Sifat Warna dan Kadar Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia spp) dari Hutan Rakyat di Yogyakarta
Oky Pramudya, Ganis Lukmandaru
2012 | Skripsi | S1 KEHUTANANKayu mahoni (Swietenia spp) merupakan salah satu jenis kayu yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan kayu di Indonesia karena pertumbuhaanya cepat dan potensinya banyak. Kayu mahoni hutan rakyat diketahui memiliki umur panen yang relatif muda dan khususnya di Yogyakarta, kayu mahoni hutan rakyat juga tumbuh tersebar di seluruh kabupaten dengan karakteristik yang berbeda. Sifat warna kayu merupakan salah satu faktor penentu harga jual kayu mahoni, sedangkan kadar ekstraktif merupakan salah satu sifat kimia yang berpengaruh pada warna dan sifat pengolahaan kayunya. Dilain pihak data sifat tersebut pada kayu sangatlah terbatas. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengukuran sifat warna dan kadar ekstraktif kayu mahoni dengan faktor tempat tumbuh dan posisi radial. Pohon diambil dari tiga tempat berbeda, yaitu dari Kali Bawang, Playen dan Cangkringan, yang berumur 11 – 14 tahun dengan 3 pohon setiap tempat sebagai ulangan. Sampel yang digunakan adalah disk dengan ketebalan 5 cm, yang diambil dari bagian pangkal. Penampang radial disk dibagi menjadi 3 bagian, yaitu gubal, teras luar dan teras dalam setelah itu diambil serbuk kayu. Sifat warna kayu diukur dengan spektrokolorimeter NF 333 yang menunjukkan beberapa skala warna yaitu sistem CIE (L*a*b*,L*C*ho, XYZ), sistem warna Munsell dan sistem kecerahaan ISO (W). Sedangkan, kadar ekstraktif diukur dengan ekstraksi menggunakan 3 pelarut secara berurutan yaitu eter, etanol, dan air panas. Kadar fenolat total dihitung dari ekstrak etanol dengan metode Folin-Ciolcalteu. Sifat warna, kisaran kecerahaan (L*), kemerahaan (a*), kekuningan (b*), kejenuhaan (C*), corak warna (ho), X, Y, Z, corak warna Munsell (H), kecerahaan Munsell (V), kejenuhaan Munsell (C) dan kecerahaan ISO (W) di kayu teras mahoni adalah 50-63, 14-18, 15-26, 21-32, 47-56, 21-35, 21-32, 10-26, 2-5, 5-6, 4-6 dan 8-20, secara berurutan. Sedangkan pada kayu gubal adalah 55-68, 10-15, 16-22, 19-26, 51-58, 26-41, 24-39, 16-31, 3-4, 5-7, 3-5 dan 13-27, secara berurutan. Arah radial dan tempat tumbuh berpengaruh secara nyata pada semua nilai warna kecuali corak warna semua sistem untuk arah radial sedangkan corak warna Munsell dipengaruhi tempat tumbuh. Adanya interaksi tinggi antara tempat tumbuh dengan arah radial diamati pada kekuningan (b*) dan corak warna (ho). Kayu mahoni Kali Bawang (Kulon Progo) memberikan warna lebih gelap dibanding tempat yang lain. Kemudian pada kadar ekstraktif terlarut eter (KEE), etanol (KEET), air panas (KEA), total (KET) dan fenolat (KFT) kayu mahoni berkisar antara 1-4%, 3-11%, 2-6%, 7-20% dan 9-42mg/gSAG, secara berurutan. Nilai KEET, KEA, KEA dan KFT dipengaruhi secara nyata oleh faktor tempat tumbuh. Korelasi terkuat antara warna dan ekstraktif gubal didapatkan pada nilai kecerahaan (W) dan nilai Z dengan KEET (r = 0,95), sedangkan pada kayu teras didapatkan pada nilai Z dengan KET (r = 0,67)
Mahagony (Swietenia spp.) wood is one of wood species to meet the wood demands in Indonesia as for its fast growing and many potentialities. Wood ground trees community forests is known to be harvested at a relatively young age. Particularly in Yogyakarta, community forests also are distributed in areas with different characteristics. Wood color properties is one factor to determine the price mahagony wood, further, extractive contents is one of chemical properties to determine the wood color. Therefore, research on color properties and extractive content mahagony wood related the growing site and radial position. Trees were collected from three different places (Kali Bawang, Playen and Cangkringan) with range from 11 – 14 years old by 3 trees every places as replicates. The samples used were disks with a thickness of 5 cm, taken from the base part. Radial cross section disk were divided into 3 parts (sapwood, outer heartwood, and inner heartwood) then converted into wood powder. The wood color properties measured with spectrocolorimeter NF 333 of some level points is CIE systems (L*a*b*, L*C*ho, XYZ), Munsell color and ISO brightness (W) system. The extractive content was measured with extract were used 3 solvents (eter, etanol and hot water) in successive extraction. Total fenolic content were measured in the etanol extract by folin-ciocalteu methods. Color properties, the values of lightness (L*), redness (a*), yellowness (b*), chroma (C*), hue (ho), X. Y, Z, hue Munsell (H), lightness Munsell (V), chroma Munsell (C) and ISO brightness (W) in mahagony heartwoods is 50–63, 14–18, 15-26, 21-32, 47-56, 21-35, 21-32, 10- 26, 2-5, 5-6, 4-6, and 5-20 respectivity. In the sapwood, the values are 55-68, 10-15, 16-22, 19- 26, 51-58, 26-41, 24-39, 16-31, 3-4, 5-7, 3-5 and 13-27, respectivity. The radial direction and growth direction significantly, affected as all color values except for chroma all system in the radial direction while chroma Munsell values significantly affected. Interaction between growth site and radial direction was significant in yellowness (b*) and hue (ho). Mahagony woods from Kali Bawang gives darker color than other places. Eter extractive content (EEC), etanol (ETEC), hot water (WEC), total (TEC) and fenolat (TFC) values mahoni were between 1-4%, 3-11%, 2- 6%, 7-20% and 9-42mg/g (GAE), respectivity. The values of ETEC, WEC, TEC and TFC is affected by growth site. The factor significant correlation was between color properties and extractive content in the sapwood of Yogyakarta is the value of lightness ISO (W) and Z with ETEC (r = 0,95), whereas in heartwood is observed between the Z value and TEC (r = 0,67).
Kata Kunci : Swietenia spp, hutan rakyat, sifat warna, kadar ekstraktif, tempat tumbuh