EKONOMI POLITIK EKOWISATA DI LABUAN BAJO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT
DWI WIRATMI, Dr. Suharko, M.Si.
2018 | Tesis | MAGISTER SOSIOLOGIKepariwisataan global terus mengalami transformasi akibat globalisasi ekonomi, budaya, dan politik yang mengakibatkan permintaan terhadap destinasi wisata berkelanjutan terus meningkat., dan pendekatan ekowisata semakin banyak digunakan sebagai alat pembangunan di banyak negara berkembang. Wacana ekowisata diyakini mampu keberlanjutan sumberdaya lokal, sehingga kesejahteraan masyarakat lokal meningkat. Labuan Bajo dengan obyek wisata "primadona" Taman Nasional Komodo dikembangkan menjadi destinasi ekowisata internasional terus menarik banyak kepentingan lokal, nasional dan global sebagai penggerak utama pengembangannya. Akibatnya, Labuan Bajo tumbuh menjadi kawasan industri pariwisata modern yang cenderung memarginalkan masyarakat lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik ekowisata sebagai pisau analisis secara kritis untuk mengeksplorasi bagaimana relasi kekuasaan bekerja memarginalkan masyarakat lokal. Hasil penelitian : 1) Terjadi dominasi dan intervensi pemerintah pusat melalui kebijakan dan program pembangunan pariwisata yang memprioritaskan pertumbuhan industri pariwisata untuk meningkatkan penerimaan devisa negara dengan memprioritaskan pada kunjungan wisatawan mancanegara dan investor; 2) Pemerintah daerah tidak siap mengelola pembangunan ekowisatanya sendiri akibat dominasi pemerintah pusat dan sektor swasta; 3) Organisasi internasional dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan destinasi ekowisata dan bisnis pariwisata. Elit-elit lokal menjadi aktor penting untuk bernegosiasi dengan kekuasaan eksternal dan masyarakat lokal untuk memudahkan penguasaan dan kontrol akses sumberdaya lokal sebagai aset wisata dan manfaat pembangunan ekowisata. Akibatnya, masyarakat lokal dengan mudah kehilangan kuasa dan akses terhadap sumberdaya dan pekerjaan sebagai sumber matapencaharian maupun identitas budaya lokal. Kuasa politik dan kuasa juga bekerja melalui cara-cara simbolik : 1) Fetisisasi kekayaan alam dan budaya terutama Komodo sebagai identitas pariwisata Labuan Bajo, dikreasikan menjadi simbol kebanggaan dan aset ekonomi bagi pemerintah dan sektor swasta. Akibatnya, kepentingan masyarakat lokal dan obyek wisata lainnya dimarginalkan karena diangap tidak memberikan keuntungan ekonomi; 2) Estetisisasi kemiskinan dan nilai-nilai sosial budaya simbolis masyarakat lokal sebagai atraksi wisata otentik untuk tontonan wisatawan. Kesimpulan : dominasi dan kontrol kekuasaan global-nasional telah bernegosiasi dengan kuasa lokal termasuk elit lokal, tokoh adat, tokoh agama, dan pemandu wisata lokal melalui narasi ekowisata, investasi, peluang pekerjaan, dan kemajuan industri pariwisata hanya sebagai alat penguasaan sumberdaya alam dan budaya lokal yang memarginalkan masyarakat lokal secara sistematis dan terencana menggunakan ideologi pembangunan negara dan kuasa kapital global.
Global tourism continues to undergo transformation due to economic, cultural and political globalization which has resulted in increasing demand for sustainable tourism destinations, and an ecotourism is increasingly being used as a development tool in many developing countries. Ecotourism discourse is believed to be able to sustain local resource, so that the welfare of local communities increases. Labuan Bajo with "primadonna" tourism objects Komodo National Park was developed into an international ecotourism destination and continues to attract many local, national and global interests as the driving force of its development. As a result, Labuan bajo grew into a modern tourism industry that tends to marginalize local communities. This study uses a political economy approach to ecotourism as a critical analysis tool to explore how power relations work to marginalize local communities. Research results : 1) central government domination and intervention occurs through tourism development policies and programs that prioritize the growth of the tourism industry to increase foreign exchange revenue by prioritizing foreign tourist and investors; 2) Local governments are not ready to manage their own ecotourism development due to the dominance of the central government and the private sector; 3) International organization are involved in planning the management of ecotourism edstinations and tourism businesses. Local elits become important actors to negotiate with external powers and local communities to facilitate the control of access to local resources as tourism assets and the benefits of ecotourism development. As a result, local communities easily get lose power and access to resources and jobs as sources of livelihoods and local cultural identities. Political economi power also work through symbolic means : 1)Fetishizing natural and cultural resources, especially Komodo as a Labuan Bajo tourism identity, created as a symbol of pride and economic assets for the government and the private sector. As a result, the interests of local communities and other tourism objects are marginalized because they are considered not to provide economic benefits; 2) Estheticisation of poverty and symbolic sosial-cultural value of local communities as authentic tourist attractions fot the spectacle of tourists. Therefore, global-national domination and control of power have negotiated with local power including local elites, traditional leaders, religious leaders, and local tour guides through ecotourism narrative, investment, employment opportunities, and the advancement of the tourism industry only as a means of mastering local resources which marginalizes local communities systematically and planned using the ideology of state development and the power of global capital.
Kata Kunci : Ekowisata, Ekonomi Politik, Fetisisasi, Estetisisasi, Marginalisasi, Labuan Bajo, Manggarai Barat