Membangun Perdamaian di Tanah Mindanao: Perempuan Bangsamoro dalam Binadamai
Selma Theofany, Dr. Diah Kusumaningrum, S.IP., M.A.
2018 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALKonflik bersenjata secara horizontal dan vertikal yang melibatkan Bangsamoro terjadi di Mindanao. Kelompok pemberontakan Islam, di antaranya MNLF, MILF, dan kelompok lainnya muncul di dalam konflik ini. Beberapa upaya untuk menghentikan konflik dan menciptakan perdamaian dilakukan secara top-down maupun bottom-up. Akan tetapi, proses perdamaian yang dijalankan belum sepenuhnya melibatkan perempuan karena terdapat dominasi laki-laki. Padahal perempuan memiliki potensi memainkan peran kunci dalam proses perdamaian. Peran tersebut semakin signifikan ketika yang menjalankannya adalah perempuan Bangsamoro yang merupakan aktor kunci dalam konflik di Mindanao. Melihat potensi tersebut, pemerintah Filipina bersama aktor-aktor non-pemerintah mengadopsi UN Security Council Resolution 1325 on Women, Peace, and Security dan UNSCR 1820 ke dalam National Action Plan mengenai kekerasan seksual dalam konflik bersenjata sebagai komitmen untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam proses perdamaian di Mindanao. Dengan demikian, pendekatan bina damai di Mindanao berangsur terbuka bagi perempuan untuk berperan. Penelitian ini menunjukkan bahwa peran perempuan Bangsamoro memiliki keragaman tergantung cara, tingkat kepemimpinan, dan pendekatan yang digunakan.
A horizontal and vertical armed conflict which involves Bangsamoro has happened in Mindanao. Several Islamist rebel groups, such as MNLF, MILF, and the others have emerged in this conflict. Various means have conducted to terminate the conflict and construct the peace by means of the top-down or bottom-up mechanism. Nevertheless, the peace process which has conducted did not involve women because the process was dominated by men. Whereas women have potencies to take the pivotal role within the peace process. This role will be more significant if Bangsamoro women who are the pivotal actor in Mindanao conflict can take the role. Regarding these potencies, the Government of Philippine with several non-state actors adopted UN Security Council Resolution 1325 on Women, Peace, and Security and 1820 to the National Action Plan on sexual violence in armed conflict by way of their commitment encouraging women�s participation within the peace process in Mindanao. Therefore, the peace building approach in Mindanao is gradually open for women. This research argues that Bangsamoro women are diverse in their role and it is depend on their trajectories, level of leadership, and the approaches which are used.
Kata Kunci : Mindanao, Peacebuilding, Bangsamoro, Women