'Perempuan Dalam Linting Rokok' Ketidakadilan Gender dalam Hubungan Industrial di PT Djarum Kudus

Rosalina Woro Subektie, H Suharyanto, Drs., M.Si.

2019 | Skripsi | S1 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Fenomena industrialisasi yang mampu mendorong peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan ternyata tidak lantas menyelesaikan permasalahan kesejahteraan perempuan. Meski telah ada regulasi UU Ketenaga kerjaan, industrialisasi justru menciptakan ketidakadilan gender didalamnya. Bahkan di industri yang didominasi oleh tenaga kerja perempuan sekali pun. Pada penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan observasi langsung ini, mencoba menjelaskan kondisi ketidakadilan gender dalam hubungan industrial di PT Djarum Kudus Brak SKT Blolo. Penelitian ini menelaah kondisi hubungan industrial di PT Djarum Kudus Brak SKT Blolo untuk kemudian dianalisis menggunakan teori ketidakadilan gender yang dikemukaan oleh Mansour Fakih. Manifestasi ketidakadilan gender di PT Djarum Kudus Brak SKT Blolo akan dilihat dari empat hal; stereotipe,subordinasi, marginalisasi dan beban ganda. Melalui pengamatan langsung, ditemukan bahwa ada stereotipe yang diberikan kepada tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja perempuan terstereotipe; rajin, teliti, patuh dan murah. Sedangkan Tenaga kerja laki-laki mendapat stereotipe tidak mudah diatur, kurang teliti dan kuat. Stereotipe ini selanjutnya menciptakan subordinasi bagi tenaga kerja perempuan. Subordinasi ini meletakkan posisi tenaga kerja perempuan sebagai tenaga yang unskill sehingga hanya ditempatkan pada posisi yang tidak perlu banyak menggunakan otak dan tenaga. Kondisi tersebut selanjutnya memarginalkan tenaga kerja perempuan karena tenaga kerja perempuan kemudian ditempatkan pada pekerjaan dengan sistem gaji borongan. Hal tersebut kemudian menciptakan gap gaji antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki dimana tenaga kerja perempuan menerima gaji dibawah tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerj aperempuan juga mendapat beban ganda karena setelah harus menyelesaikan tugas produksi di pabrik, mereka juga harus menyelesaikan tugas domestiknya. Dari keempat kondisi tersebut peneliti manganggap marginalisasi tenaga kerja perempuan menjadi titik penting untuk diselesaikan mengingat posisi kerja tenaga kerja perempuan yang cukup vital namun digaji tidak sepadan. Peneliti merekomendasikan untuk menaikkan status gaji tenaga kerja perempuan dari tenaga kerja borangan ke tenaga kerja harian, sehingga tenaga kerja mendapat gaji sesuai dengan UMR Kabupaten Kudus.

The phenomenon of industrialization which has been expected to enhance the female labor force participation did not necessarily solve the welfare problem of women. Although there is a regulation on the Labor Law, evidently industrialization cause the practice of gender inequality. It occurs even in industries dominated by female workers. In this study that utilized direct observation of qualitative methods, the author is trying to explain the conditions of gender inequality in industrial relations at PT Djarum Kudus Brak SKT Blolo. This study examines the conditions of industrial relations at PT Djarum Kudus Brak SKT Blolo to then be analyzed using the theory of gender inequality that was provided by Mansour Fakih.The manifestation of gender injustice at PT Djarum Kudus Brak SK Blolo has illustrated from four regards; stereotype, subordination, marginalization and double burden. Through direct observation, stereotypes are given to female workers and male workers. Female workers are stereotyped; diligent, precise, obedient and inexpensive. Otherwise, the male workforce stereotyped as hard to control, inaccurate and robust. This stereotype shapes subordination for female workers. This subordination conceives the women labor as unskilled that is not necessarily use the brainpower and energy. This condition further marginalized the female workforce since the female workers placed in jobs with a piece rate salary system. This condition enacts a gap between female and male labor where the female receives wages below the male one. Workers also receive a double burden since they have to complete the production tasks at the factory, they also have to complete their domestic tasks. From the four conditions, the researchers considered the marginalization of female labor as an essential point to be resolved considering the work position of female workers who were imperative but paid incompatibly. The author recommends levelling the salary status of female workers from the contracted labor to the daily workforce so as the workforce earn the wage in compliance with the UMR of Kudus Regency.

Kata Kunci : Industrialisasi, gender, ketidakadilan gender, stereotipe, subordinasi, marginalisasi, beban ganda.