THE TEMBAYAT PILGRIMAGE AS SPIRITUAL MARKETPLACE: EXCHANGING THE SACRED, NEGOTIATING SPACES

M RIZAL ABDI, Dr. Gregory Vanderbilt

2018 | Tesis | MAGISTER AGAMA DAN LINTAS BUDAYA

Kemunculan kelas menengah di Indonesia mendorong hasrat komunitas Muslim untuk melakukan praktik ziarah yang lebih ringan, ringkas, tanpa harus kehilangan kesakralan. Hasrat tersebut melahirkan sektor layanan baru pariwisata yang bernama wisata ziarah. Berbeda dari para peziarah yang mencari berkah untuk mengatasi masalah keuangan dan duniawi mereka, sebagian besar peserta wisata melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka dengan cara yang nyaman. Berbagai agen pariwisata menawarkan paket wisata ziarah yang dirancang khusus untuk selera kelas menengah; terorganisasi dengan baik, nyaman dan bahkan mewah. Melalui keberadaan situs ziarah yang semacam ini, kita dapat melihat hubungan timbal balik antara pariwisata dan agama. Fenomena ini berkorelasi dengan gagasan pasar spiritual yang memahami praktik-praktik spiritual sebagai sebuah praktik yang dibentuk oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Di sisi lain, maraknya wisata ziarah secara tidak langsung berimplikasi pada batasan antara sakral dan sekuler serta etika di tempat suci. Berkaca dari isu tersebut, penelitian ini mengeksplorasi sebuah makam wali yang terletak di sebuah bukit bernama Tembayat, Jawa Tengah, Indonesia dalam konteks spiritualitas, pariwisata, dan praktik ekonomi melalui studi lapangan selama empat bulan dan wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan, para peziarah, dan pedagang di sekitar lokasi, penelitian. Pembahasan dimulai dengan menelisik centang perenang keberadaan wisata religius yang berakar dari ziarah lokal. Diskusi ini secara kritis meneroka dua hal: Pertama. bagaimana orang-orang mengkonsumsi secara timbal balik kesakralan sebuah situs; Kedua, bagaimana para aktor tersebut bernegosiasi secara praktik dan pengentahuan diantara kepentingan yang berkenlindan dalam sebuah ruang peziarahan. Eksplorasi lebih lanjut terhadap model negosiasi tersebut menggambarkan bagaimana tradisi ini tidak hanya dibentuk tetapi juga membentuk keadaan di sekitarnya. Selanjutnya, temuan ini meninjau kembali hubungan antara agama dan komodifikasi dengan menunjukkan peran penting komodifikasi agama dalam keberadaan agama di ruang publik sekaligus perubahan bentang keber-agama-an di Indonesia dan global.

With the rise of the middle class in Indonesia, the Muslim community demands lighter and less time-consuming pilgrimage practice without losing the sacredness of the site. The demand has led to a new religious service sector called pilgrimage tourism or wisata ziarah. The pilgrims of wisata ziarah are different from those who seek blessings in order to overcome their financial and other problems. Most of the pilgrim-tourists perform pilgrimage in order to fulfill their spiritual needs in convenient way. In fact, many tourism agencies already offer pilgrimage package tours specially tailored for middle-class tastes; well organized, comfortable and even luxurious. Within this framework, we can see mutual relationship between tourism and religion through pilgrimage site�s existence. Likewise, this phenomenon has similarities with the idea of the spiritual marketplace that understands spiritual practices or quests as shaped by forces of supply and demand. However, the blooming of this kind of local pilgrimage raises another issue on the boundaries between sacred and secular as well as the ethics of visiting sacred spaces. Investigating the practices of local pilgrimage to the tomb of a minor Javanese Muslim �saint� located on a hill called Tembayat, Central Java, Indonesia, as a spiritual marketplace responding to modernization and socio-political circumstances, this research examines the intersection among religion/spirituality, tourism, and economics practices. I conducted four months of fieldwork and in-depth interviews with the stake-holders, various types of pilgrim, and the merchant around the site. The thesis begins by examining the idea of religious tourism and spiritual marketplace in local pilgrimage. The discussion helps us to critically examine on how people both metaphorically and practically consume and exchange the sacredness of the site as well as negotiate their wide-range and various interests in limited space of pilgrimage site. The exploration around the model of negotiation in local pilgrimage gives further illustration how this local practice is shaped by, and also shapes, the state of affairs around it. Furthermore, the findings revisit the relation between religion and commodification by showing how commodification plays significant role in the emergence of religious presence in public as well as the rapidly changing religious landscape in Indonesia and globally.

Kata Kunci : Pilgrimage, Tourism, Ziarah Wali, Spiritual Marketplace, Tembayat