungan dengan kesimpulan yang pertama dapat dikatakan bahwa BSMI tidak memiliki hak yang sah untuk menggunakan nama dan Lambang Bulan Sabit Merah. Dengan demikian, tindakan pengesahan BSMI sebagai badan hukum yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia secara tidak langsung telah mengakui penggunaan nama dan Lambang Bulan Sabit Merah. Hal ini dapat menimbulkan pertanggungjawaban Indonesia secara internasional karena Indonesia telah melanggar kewajiban Konvensi Jenewa 1949, secara khusus ketentuan yang mewajibkan negara peserta untuk mencegah adanya penyalahgunaan nama dan Lambang Kepalangmerahan.

This thesis was made with the aim of knowing the position of the Indonesian Red Crescent after the establishment of Law No. 1 of 2018 concerning Kepalangmerahan. In addition, it is also to explore the international responsibility of Indonesia for the recognition of Indonesian Red Crescent as a legal entity by the Minister of Law and Human Rights, which indirectly also recognizes the use of the name and symbol of the Red Crescent. This research is a normative legal research that uses the statutory and conceptual approach. The data used is secondary data, which is obtained from the results of literature studies, and supported by interviews. The collected data are arranged systematically and analyzed by qualitative methods. The results of the analysis carried out were first, after the establishment of Law No. 1 of 2018, Indonesian Red Crescent has a position as an ordinary humanitarian organization that carries out its activities based on the provisions of Indonesian legislation. Simply put, Indonesian Red Crescent is not a National Society that works within the framework of the Geneva Conventions of 1949. Second, in connection with the first conclusion it can be said that Indonesian Red Crescent does not have the legal right to use the name and symbol of the Red Crescent. Thus, the recognition of Indonesian Red Crescent as a legal entity by the Minister of Law and Human Rights has also indirectly recognized the use of the name and symbol of the Red Crescent. This could lead to Indonesian responsibility internationally because Indonesia had violated the obligations of the Geneva Conventions of 1949, specifically provisions that obliged participating countries to prevent misuse of name and Red Crescent Symbols.

Kata Kunci : pertanggungjawaban negara, Bulan Sabit Merah Indonesia, peniruan Lambang Kepalangmerahan

  1. S2-2019-417885-abstract.pdf  
  2. S2-2019-417885-bibliography.pdf  
  3. S2-2019-417885-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2019-417885-title.pdf