Laporkan Masalah

KELIMPAHAN JAMUR SELULOLITIK DAN BAKTERI TOTAL PADA BEBERAPA TEGAKAN DAN KEDALAMAN TANAH DI WANAGAMA I

DAHLIA UNTARI, Handojo Hadi Nurjanto, Haryono Supriyo

2011 | Skripsi | S1 KEHUTANAN

Hutan Wanagama I merupakan lahan yang kritis, lahan telah mengalami kerusakan fisik. Salah satu upaya rehabilitasi yang dilakukan adalah melalui pendekatan teknis yaitu pembuatan terassering dan penanaman vegetasi. Dengan adanya tegakan akan terbentuk kondisi lantai hutan yang berbeda yaitu tersedianya seresah. Seresah dan hewan yang mati di lantai hutan merupakan sumber energi bagi organisme tanah. Seresah dan hewan yang sudah mati merupakan sumber bahan organik yang akan menjadi humus apabila telah mengalami dekomposisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan jamur selulolitik dan bakteri total pada beberapa tegakan di Wanagama I dan mengetahui pengaruh kedalaman tanah pada berbagai tegakan di Wanagama I terhadap kelimpahan jamur selulolitik dan bakteri total. Pengambilan sampel dilakukan di 2 lokasi di Wanagama I Gunungkidul, yaitu Petak 5 untuk tegakan jati dan Petak 14 untuk tegakan mangium, gamal dan mahoni. Pada masing-masing lokasi dipilih 3 plot pengamatan secara acak dengan ukuran 1 x 1 meter. Pada setiap plot diambil sampel seresah, tanah kedalaman 0-5 cm, 10-15 cm dan 20-25 cm. Pengujian sampel dilakukan dengan menggunakan metode Plate Count untuk bakteri total di Laboratorium Fisiologi Pohon Fakultas Kehutanan UGM, metode Walkey dan Black untuk C-organik tanah, dan metode Kyeldahl untuk N total tanah. Pengujian C-organik tanah dan N total dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Hutan, Fakultas Kehutanan UGM. Hasil penelitian menujukkan bahwa kelimpahan jamur selulolitik dan bakteri total paling banyak pada tanah kedalaman 0-5 cm. Kelimpahan jamur selulolitik pada tanah kedalaman 0-5 cm paling banyak pada tegakan jati (1,685 x 104 cfu) dan paling sedikit pada tegakan mangium (9,85 x 103 cfu). Kelimpahan bakteri total pada kedalaman tanah 0-5 cm paling banyak pada tegakan gamal (1,15 x 106 cfu) dan paling sedikit pada tegakan mahoni (2,03 x 105 cfu). Tanah tegakan jati dan gamal mempunyai kelimpahan jamur selulolitik lebih besar daripada tegakan yang lainnya. Kelimpahan jamur selulolitik pada tegakan mangium di semua kedalaman tanah mempunyai kelimpahan yang tidak terlalu berbeda. Pada tegakan gamal kelimpahan bakteri total paling besar dibandingkan tegakan lain. Biomassa seresah terbesar pada tegakan mangium (13,35 ton/ha) dan terendah pada tegakan gamal (2,97 ton/ha). Nisbah C/N tanah pada kedalaman tanah 0-5, 10-15 cm dan 20-25 cm mengalami keadaan yang naik turun. Nisbah C/N pada seresah yang susah terdekomposisi cenderung turun pada perubahan dari litter ke fragmented sebaliknya pada seresah yang mudah terdekomposisi.

Wanagama I forest is a critical area, the land has suffered physical damage. One of the rehabilitation effort was done through a technical approach that was making terassering and planting trees. Tree stands will form different forest floor condition that is the availability of litter. Litter and dead animal in forest floor serve as source of energy for soil organisms. They are sources of organic material that will become humus when decomposed. This research aimed to find out the abundance of cellulolytic fungi and total bacteria in soil of different depth under several tree stands in Wanagama I. This research was conducted at the Wanagama I Forest Education, Laboratory of Tree Physiology and Forest Soil Science Laboratory, Faculty of Forestry, Gadjah Mada University. Samples of litter and soil (depth of 0-5 cm, 10- 15 cm and 20-25 cm) were taken from 3 plots sized 1 x 1 m established in 4 locations, namely under the stand of Swietenia macrophylla in compartment 5 and stand of Acacia mangium, Tectona grandis and Gliricidia sepium compartment 14 Wanagama I Forest Education. Cellulolytic fungi and total bacteria in the litter and soil samples were counted using Plate Count method in the Laboratory of Tree Physiology Faculty of Forestry, Gadjah Mada University. Soil organic carbon was analyzed using Walkey and Black method, and soil nitrogen using Kyeldahl method in Laboratory of Forest Soil Science, Faculty of Forestry, Result of this research Gadjah Mada University. showed that the abundance of cellulolytic fungi and total bacteria were generally the highest at 0-5 cm soil depth. Cellulolytic fungi abundance at 0-5 cm soil depth was the highest in stand of Tectona grandis (1.685 x 104 cfu) and the lowest in stand of Acacia mangium (9.85 x 103 cfu). Total bacteria abundance at 0-5 cm soil depth was the highest in stand of Gliricidia sepium (1.15 x 106 cfu) and the lowest in stand of Swietenia macrophylla (2.03 x 105 cfu). In the stands of Tectona grandis and Gliricidia sepium the abundance of cellulolytic fungi was greater than other stands. The abundance of cellulolytic fungi in stand of Acacia mangium in all depths of the soil did not differ. In the stand of Gliricidia sepium the abundance of total bacteria was greater than other stands. The largest litter biomass was found under Acacia mangium stand (13.35 tons/ha) and the lowest under stand of Gliricidia sepium (2.97 tons/ha). C/N ratio of the soil varied irrespective to the depth. C/N ratio of litter that difficult to decompose was greater in fragmented than in litter, and the contrary was true in the easily decomposed litter.

Kata Kunci : jamur selulolitik, bakteri, C-organik

  1. S1-2011-196711-abstract.pdf  
  2. S1-2011-196711-bibliography.pdf  
  3. S1-2011-196711-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2011-196711-title.pdf