POLITIK HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA
HARIMAN SATRIA SAMANDI, Prof. Dr. Edward O.S. Hiariej, SH., M.Hum.; Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, SH., M.Hum
2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUMDisertasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan dan putusan pengadilan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang SDA serta merekomendasikan pokok-pokok pemikiran mengenai prospek pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang SDA di Indonesia. Disertasi ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga bahan penelitiannya terdiri atas data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data yang dicari adalah peraturan perundang-undangan di bidang SDA dan risalah pembahasannya serta putusan pengadilan. Cara memperoleh data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan studi dokumen. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Analisis data menggunakan metode kualitatif, sedangkan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Kesimpulan disertasi ini adalah pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang SDA terbagi dalam empat model, yakni: (1) tuntutan dan sanksi pidana pada pengurus. (2) tuntutan dan sanksi pidana kepada korporasi. (3) tuntutan dan sanksi pidana kepada korporasi dan/atau pengurusnya. (4) peraturan yang sama sekali tidak mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi. Putusan pengadilan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang SDA, terdiri atas: putusan PT KA, PT DEI, PT API dan PT NSP sasaran penuntutan adalah korporasi yang diwakili oleh direktur. Sedangkan dalam putusan PT NMR, yang dituntut adalah korporasi dan direktur. Ke depan, reformulasi pengaturan difokuskan pada: (1) seharusnya menggunakan nomenklatur korporasi (2) korporasi melakukan tindak pidana jika: perbuatan dilakukan oleh personil pengendali selaku pemilik manfaat korporasi, pelaku fungsional, pemberi perintah atau pemimpin dalam kegiatan. (3) pihak yang seharusnya dituntut adalah korporasi dan pengurusnya. (4) penilaian kesalahan korporasi: (a) korporasi diuntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari suatu tindak pidana. (b) tindak pidana dilakukan untuk kepentingan korporasi. (c) personil pengendali selaku pemilik manfaat korporasi terbukti mengarahkan atau mempengaruhi kebijakan korporasi yang akhirnya menjadi tindak pidana (d) pelaku fungsional membiarkan terjadinya tindak pidana. (5) sanksi pidana pada korporasi seharusnya meliputi: pidana pokok, berupa denda. Pidana tambahan seharusnya, berupa: (1) perampasan barang atau keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. (2) pembekuan aktifitas korporasi. (3) pemberian ganti rugi dan restitusi kepada korban. (4) pembubaran korporasi. (5) pengumuman putusan pengadilan. Sedangkan sanksi tindakan seharusnya, berupa: (1) perintah memulihkan pada keadaan semula atau perbaikan akibat tindak pidana. (2) kewajiban menyampaikan laporan secara berkala kepada pihak berwajib yang merinci langkah-langkah yang telah dilakukan oleh korporasi bertalian dengan pemberian sanksi kepada pengurus korporasi yang telah melakukan tindak pidana. (3) kewajiban menyediakan sistem pelatihan kerja kepada karyawan yang pekerjaannya memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan dan kehutanan. (4) kewajiban menyiapkan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran hutan atau lahan.
This dissertation aims to find out the arrangements and decisions of the court regarding corporate criminal liability in criminal acts in the natural resources field as well recommending points of thought regarding the prospect of regulating corporate criminal liability in criminal acts in the natural resources field in Indonesia. This dissertation is normative legal research, so the research material consists of secondary data which includes primary, secondary and tertiary legal materials. The data sought are laws and regulations in the natural resources field and minutes of discussion and court decisions. How to obtain data is done through library research and document studies. The approaches used in analyzing problems are the law approach, case approach, conceptual approach and comparative approach. Data analysis uses qualitative methods, while conclusions are done deductively. The conclusion of this dissertation is that the regulation of corporate criminal liability in criminal acts in the natural resources field is divided into four models, namely: (1) criminal charges and sanctions on agents. (2) criminal demands and sanctions on corporations. (3) criminal demands and sanctions on the corporation and/or its agents. (4) regulations which do not at all regulate corporate criminal liability. The court's decision regarding the corporate criminal liability in a criminal act in the natural resources field consisted of: the decision of PT KA, PT DEI, PT API and PT NSP, the target of the prosecution was the corporation represented by the director whereas in PT NMR's decision, what were demanded were a corporation and director. Going forward, reformulation of arrangements is focused on: (1) should use corporate nomenclature (2) the corporation commits a criminal act if: the act is carried out by the controlling personnel as the beneficial owner of the corporation, the functional actor, the instructor or leader in the activity. (3) the party that should be prosecuted is the corporation and its management. (4) corporate mistake should be assessed based on: (a) The corporation benefits both directly and indirectly from a criminal act. (b) criminal acts carried out for the benefit of the corporation. (c) the controlling personnel as the beneficial owner of the corporation are proven to direct or influence corporate policies which eventually become criminal acts (d) the functional perpetrators allow the occurrence of criminal acts. (5) criminal sanctions on corporations should include: principal penalties, in the form of fines. Additional crimes should be in the form of: (a) seizure of goods or profits obtained from a criminal act. (b) freezing of corporate activities. (c) giving compensation and restitution to victims. (d) dissolution of the corporation. (e) announcement of court decisions. Whereas sanctions for action should be in the form of: (1) the order to restore in its original state. (2) the obligation to submit a report periodically to the authorities on criminal justice detailing the steps taken by the corporation in connection with giving sanctions to the agents of the corporation that has committed a crime. (3) the obligation to provide job training systems to employees whose jobs have a high risk of environmental and forestry. (4) the obligation to prepare facilities and infrastructure to suppress forest or land fires.
Kata Kunci : Politik Hukum, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Tindak Pidana, Sumber Daya Alam