PERSISTENSI JAMUR EKTOMIKORIZA DAN POTENSINYA UNTUK REHABILITASI DI HUTAN HUJAN TROPIKA SEKUNDER

MALIYANA ULFA, Dr. Ir. Eny Faridah, M.Sc., Dr. Su See Lee, Prof. Dr. Ir. Sumardi, M.For.Sc.

2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEHUTANAN

Regenerasi merupakan salah satu penentu keberhasilan rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder. Dipterokarpa sebagai tanaman dominan di hutan hujan tropika, regenerasinya tergantung pada simbiosis ektomikoriza. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan jamur ektomikoriza yang persisten pasca eksploitasi dan potensinya untuk rehabilitasi di hutan hujan tropika sekunder. Dengan pendekatan molekuler, keberadaan jamur ektomikoriza diketahui berdasarkan adanya ektomikoriza pada akar dan dalam tanah di daerah perakaran pohon inti dipterokarpa. Identifikasi molekuler jamur ektomikoriza menggunakan metode reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction-PCR). Pasangan primer spesifik ITS 1F-ITS 4B digunakan untuk memperkuat urutan dari ekstrak DNA. Identitas jamur ektomikoriza diperoleh dari pencocokan urutan DNA sampel terhadap database Genbank. Penelitian menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui perbedaan komposisi jamur ektomikoriza antara pohon dan semai, kekayaan jenis, pola asosiasi dan potensi asosiasi pada setiap tingkatan pertumbuhan. Analisis multivariat dan regresi digunakan untuk menguji kekayaan jenis, pola asosiasi dan potensi asosiasi, baik tingkat pohon maupun semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan hujan tropis sekunder masih mempunyai kemampuan beregenerasi secara alami didukung keberadaan jamur ektomikoriza. Keberadaannya ditemukan mempunyai keanekaragaman genetik yang tinggi, dengan jamur famili Thelephoraceae ditemukan dominan. Tomentella sp. ditemukan multi inang pada semai dan pohon, sedangkan Russula lepidicolor, Sebacina sp. dan jamur famili Thelephoraceae ditemukan multi inang antar semai yang berbeda jenis. Multi inang jamur ektomikoriza menunjukkan adanya jaringan mikoriza. Penelitian juga menemukan adanya simbion bebas berdasarkan keberadaan jamur ektomikoriza pada semai yang tidak menunjukkan hubungan dengan tanaman yang lain. Simbion bebas pada kadar bahan organik yang tinggi menunjukkan kemungkinan keberadaan jamur ektomikoriza yang bertahan sebagai saprofit fakultatif dengan cara mengeksploitasi karbon. Oleh karenanya, pohon inti dan bahan organik mempunyai peran penting mendukung keberadaan jamur ektomikoriza yang pasca penebangan. Spesifisitas dipterokarpa yang cenderung rendah menjadikan jenis-jenis dipterokarpa berpotensi digunakan sebagai tanaman rehabilitasi. Implikasi penelitian disertasi adalah upaya rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder dapat dilakukan dengan penanaman tanpa intervensi inokulasi jamur ektomikoriza pada jenis-jenis dipterokarpa yang dapat beradaptasi pada kondisi area terbuka. Penanaman selain dapat menstimulasi perkembangan jamur ektomikoriza, juga dapat meningkatkan bahan organik untuk mendukung perkembangan jamur ektomikoriza selanjutnya. Dengan demikian, rehabilitasi hutan hujan tropika sekunder dapat menghasilkan hutan yang prospektif dalam hal produktivitas dan kualitas produksi melalui pengelolaan yang efisien.

Regeneration is one of determiner of secondary tropical rainforest rehabilitation. Dipterocarps as dominant plant in tropical rainforest, its regeneration dependence on ectomycorrhizal symbioses. Therefore, this research this research has aimed to know the persistent of ectomycorrhizal fungi after exploitation and its potency for rehabilitation in secondary tropical rainforest. By using molecular approach, the existence of ectomycorrhizal fungi were known based on ectomycorrhizal on root and in soil of dipterocarps nuclues trees rooting. The molecular identifications of ectomycorrhizal fungi have been conducted with molecular using polymerase chain reaction (PCR) methods. Specific pair ITS 1F-ITS 4B was used to strengthen the sequence of DNA extracts. The identity of the ectomycorrhizal fungus was obtained from matching DNA sequences. This study used the quantitative method to know the difference of ectomycorrhizal fungi composition on tree and seedling, richness species, the tendency of association pattern and association potency of both growth levels. Multivariate analysis and regression were used in testing species richness, association pattern and association potency, both of tree and seedling of dipterocarps. The results research showed that secondary tropical rainforest still have natural regeneration ability supported by ectomycorrhizal fungi existence. These existence was found have high genetic diversity, whose species of Thelephoraceae family found dominant. Tomentella sp. was found able multi-host on seedlings and trees, meanwhile Russula lepidicolor, Sebacina sp., and fungi species of Thelephoraceae family were found multi-host in between different seedlings species. The multi-host showed mycorrhizal networks existing. The research also found free symbiont existence based on ectomycorrhizal fungi on seedlings whose not showed relation with other plant. Free symbionts on high organic matter showed probability of ectomycorrhizal fungi existence that survive as facultative saprophytic by absorp carbon directly from organic matter. Therefore, nucleus trees and organic matter have important role to support the existence of ectomycorrhizal fungi post-logging. The low tendency of specificity of dipterocarps makes it potential used as rehabilitation plants. The implication of dissertation research is that rehabilitation effort of secondary tropical rainforest can be conducted without inoculation intervention on dipterocarps species, which is adaptable with opened area condition. In addition to stimulate ectomycorrhizal fungi, planting dipterocarp may also increase organic matter to support next ectomycorrhizal fungi development. Hence, the rehabilitation of secondary tropical rainforests may improve forest productivity and quality through more efficient management.

Kata Kunci : dipterokarpa, jamur ektomikoriza, hutan hujan tropika sekunder, sistem silvikultur, studi molekuler, rehabilitasi