Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Mengatasi Persoalan Resapan Air di Perkantoran Milik Pemerintah Kota Yogyakarta

ARIE NOVERIUS K. P., Diananta Pramitasari, S.T., M.Eng., Ph.D.; Ir. Didik Kristiadi, MLA., MAUD.

2018 | Tesis | MAGISTER ARSITEKTUR

Luas ruang terbuka hijau (RTH) yang dimiliki Kota Yogyakarta masih berada di bawah peraturan ataupun pedoman yang ada, sedangkan laju perubahan fungsi lahan sangat pesat dan luas kota terbatas sehingga semakin membuat kota menjadi kekurangan RTH. Selain itu, pembangunan dengan penutup lahan yang tidak bisa dilalui air juga membuat air tidak dapat terserap dengan baik. Di sisi lain, pemerintah memiliki area perkantoran yang tersebar di Kota Yogyakarta yang dapat menjadi salah satu pendukung penambahan luasan RTH dan tempat serapan air hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi luas lahan dan RTH perkantoran di Kota Yogyakarta; (2) mengidentifikasi peran RTH perkantoran dalam meresapkan air dan cara memperbesar peran tersebut; (3) memberikan rekomendasi arahan pengembangan RTH perkantoran sebagai daerah resapan air. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif analitik. Data didapatkan dari interpretasi citra satelit untuk membuat figure ground kemudian dihitung persentase ruang terbuka dan terbangun. Berdasarkan perhitungan tersebut, perkantoran yang ada diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yakni RTH kurang dari 10%, RTH antara 10%-20%, dan RTH antara 20%-30%. Setelah itu, dihitung debit limpasan dan debit serapan air hujan pada tiap tipe. Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan bahwa debit limpasan dari tiap tipe masih sangat tinggi yakni lebih dari 60% sehingga perlu dilakukan metode-metode tambahan agar air hujan dapat meresap lebih banyak. Simulasi dilakukan terhadap beberapa metode peresapan, yakni dengan melakukan perubahan RTH, lubang resapan biopori, sumur resapan, dan saluran ramah lingkungan. Berdasarkan perhitungan terhadap simulasi metode-metode tersebut, diberikan rekomendasi yang sesuai untuk setiap tipe perkantoran yang ada sehingga air dari tiap tipe perkantoran tersebut dapat terserap dengan maksimal.

The area of green spaces in Yogyakarta was still under the existing regulations or city guidelines, while the land function changes are very fast and the city area is limited. Thus increasingly makes the city a shortage of green spaces. In addition, the construction with a land cover that cannot be traversed by water also makes the water unable to be absorbed properly. On the other hand, the government has many offices scattered in the city of Yogyakarta and can be one of the supporting additions to green spaces and rainwater absorption area. The objectives of this study are: (1) to identify the area of offices and its green spaces, (2) to identify the role of green spaces in absorbing water and how to enlarge it; (3) to provide recommendations for the development of green spaces as a water absorption area. The method used in this study is quantitative analytical method. Data obtained from the interpretation of satellite images to make the figure ground then calculate the percentage of the open space and built area. Based on these calculations, the existing offices are classified into 3 types, namely offices with green space area less than 10%, offices with green space area between 10%-20%, and offices with green space area between 20%-30%. After that, the runoff discharge and rainwater absorption discharge were calculated for each type. These calculations showed that the runoff discharge of each type is still very high, i.e. more than 60%, so it is necessary to do additional methods so that rainwater can absorb more. The simulation was carried out on several infiltration methods, namely by making changes to green space area, biopore infiltration holes, infiltration wells, and eco-drainage. Based on the calculation of that simulation methods, some recommendations are given for each type of office so that the water can be absorbed to the maximum.

Kata Kunci : perkantoran pemerintah, resapan air, ruang terbuka hijau