PENYELESAIAN KONFLIK WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN BATUBARA DI DALAM KAWASAN HUTAN ANTARA PERUSAHAAN DENGAN ANGGOTA MASYARAKAT DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MEDRIZON MASWAR, Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si.

2019 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyelesaian konflik wilayah kerja pertambangan batubara di dalam kawasan hutan melalui di luar pengadilan di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur, mulai sejak munculnya hal yang memicu konflik, berlangsungnya konflik, upaya-upaya perundingan, peranan konsiliator hingga berhentinya konflik. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang memperlancar dan menghambat proses penyelesaian konflik serta faktor yang mempengaruhi tingkat kelancaran dan hambatan penyelesaian konflik wilayah kerja pertambangan batubara sebagaimana dimaksud di atas berdasarkan hasil penyelesaian yang dicapai. Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris yang bertitik tolak dari data primer atau data dasar yang diperoleh dari anggota masyarakat yang mengklaim penguasaan tanah, saksi-saksi dari anggota masyarakat di sekitar lahan konflik, tim konsiliator kecamatan dan pekerja di pihak perusahaan yang bertugas menangani persoalan lahan melalui wawancara. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan metode deskriptif-analitis dan induktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa proses penyelesaian konflik melalui konsiliasi telah menunjukkan bahwa tidak harus suatu konflik diselesaikan melalui pengadilan. Para pihak dapat memilih penyelesaian konflik dengan cara damai, baik dengan melibatkan bantuan pihak ketiga ataupun tidak. Konsiliator berbeda dengan hakim yang memeriksa perkara perdata di dalam sidang pengadilan yang hingga saat ini masih berpatokan pada asas hakim pasif dalam Hukum Acara Perdata dalam menjatuhkan putusan bagi pihak yang bersengketa. Konsiliator dapat menekan para pihak yang berkonflik untuk menjalankan ide atau gagasan yang muncul dari konsiliator. Konsiliasi ini diadakan atas kesediaan para pihak untuk menyelesaikan konflik secara damai, maka semangat dan itikad baik di awal upaya penyelesaian melalui konsiliasi ini tentunya berbeda dengan para pihak yang menyelesaikan konflik mereka melalui pengadilan. Faktor semangat penyelesaian secara damai dan itikad baik itu yang kemudian dapat mempengaruhi hasil yang akan dicapai dalam penyelesaian konflik melalui penyelesaian di luar pengadilan.

This research is intended to analyze the process of settling the conflict of coal mining concession within the forest area through out of court mechanism in West Kutai District, East Kalimantan Province which is identified starting from the emergence of matter that triggered conflict, ongoing conflict, negotiation efforts, and the role of the conciliator until the cessation of conflict. In addition, this research is intended to determine the factors that facilitate and inhibit the process of conflict settlement as well as the factors that influence the level of smoothness and obstacles to setlling coal mining concession conflict as referred to above based on the results of the resolutions achieved. This type of research is empirical research starting from primary data or basic data obtained from community members who claimed land tenure, witnesses from community members around conflict areas, district conciliator team and company employee who assigned in handling land issues through interview. Furthermore, the gathered data were analyzed by descriptive-analytical and inductive methods. As the results of the research, it is concluded that the process of settling the conflict through conciliation had shown that there should not be a conflict settled through the court. The parties can choose a peaceful resolution much of the conflict, whether or not involving third parties. The conciliator is different from the judge who examines civil matters in a court session which up to now is still based on the principle of passive judges in the Civil Procedure Code in making decisions for the parties to the dispute. The conciliator can pressure the conflicting parties to carry out ideas or ideas that arise from the conciliator. This conciliation was held on the willingness of the parties to resolve the conflict peacefully, so the enthusiasm and good will at the beginning of the efforts to settle through conciliation is certainly different from the parties who resolve their conflict through the court. The spirit of the solution is peaceful and good faith which can then influence the result that will be achieved in settling conflict through alternative dispute resolution.

Kata Kunci : kawasan hutan, pertambangan batubara, konflik, konsiliasi, forest area, coal mining, conflict, conciliation