VARIASl PERTUMBUHAN TUNAS PADA KULTUR EMBRiO DARI BEBERAPA FAMILI HALFSIB Pinus merkusii

Prawindukasih Yogiswari, Mohammad Na’iem, W.W. Winarni

2002 | Skripsi | S1 KEHUTANAN

Kebutuhan bibit Pinus merkusii semakin meningkat seiring dengan kenaikan luas lahan terbuka dan kenaikan tingkat kebutuhan akan hasil produksinya. Produksi bibit dengan cara penyemaian biji dirasakan belum cukup terutama untuk kebutuhan bibit unggul, kultur jaringan kemudian menjadi salah satu alternatif. Kultur jaringan dengan metode kultur embrio relatif mudah dan cepat tumbuh karena kandungan nutrisinya tinggi dan kecil kemungkinan terkontaminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan antar seedlotifemWl halfsib, seecf/of/famili halfsib terbaik, dan konsentrasi Benzyl Amino Purine (BAP) yang terbaik untuk perbanyakan tunas. Lokasi penelitian di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Purwobinangun, Pakem, Yogyakarta. Pengunduhan buah dilakukan di RPH Baturaden, BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur. Penelitian ini dibagi dalam 2 tahap, perkecambahan dan perbanyakan tunas dari embrio 7 famili halfsib Pinus merkusii. Pada tahap pertama 48 embrio dikecambahkan pada media Quoivin dan Lepoivres (LP) tanpa zat pengatur tumbuh atau hormon. Pada tahap kedua (tahap perbanyakan), kecambah ditempatkan pada media LP dengan 5 perlakuan konsentrasi BAP, yaitu: 0, 2, 4, 6, dan 8 pM. Pada tahap pertama 50,63% embrio terkontaminasi dan 4,76% mati. Daya kecambah paling baik diperoleh dari seedlot 041A kemudian disusul seedlot 252 dan 023 .Nilai rata-rata tinggi tunas paling baik diperoleh dari seedlot 280 dan konsentrasi BAP 2 pM, sedangkan jumiah tunas terbaik diperoleh dari seedlot 059 dan konsentrasi BAP 5 pM. Semua perlakuan berbeda nyata pada taraf uji 0,05 kecuali bahwa tidak ada interaksi antara seedlot dan konsentrasi BAP pada perbanyakan tunas. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap panjang dan jumiah tunas saling berlawanan. Konsentrasi BAP 4 pM merupakan konsentrasi optimal untuk kedua parameter.

The demand for Pinus merkusii seed is increasing due to the increasing number of open areas and the need of its product. Tissue culture can be one alternative because plant production by seedling is not enough to fulfil the demand especially for plants with high quality. Tissue culture by embryo culture method is relatively simple and grows faster because of its high nutrition content and less chance to be contaminated. This research was carried out to study the growth difference among seedlot/ halfsib families, the best seedlot, and finest BAP concentration for shoot multiplication. This research was done at Tissue Culture Laboratory, Research and Development Center on Tree Biotechnology and improvement, Purwobinangun, Pakem, Yogyakarta. Cones were collected at RPH Baturaden BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur. The research was done in two stages: those are germination and multiplication of 7 halfsib families of Pinus merkusifs embryo. In the first stage, 48 embryos were germinated in LP media without growth regulator substance or hormone. In the second stage, germs were multiplied in LP media with 5 treatments of BAP concentration namely 0, 2, 4, 6, and 8 pM. In the first stage 50,63% of the embryos were contaminated while 4,76% of them died. Seedlot 041A had the best germination ability, followed by seedlot 252 and 023A. On average seedlot 280 and BAP 2M had the longest shoots while seedlot 059 and BAP 5M had the greatest number of shoots. All treatments were significant at 0,05%, but there was no interaction between seedlot and BAP concentration on shoot number. The effect of BAP concentration on shoot length and shoot number was reversed and 4 pM was the optimal concentration for both parameters.

Kata Kunci : Halfsib, kultur embrio, Pinus merkusii, pertumbuhan tunas