Soft Power Pemerintah Inggris dalam Kekerasan Seksual di Wilayah Konflik Melalui Kampanye Preventing Sexual Violence in Conflict Initiatives
ADITA DAMAYANTI, Dr. Diah Kusumaningrum, S.IP., M.A.
2018 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALKekerasan seksual di wilayah konflik merupakan isu yang sudah ada dalam sejarah peradaban manusia. Namun isu ini seakan terbutakan dari mata masyarakat global dengan minimnya pembahasan mengenai isu kekerasan seksual di wilayah konflik dalam perjanjian-perjanjian gencatan senjata, program-program pelucutan senjata dan bahkan dalam perjanjian damai. Meskipun kemudian melalui Hukum Internasional dan Hukum HAM Internasional perjanjian isu ini mulai dibahas kembali, namun budaya impunitas kemudian membuatnya menjadi isu yang tak kunjung padam selain kenyataan di lapangan dimana kekerasan seksual di wilayah konflik telah menjadi budaya bahkan dianggap sebagai product of war. Untuk mengatasi masalah kekerasan seksual di wilayah konflik maka diperlukan adanya kerjasama antar-negara dan kesatuan global sehingga budaya impunitas bisa dipotong hingga ke akarnya. Inggris kemudian melihat masih kurangnya kesatuan global dalam mengatasi isu kekerasan seksual di wilayah konflik sebagai jalan untuk mendapatkan kepentingannya melalui soft-power dengan mendominasi arena politik global melalui PBB selaku institusi antar-negara yang memiliki pengaruh dalam memastikan kerjasama dan ketertiban dunia. Hasilnya, kampanye Preventing Sexual Violence in Conflict (PSVI) bukan hanya menjadi kebijakan dalam satu periode waktu saja, namun terus berkembang dan mencakup lingkup yang lebih luas lagi selain memberantas budaya impunitas dan nilai-nilai kebijakan PSVI kemudian diangkat ke dalam ranah agenda politik dan kebijakan formal dalam PBB. Menggunakan kerangka soft-power, penelitian ini memaparkan bagaimana Inggris menggunakan soft-power yang dimilikinya dalam mengatasi isu kekerasan seksual di wilayah konflik melalui kampanye Preventing Sexual in Conflict Initiatives (PSVI).
Sexual violence in conflict areas is an issue that already exists in the history of human civilization. But this issue seemed to be blinded from the eyes of the global society with the lack of discussion on the issue of sexual violence in conflict areas in ceasefire agreements, disarmament programs even in peace agreements this issue was rarely discussed. Even though later through International Law and International Human Rights Law this issue began to be discussed again, but the culture of impunity then made it an inexhaustible issue in addition to the reality in the field where sexual violence in conflict areas has become a culture even considered a product of war. To overcome the problem of sexual violence in conflict areas, there is a need for inter-state cooperation and global unity so that a culture of impunity can be cut to its roots. United Kingdom Government then saw a lack of global unity in addressing the issue of sexual violence in conflict areas as a way to gain its interests through soft-power by dominating the global political arena through the United Nations as an inter-state institution that has influence in ensuring world cooperation and order. As a result, the PSVI campaign not only became a policy within a period of time, but continued to expand and cover a wider scope besides eradicating the culture of impunity and the values of the PSVI policy and then being elevated to the realm of formal political and policy agendas within the United Nations. Using the soft-power framework, this study describes how the UK uses its soft- power in overcoming the issue of sexual violence in conflict areas through the Preventing Sexual in Conflict Initiatives (PSVI) campaign.
Kata Kunci : Kekerasan seksual di wilayah konflik, soft-power, kebijakan luar negeri,Inggris, PSVI