SITA ASET BERBASIS NILAI DAN PEMBUKTIAN DALAM PENGEMBALIAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

A. HERIMULYANTO, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum.; Prof. Dr. Edward OS. Hiariej, S.H., M.Hum.

2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUM

Salah satu tantangan atau kendala terberat sita aset untuk tujuan pengembalian aset adalah membuktikan hubungan atau kaitan antara aset dan tindak pidana korupsi, atau pembuktian bahwa suatu aset adalah hasil atau instrumen yang digunakan dalam tindak pidana korupsi. Terdapat konsep yang memungkinkan untuk mengatasi kesulitan tersebut, yaitu pendekatan sistem sita aset berbasis nilai (value-based system) sebagaimana telah dinyatakan dalam Pasal 31 UNCAC 2003, dan kemungkinan penerapan teori pembuktian selain "pembuktian berdasar undangundang secara negatif" (negatief wettelijk bewijstheorie), khusus untuk pembuktian harta benda atau kekayaan dalam pembalikan beban pembuktian. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu kendala-kendala sita aset dalam pengembalian aset tindak pidana korupsi, prospek sita aset berbasis nilai (valuebased system) serta pembuktiannya. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan, mengevaluasi, dan mencari jawaban pelaksanaan sita aset dan pembuktiannya dalam proses pengembalian aset serta kendalanya, serta memberikan preskripsi tentang prospek sita aset berbasis nilai dan formulasi pembuktiannya dalam pengembalian aset tindak pidana korupsi di Indonesia. Penelitian ini, berdasarkan ruang lingkup ilmu hukum yang dikaji, adalah penelitian hukum positif, dan berdasarkan sifat kebenaran hukum, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sedangkan mengenai cara mencari data, penelitian ini terutama dengan penelitian pustaka dan dilengkapi dengan penelitian lapangan. Hasil penelitian ini, secara singkat, yaitu: pertama, kendala sita aset terutama karena sulitnya pembuktian penyitaan yang berbasis properti (property-based system), aturan hukum acara pidana (KUHAP) khususnya penyitaan dan perampasan tidak ditujukan untuk kepentingan pengembalian aset dan tidak berbasis nilai (valuebased system) serta tidak menjangkau manfaat atau keuntungan yang diperoleh secara tidak langsung dari tindak pidana, aset tidak ditemukan, penjatuhan pidana tambahan uang pengganti tidak sepenuhnya diterapkan, kurang kerjasama antar lembaga untuk penelusuran aset, dan pengembalian aset belum menjadi prioritas penyidikan tindak pidana korupsi; kedua, sistem sita aset berbasis nilai lebih prospektif untuk pengembalian aset melalui penyitaan aset pengganti sejak penyidikan (pre-trial seizure or restraint of substitute assets), lebih mudah pembuktiannya, dan dapat menjangkau nilai manfaat atau keuntungan termasuk dari kenaikan nilai karena apresiasi aset, serta bersesuaian dengan pembuktian tindak pidana korupsi yang mengarah pada nilai kerugian keuangan negara ataupun nilai hasil tindak pidana korupsi; sedangkan formulasi pembuktian dalam penerapan sistem sita aset berbasis nilai (value-based system) adalah cukup dengan membuktikan nilai dari instrumen dan/atau hasil tindak pidana serta nilai dari aset pengganti, sementara teori pembuktiannya cukup dengan positief wetttelijk bewijstheorie untuk pembuktian kekayaan atau aset melalui pembalikan beban pembuktian (reversal the burden of proof ataupun shifting the burden of proof).

One of the biggest challenges or heaviest obstacles in a process of asset confiscation for the purpose of asset recovery is to prove the nexus or links between the asset and the corrupt offense, or proof that the asset is a proceeds or instrumentalities of corruption. There are possible concepts to overcome these obstacles, namely the value-based system approach as stated in Article 31 of UNCAC 2003, and the possibility of applying the theory of proof other than "negatief wettelijk bewijstheorie", specifically to prove the property in reversing or shifting the burden of proof. The problems in this research are the obstacles of assets confiscation in the asset recovery process, the prospect of applying the value-based system and its proof. Based on these problems, this study aims to describe, evaluate, and seek answers to the implementation of assets confiscation and proofs in the asset recovery process and obstacles of it, and provides prescriptions on the prospects of the value-based confiscation system and its proof in asset recovery of corruption in the future in Indonesia. Based on the scope of law studied, this research is a positive law research, while based on the nature of legal truth, this research is a qualitative research. Methods of finding the data in this research are literature studies and document studies and enriched with the practice of asset recovery efforts undertaken by investigators and prosecutors. Briefly, the results of this study are: first, the obstacles of asset confiscation are mainly due to the difficulty of proving property-based confiscation, the rules of criminal procedural law (KUHAP), especially seizure and forfeiture not intended for asset recovery and not value-based systems and not reaching benefits or advantages obtained indirectly from criminal acts, assets not found, money substitutes (as an additional punishment) not fully implemented, lack of inter-agency cooperation to trace assets, and assets recovery has not been a priority of corruption investigations; second, the value-based confiscation system is more prospective to be applied to recovery asset through seizure/restraint the substitute-assets since the investigation stage (pre-trial seizure or restraint of substitute assets), easier to proof, and can reach the value of benefits or advantages including increase in value due to asset appreciation, and correspond to the proving of corruption element that lead to the value of the loss of state finances or the value of the proceeds of corruption; while the proof formulation in the application of a value-based asset confiscation system is sufficient to prove the value of the instruments or the proceeds and the value of the substitute-asset, and it is sufficient based on posititief wettelijk bewijstheorie in proving property or assets through reversing the burden of proof or shifting the burden of proof.

Kata Kunci : sita aset berbasis nilai, pembuktian, pengembalian aset, tindak pidana korupsi, aset pengganti