PEMAHAMAN PENYANDANG TUNARUNGU TERHADAP TEKS TULIS: SEBUAH STUDI KASUS PADA SISWA SMPLB-B YRTRW SURAKARTA
LILIK UNTARI, Dr Suhandano, M.A.; Prof. Dr. Amitya Kumara, M.S.
2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORAKetunarunguan adalah kondisi yang terjadi pada seseorang yang mengalami kekurangan dalam pendengaran. Sebagian besar penyandang tunarungu terlahir dalam keluarga berpendengaran normal yang tidak memiliki pengetahuan pengasuhan terhadap penyandang tunarungu dengan tepat. Seringkali mereka terlambat mendapat intervensi bahasa. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi perkembangan bahasa para penyandang tunarungu tersebut. Banyak penelitian yang menemukan bahwa penyandang tunarungu memiliki kemampuan literasi yang rendah. Sebagian besar penelitian menggarisbawahi pentingnya bahasa isyarat bagi perkembangan kemampuan berbahasa penyandang tunarungu. Namun masih sedikit kajian yang dilakukan terhadap kemampuan kebahasan penyandang tunarungu yang diekspos dengan bahasa lisan sejak kecil. Secara umum, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah pemahaman penyandang tunarungu terhadap teks narasi. Secara lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1) menjelaskan pemahaman penyandang tunarungu terhadap aspek kebahasaan dalam teks narasi yang direpresentasikan dari alur cerita; struktur kalimat; dan pilihan kata; 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemahaman penyandang tunarungu terhadap teks tulis; dan 3) mengungkapkan model teks yang dapat membantu pemahaman penyandang tunarungu, khususnya siswa tunarungu tingkat sekolah menengah pertama. Penelitian ini adalah sebuah studi kasus yang dilakukan di SMPLB YRTRW Surakarta. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. metode kualitatif digunakan untuk membangun dan menentukan pertanyaan dalam instrument kuantitatif, dan untuk memastikan bahwa instrument tersebut menanyakan dan mengukur indikator yang relevan dengan pertanyaan penelitian. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis data non-kontekstual yang diperoleh dari tes, yakni dengan menggunakan statistik deskriptif sederhana. Setelah hasil tes/survey kuantitatif terkumpul dilakukan analisis statistik. Data statistik ini berupa data skor tes pemahaman yang dihitung dengan mempertimbangkan bobot soal berdasar kategori dalam taksonomi Barrett dan diklasifikasi menjadi kategori berdasarkan standar stanfive. Tujuan dilakukannya analisi kuantitatif ini adalah untuk menemukan variasi, kecenderungan, dan pola yang kemudian dijelaskan dan dieksplorasi lebih lanjut melalui metode kualitatif. Sementara data mengenai struktur kualitatif digunakan untuk menganalisis struktur pemahaman anak tunarungu, faktor yang mempengaruhi pemahaman penyandang tunarungu, dan model penyederhanaan teks bagi penyandang tunarungu tunarungu. Subyek dari penelitian ini adalah 5 orang siswa tunarungu kategori berat dari SMPLB YRTRW Surakarta. Untuk dapat menarik kesimpulan terkait dengan tingkat pemahaman siswa tunarungu dan pola penguasaan pemahaman terhadap teks tulis perlu dilakukan perbandingan hasil pemahaman siswa tunarungu dengan siswa berpendengaran normal, penelitian ini juga melibatkan 20 siswa berpendengaran normal kelas 4 SD sebagai kelompok pembanding. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah tes (tes pemahaman, tes TROG, tes IQ) dan wawancara yang dilakukan pada informan kunci, yakni siswa tunarungu, orang tua, dan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman terhadap teks tulis anak tunarungu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni siswa tunarungu dengan kemampuan membaca yang baik (kelompok I), cukup (kelompok II), dan kurang (kelompok III). Dalam kelompok I, S1 memperoleh skor tertinggi dengan skor 169 (72,22%) dan S2 memperoleh skor sedikit di bawah S1 dengan skor 144 (61,54%). Dalam kelompok II, S3 memperoleh skor 103 (44,02%); dan dalam kelompok III, S4 memperoleh skor 78 (29,06%) dan S5 memperoleh skor terendah, yakni total skor 65 (27,78%). Kemampuan tersebut secara umum masih berada di bawah kemampuan siswa berpendengaran normal kelas 4 SD. Dari pola penguasaan pemahaman siswa tunarungu tersebut diketahui bahwa pola tersebut mirip dengan pola yang dijumpai dalam siswa berpendengaran normal dalam kelompok pembanding, sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan kemampuan berbahasa penyandang tunarungu mengikuti perkembangan yang terjadi pada orang berpendengaran normal, hanya saja tahapannya tertinggal beberapa tahun di belakangnya. Kemampuan pemahaman penyandang tunarungu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni (1) yang berasal dari diri penyandang tunarungu sendiri: IQ verbal, usia masuk sekolah dan jenis sekolah, cara komunikasi, kebiasaan membaca, dan trauma medis; dan (2) faktor dari luar orangtua: tingkat pendidikan orangtua, status sosial-ekonomi, penerimaan orangtua, dan keterlibatan orangtua dalam pendidikan. Di antara keseluruhan faktor, tampak bahwa orang tua memegang peran yang sangat penting dalam perkembangan kemampuan berbahasa anak tunarungu. Intervensi kebahasaan yang dilakukan orang tua sejak dini dapat membantu pencapaian penguasaan bahasa yang baik bagi anak tunarungu. Oleh karena itu, perlu peningkatan akses informasi dan pengetahuan bagi orang tua agar dapat memberikan pengasuhan yang tepat bagi anak tunarungu baik dari pemerintah maupun dari pihak-pihak yang peduli pada keberadaan anak tunarungu. Sedangkan intervensi dengan membangun model teks yang disederhanakan terbukti mampu meningkatkan pemahaman pada tingkat berpikir rendah tapi tidak dapat membantu kemampuan berpikir kritis anak tunarungu. Kemampuan berpikir kritis (kemampuan berpikir tingkat tinggi) lebih dipengaruhi oleh pengetahuan awal anak tunarungu. Dan, sekali lagi peran orang tua sangat menentukan dalam membangun kemampuan berpikir kritis anak tunarungu.
Deafness is a condition that occurs in a person who has a hearing loss. Most deaf children are born in hearing families who do not have proper knowledge to treat hearing-impaired children. This causes deaf children are late for language intervention. Such conditions may affect their language development. Many studies have found that deaf children have low literacy skills. Several researches underlined the importance of sign language for the development of language skills of deaf children. But there is still limited research conducted for studying the language ability of deaf children who are exposed to spoken language. Therefore, this research is conducted to find out deaf children comprehension on written language. Specifically, the objective of this research are: 1) to describe and explain deaf children's comprehension on narrative text that is represented in the plot; sentence structures; and word choices; 2) to describe factors causing deaf children written text; and 3) to describe text simplification model that can help deaf children's comprehension on narrative text. This research is a case study conducted at SMPLB YRTRW Surakarta. While the method used in this research are qualitative and quantitative method. A simple quantitative method is used to analyze the data obtained from the test, ie by using simple descriptive statistics. Statistical data in the form of comprehension test score data that is calculated by considering the weight of questions based on category of Barrett taxonomy. The score is classified into categories based on stand five standard. While the qualitative data are used to analyze deaf students' comprehension structure, the factors that affect the deaf students comprehension on written language and the text simplification model for the deaf. The subjects of this research were 5 deaf children from SMPLB YRTRW Surakarta. This research was also involving 20 hearing children in order to be able to draw conclusions related to the level of comprehension of deaf children and their pattern of comprehension on written text. The techniques of collecting the data used in this research are tests (comprehension test, TROG test, IQ test) and interviews conducted to key informants, i.e deaf children, parents, and teachers. The results showed that deaf children comprehension on narrative text can be classified into three groups; they are deaf children with good (group I), enough (group II), and poor (group III) reading ability. In group I, there are S1 who got highest score with 169 (72,22%) and S2 who got 144 (61,54%). In group II, S3 got the score of 103 (44,02%); While in group III, there are S4 with the score of 78 (29,06%) and S5 who got the lowest score with 65 (27,78%). These abilities are still below the ability of hearing children. However, the deaf children showed similar the pattern of comprehension on written text as hearing children comprehension pattern. Deaf children have good comprehension on literal comprehension. It can be concluded that the development of language skills of deaf children follows the development of language of hearing children, but their development was left a few years behind. This condition was influenced by several factors. The factors may come from the deaf children themselves and from the parents. Among the overall factors, parents play a very important role in the development of the language skills of deaf children. The early linguistic interventions conducted by parents can help attain good language mastery on deaf children. Therefore, it is necessary to improve parents access to information and knowledge in order to provide appropriate treatment for deaf children. While the intervention by providing simplified text model proved able to increase understanding at low level of thinking but cannot help the critical thinking ability of children with hearing impairment. The ability to think critically (higher-order thinking) is more influenced by the early knowledge of deaf children. And, once again the role of parents is crucial in building the ability to think critically deaf children.
Kata Kunci : ketunarunguan, pemahaman, teks tulis, taxonomi Barrett, teks simplifikasi