Pembatasan dan Pembedaan Hak Pilih dalam Mewujudkan Pemilihan Umum yang Adil dan Berintegritas
KHAIRUL FAHMI, Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M.; Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA.
2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUMUntuk menjaga agar pemilu terlaksana secara adil dan berintegritas, pembatasan dan pembedaan hak pilih merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan. Secara normatif, pembatasan hak pilih tidak bertentangan, bahkan diperbolehkan sesuai ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD Tahun 1945. Kebijakan hukum pembatasan dan pembedaan hak pilih telah diadopsi dalam semua undang-undang pemilu yang pernah berlaku dengan sejumlah perbedaan sesuai zaman masing-masing. Hanya saja, berbagai pembatasan yang ada mulai diperlonggar melalui proses pengujian undangundang. Dalam perjalanannya, pelonggaran syarat hak pilih tersebut dilakukan hampir tanpa batas, sehingga turut berdampak terhadap terciderainya penyelenggaraan pemilu yang adil dan berintegritas. Sehubungan dengan itu, penelitian ini hendak menjawab tiga permasalahan, yaitu : (1) Bagaimana pembatasan dan pembedaan hak pilih sebagai hak konstitusional warga negara diatur dalam undang-undang mengenai pemilihan umum? (2) Bagaimana pembatasan dan pembedaan hak pilih ditafsirkan dalam pengujian undangundang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi? (2) Bagaimana konstruksi pembatasan dan pembedaan hak pilih untuk mewujudkan pemilu yang adil dan integritas? Oleh karena masalah penelitian ini merupakan gejala normatif, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tersier dan didukung data wawancara sebagai konfirmasi atas bahan hukum yang ada. Analisis bahan hukum dilakukan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Penelitian ini berkesimpulan, pertama, pengaturan hak pilih dalam undangundang pemilu masih terjebak pada pembatasan dan pembedaan yang bersifat administratif. Lebih jauh, sekalipun terdapat perubahan karakter kebijakan hukum dari periode ke periode, namun pembentuk undang-undang lebih mengedepankan pertimbangan pragmatis. Pada saat yang sama, pengaturan hak pilih juga belum dibangun dalam sebuah desain yang jelas dan komprehensif. Kedua, untuk beberapa aspek, MK melalui putusan pengujian undang-undang telah berperan untuk menjaga agar berbagai pembatasan hak pilih tidak dilakukan secara berlebihan dan tidak proporsional. Hanya saja, MK dalam berbagai pertimbangannya lebih mengedepankan sisi perlindungan hak-hak individu dibanding filosofi pembatasan yang ditujukan untuk menjaga kualitas dan integritas pemilu. MK cenderung terjebak pada pertimbangan- pertimbangan formalnormatif semata, sehingga nilai dan moralitas yang hendak diayomi dari setiap kebijakan pembatasan hak pilih tidak terlindungi; Ketiga, konstruksi pengaturan hak pilih yang diajukan adalah : membuka ruang seluasnya bagi penggunaan hak memilih; memperketat ruang penggunaan hak dipilih, dan kesetaraan pembatasan dan proporsionalitas pembedaan.
In order to ensure the running of an election in fair and just manner, suffrage restriction and differentiation are viable instruments. Normatively, it is not in contrast, even allowed based on the provisions set in Article 28J Paragraph (2) of the 1945 Constitution. The policy for suffrage restriction and differentiation had been adopted in all Laws that had ever been in effect in Indonesia with numerous distinction among them based on the time of implementation. However, various existing restrictions have started to be slackened through judicial review process. In later development, the slackening on the requirements of suffrage was conducted nearly without limit, hence detrimentally affecting the running of a fair and integrity election. Accordingly, this research wishes to cope with three issues, i.e.: (1) How such restriction and differentiation of suffrage as citizen�s constitutional right are regulated in the laws on general election? (2) How are such restriction and differentiation interpreted in the judicial review on general election towards the 1945 Constitution by the Constitutional Court? (3) What is the ideal construction for suffrage restriction and differentiation in order to achieve just and integrity election? As the issues of the research are normative indications, this research shall also be a normative legal research. This research uses primary, secondary, and tertiary legal materials, and supported by interveiw data as confirmation to the existing legal materials. The analysis towards the legal materials are performed by means of statutory, historical, conceptual and comparative approaches The research concludes, first, the regulation over suffrage in election laws are still regulating merely on the restriction and differentiation that are administrative in nature. Further, despite the altering character of legal policies over time, lawmakers are still in their pragmatic considerations. At the same time, the regulation on suffrage have yet been designed as an obvious and comprehensive construction. Second, to certain aspects, The Constitutional Court, by means of its decision on judicial reviews has played its role to maintain that suffrage restriction performed is not excessive and improper. However, in its considerations, the Constitutional Court is more to the protection of individual rights instead of the philosophy behind suffrage restriction to maintain the quality and integrity election. The Constitutional Court tends to be trapped by mere formal-normative considerations which results in the absence of the values and moral ideally nurtured by suffrage restriction. Third, the proposed construction of suffrage restriction is: the space that is widely-opened for the use of rights to vote; the space that tightens the use of rights to be a candidate; and equality of the restriction and proportionate differentiation
Kata Kunci : pembatasan dan pembedaan, hak pilih, pemilu adil dan berintegritas.