Laporkan Masalah

ANULASI DAN PERKAWINAN KEMBALI PASANGAN KATOLIK: SALING PENGARUH ANTARA HUKUM NEGARA DAN HUKUM AGAMA

HILDA CONSITA DWIKURNIA, NINIK DARMINI, S.H., M.Hum.

2018 | Skripsi | S1 HUKUM

Agama Katolik memandang perkawinan sebagai lembaga yang sangat penting, luhur dan suci (sacred). Kitab Hukum Kanonik (KHK), oleh karenanya, dengan sangat ketat mengatur tentang persyaratan dan prosedur perkawinan. KHK juga dengan sangat ketat mengatur tentang putusnya perkawinan. Hukum agama Katolik melarang perceraian sehingga KHK tidak mengatur sama sekali tentang perceraian. KHK mengatur putusnya perkawinan hanya melalui lembaga anulasi. Pengaturan anulasi dalam KHK sangat restriktif. Ketatnya pengaturan tentang anulasi terkait dengan hukum substantif (hukum materiil)-nya, terutama terkait dengan alasan-alasan pembenar yang dijadikan dasar untuk dikabulkannya anulasi, dan terkait dengan prosedur anulasi yang tidak mudah. Di Amerika Serikat, dengan berlakunya hukum perkawinan negara yang liberal, Gereja Katolik melakukan penyesuaian terhadap berlakunya KHK dengan melakukan penafsiran yang relatif longgar terhadap alasan yang menjadi dasar dikabulkannya anulasi, dan sedikit mempermudah prosedur pengurusan anulasi. Ketika perceraian sangat meluas dan berdampak negatif dalam masyarakat, kelompok-kelompok agama, termasuk agama Katolik, ikut mendorong negara untuk mulai merubah hukum perkawinannya dan berusaha mengembalikan nilai-nilai luhur perkawinan yang didasarkan atas nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam hukum perkawinan agama Kristiani. Di Indonesia, berkaitan dengan berlakunya hukum negara (khususnya ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUP), pihak Gereja Katolik dan Tribunal Gereja juga melakukan penyesuaian ketika menerapkan norma hukum agama dalam konteks perceraian (anulasi) dan perkawinan kembali pasangan Katolik, berupa penafsiran yang relatif longgar terhadap ketentuan anulasi, dan kelonggaran terhadap pasangan Katolik yang bercerai dan ingin menikah kembali dengan pasangan baru secara Katolik.

1. Agama Katolik memandang perkawinan sebagai lembaga yang sangat penting, luhur dan suci (sacred). Kitab Hukum Kanonik (KHK), oleh karenanya, dengan sangat ketat mengatur tentang persyaratan dan prosedur perkawinan. KHK juga dengan sangat ketat mengatur tentang putusnya perkawinan. Hukum agama Katolik melarang perceraian sehingga KHK tidak mengatur sama sekali tentang perceraian. KHK mengatur putusnya perkawinan hanya melalui lembaga anulasi. Pengaturan anulasi dalam KHK sangat restriktif. Ketatnya pengaturan tentang anulasi terkait dengan hukum substantif (hukum materiil)-nya, terutama terkait dengan alasan-alasan pembenar yang dijadikan dasar untuk dikabulkannya anulasi, dan terkait dengan prosedur anulasi yang tidak mudah. 2. Di Amerika Serikat, dengan berlakunya hukum perkawinan negara yang liberal, Gereja Katolik melakukan penyesuaian terhadap berlakunya KHK dengan melakukan penafsiran yang relatif longgar terhadap alasan yang menjadi dasar dikabulkannya anulasi, dan sedikit mempermudah prosedur pengurusan anulasi. Ketika perceraian sangat meluas dan berdampak negatif dalam masyarakat, kelompok-kelompok agama, termasuk agama Katolik, ikut mendorong negara untuk mulai merubah hukum perkawinannya dan berusaha mengembalikan nilai-nilai luhur perkawinan yang didasarkan atas nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam hukum perkawinan agama Kristiani. Di Indonesia, berkaitan dengan berlakunya hukum negara (khususnya ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUP), pihak Gereja Katolik dan Tribunal Gereja juga melakukan penyesuaian ketika menerapkan norma hukum agama dalam konteks perceraian (anulasi) dan perkawinan kembali pasangan Katolik, berupa penafsiran yang relatif longgar terhadap ketentuan anulasi, dan kelonggaran terhadap pasangan Katolik yang bercerai dan ingin menikah kembali dengan pasangan baru secara Katolik.

Kata Kunci : ANULASI, NEGARA, AGAMA, PERKAWINAN, KATOLIK

  1. S1-2018-328573-abstract.pdf  
  2. S1-2018-328573-bibliography.pdf  
  3. S1-2018-328573-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2018-328573-title.pdf