Laporkan Masalah

Tingkat Kerentanan Kota Yogyakarta terhadap Perubahan Iklim

FADHILA NUR LATIFAH SANI, Ratna Eka Suminar, S.T., M.Sc.

2019 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Laporan terakhir IPCC tentang dampak pemanasan global di tahun 2018 menunjukkan adanya kenaikan temperatur sebesar ±1ºC dari masa sebelum revolusi industri. Hal ini menjadi bukti bahwa fenomena perubahan iklim merupakan salah satu tantangan yang dihadapi kota-kota di berbagai belahan bumi. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah dampak yang diterima oleh kota dapat berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi geografis hingga sosial budaya, sebagaimana yang terjadi di Kota Yogyakarta yang terkena Siklon Cempaka pada tahun 2017 yang lalu. Oleh karenanya, untuk dapat menyusun upaya adaptasi dan mitigasi, perlu untuk memahami faktor apa saja yang memengaruhi kerentanan kota dan bagaimana tingkat kerentanan kota terhadap perubahan iklim. Kerentanan kota terbentuk dari variabel keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif, yang memiliki indikatornya masing-masing. Uji statistik principal component analysis (PCA) dipilih untuk menghindari bias dalam menentukan indikator yang berpengaruh terhadap kerentanan, berikut bobot dari indikator tersebut. Penentuan tingkat kerentanan kota kemudian dihitung dari nilai masing-masing variabel yang kemudian hasilnya dilengkapi dengan hasil analisis kualitatif. Di Kota Yogyakarta, ditemukan bahwa terdapat enam indikator yang memengaruhi kerentanan kota, yaitu kejadian angin ribut, rasio jenis kelamin, persentase penyandang disabilitas, persentase penduduk dengan tingkat pendidikan rendah, keberadaan KATANA (Kelurahan Tangguh Bencana), serta persentase ruang terbuka hijau. Sementara itu, secara keseluruhan Kota Yogyakarta berada pada tingkat kerentanan sedang, dengan pengecualian tujuh kelurahan yang memiliki tingkat kerentanan rendah, dan tiga kelurahan yang memiliki tingkat kerentanan tinggi.

IPCC report on global warming in 2018 estimated that global temperature rise has reached approximately 1ºC above pre-industrial levels. This fact emphasizes the need to answer climate change issues in cities across the world. However, different cities face different climate change impacts due to various aspects such as geographic and socio-economic conditions. For example, Cempaka cyclone which hit Yogyakarta City in late 2017 caused heavy rains, floodings, and strong winds. Thus, in order to develop adaptation and mitigation strategies, cities need to understand what causes them to be vulnerable towards climate change, and how vulnerable their cities are. Vulnerability itself is a function of exposure, sensitivity and adaptive capacity. Each variable consists of different indicators. In order to develop a set of indicators with unbiased weights, Principal Component Analysis (PCA) is used in this research. The vulnerability level of the city then can be concluded from operasionalizing a mathematical function for the vulnerability index and complementing it with the result from qualitative analysis. There are six indicators for Yogyakarta City’s vulnerability on climate change, which are strong winds events, sex ratio, percent of people with disabilties, percent of low-educated people, KATANA (Kelurahan Tangguh Bencana), and percent of green open space. The result of climate change vulnerability assessment indicates that Yogyakarta city has mid-level vulnerability on climate change, except for seven kelurahan with low-level of vulnerability and three highly vulnerable kelurahan.

Kata Kunci : Perubahan Iklim, Kajian Kerentanan Kota, Principal Component Analysis, Mix Method Explanatory Design, Kota Yogyakarta.

  1. S1-2019-364293-abstract.pdf  
  2. S1-2019-364293-bibliography.pdf  
  3. S1-2019-364293-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2019-364293-title.pdf