ZINE SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL POLITIK (STUDI PADA TEROMPET RAKYAT ZINE)
FITRI NURKUMALASARI, Prof. Dr. Heru Nugroho
2018 | Tesis | MAGISTER SOSIOLOGIZine berasal dari kata fanzine yang merupakan singkatan dari fan magazine atau majalah, yang merupakan cerminan dari suatu bentuk jurnalisme amatir yang mandiri yang biasanya berisi gambar dan tulisan yang dibuat dengan mesin fotokopi. Dengan tidak meninggalkan nilai seni suatu karya, zine menjadi salah satu medium penyampai aspirasi, khususnya yang berisikan kritik sosial. Kegelisahan, kekecewaan, dan amarah dituangkan oleh para pembuat zine (zinester). Hal ini sejalan dengan estetika marxis yang mengatakan bahwa karya seni bisa sangat tergantung dari lingkungannya, baik dari isi maupun bentuk. Kasus alih fungsi lahan yang terjadi di Yogyakarta menjadi salah satu momentum bagi banyak seniman untuk berkontribusi dengan membuat karya yang menjadi konten dalam Terompet Rakyat zine. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perkembangan zine dan bagaimana kedudukan zine sehingga dapat dikatakan sebagai media alternatif. Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana zine direpresentasikan sebagai alat untuk menyampaikan kritik sosial dan juga sebagai alat perlawanan. Dengan menggunakan cara pandang cultural studies dengan pendekatan semiotika, penelitian ini hendak membaca simbol-simbol pada artwork atau gambar dalam Terompet Rakyat zine. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan studi pustaka maupun artikel dari media sosial yang dapat mendukung penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awalnya zine merupakan majalah self-publishing yang diproduksi oleh fans dari berbagai budaya spesifik seperti fiksi, film, musik, pengarang, musisi, dan bintang film pada akhir tahun 1920. Di Indonesia sendiri zine mulai digunakan sebagai medium kritik sosial sekitar tahun 1998, dimana zinester yang tergabung dalam kelompok Taring Padi membuat Terompet Rakyat zine untuk mengajak pembacanya melawan kekejaman rezim saat itu, untuk terus menuntut keadilan. Beragamnya bentuk zine dan cara penyebarannya dimanfaatkan sebagai medium kritik dengan harapan isu yang diangkat dapat sampai kepada masyarakat ataupun pembacanya. Seperti halnya isu pengalih fungsian lahan menjadi berbagai bangunan seperti mall, hotel, apartemen, maupun perumahan elit yang kian marak terjadi di Yogyakarta, menjadi salah satu isu yang sering muncul dalam beberapa edisi Terompet Rakyat zine. Artwork yang ditampilkan dalam zine memuat kritik sosial karena digunakan sebagai alat perlawanan untuk melawan dominasi maupun hegemoni atas pengalih fungsian lahan yang massif namun minim kontrol dari masyarakat sehingga degradasi lingkungan, ancaman kedaulatan pangan serta dampak sosial dan psikologis menjadi ancaman yang nyata bagi warga terdampak.
Zine comes from the word fanzine which is an abbreviation of fan magazine or magazine, which is a reflection of amateur journalism, it is commonly a small circulation self-published work of original or appropriated texts and images usually reproduced via photocopier. By not leaving the artistic value of artwork, zine become one of medium to shows aspiration, especially that contain of social ciriticism. Restlessness, disappoinment, and anger are shown by the zine maker (zinester). It is in line with Marxist aesthetics which is say that work of art can be highly dependent on the environment, both in content and form. The case of land conversion that occurred in Yogyakarta became one of the moment for the artist to contribute by making artwork that became content in Terompet Rakyat zine. This research is intended to explain the expansion of zine and the position of zine so it can be said as an alternative media. This research also want to shows how zine can be represented as a tool for conveying social critism and as a tool of resistance too. Analyzed using cultural studies perspective with semiotic approach, this research want to read the symbols on the artwork in Terompet Rakyat zine. Data collection techniques done with documentations and literature review and also articel from social media that can support the research. The result showed that at the first time zine is a self-published magazine which is produced by fans from a variety of specific cultures such as fiction, film, music, authors, musicians, and movie stars in the last of 1920. On 1998, zine began as medium of social critism in Indonesia, and the zinester that incorporated with Taring padi made Terompet Rakyat zine to persuade the readers to against the atrocities of the regime at that time, to continue to demand justice. The various form of zine and how it use as a social critism media in hope that the raised issues can be delivered to the public or the readers. Just like the land conversion issues into various buildings such as malls, hotels, apartments, real estate that increasingly prevalent in Yogyakarta, become one of the issue that often appear in several edition of Terompet Rakyat zine. Artwork that presented in the zine, contains social criticism because it is used as a tool of resistance to against the domination and hegemony over the massive land conversion but there is only minimal control from the society, so the environmental degradation, food sovereignty threats and social and psychological impacts become a real threat to the affected citizens.
Kata Kunci : Zine,praktik representasi,kritik sosial,perlawanan/Zine,representational practices,social criticism,resistance