POLITIK HUKUM PRESIDEN DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI PEMERINTAHAN

OCE MADRIL, Prof. Dr. Edward OS. Hiariej, S.H., M.Hum.; Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M.

2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUM

Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan adalah aktor utama penentu kebijakan hukum antikorupsi di pemerintahan. Melalui kekuasaan yang dimilikinya, Presiden berwenang untuk mengatur tata kelola pemerintahan, menentukan arah kebijakan hukum untuk memberantas korupsi dan menjamin terlaksananya agenda pemberantasan korupsi di pemerintahan. Efektifitas upaya membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi, ditentukan oleh kebijakan hukum apa yang diambil oleh Presiden. Oleh karena itu, adalah penting untuk meneliti kebijakan hukum antikorupsi Presiden. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai politik hukum Presiden dalam pemberantasan korupsi di sektor pemerintahan pada masa sebelum reformasi, era reformasi, dan masalah-masalah apa saja yang ditemukan, serta bagaimana agenda politik hukum Presiden kedepan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di pemerintahan. Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan dan menganalisis politik hukum Presiden dalam pemberantasan korupsi di pemerintahan, meneliti masalah-masalah dalam kebijakan hukum tersebut dan merumuskan agenda politik hukum Presiden kedepan untuk memperkuat pemberantasan korupsi di pemerintahan. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menemukan bahwa politik hukum antikorupsi Presiden sangat dipengaruhi oleh praktik kekuasaan Presiden dalam pemerintahan. Karakter kebijakan hukum antikorupsi Presiden di era orde lama dan orde baru memiliki kemiripan. Kebijakan Presiden dipengaruhi oleh karakter kekuasaan Presiden yang otoriter. Kebijakan antikorupsi belum tertata dengan baik karena buruknya kualitas peraturan perundang-undangan antikorupsi. Lembaga-lembaga antikorupsi yang dibentuk tidak mendapatkan dukungan politik Presiden dan dibentuk dengan dasar hukum yang lemah serta kewenangan yang terbatas. Militer memiliki peran yang besar dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan antikorupsi. Paska reformasi, kebijakan hukum antikorupsi Presiden dikerangkai oleh semangat demokratisasi. Kebijakan antikorupsi mengarah pada upaya pembenahan tata kelola pemerintahan. Lembaga-lembaga antikorupsi di era reformasi menggambarkan 4 pola. Satu, lembaga yang dibentuk oleh dasar hukum yang kuat, memiliki peran dan kewenangan yang lebih kuat. Dua, lembaga yang dibentuk dengan dasar hukum yang kuat, tetapi peran dan kewenangannya lemah. Tiga, lembaga dengan dasar hukum lemah, tetapi peran dan kewenangannya kuat. Terakhir, lembaga dengan dasar hukum lemah dan wewenang yang lemah pula. Untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di pemerintahan, maka kedepan Presiden harus melakukan beberapa agenda politik hukum berikut, yaitu penguatan komitmen politik Presiden, penguatan regulasi dan penguatan kelembagaan antikorupsi.

The President as the holder of government power is the main actor in determining anti-corruption policy in the government. Through its power, the President has the authority to regulate governance, determine the direction of the legal policy to eradicate corruption and ensure the implementation of the anticorruption agenda in the government. The effectiveness of efforts to build a government that is free from corruption is determined by what legal policies are taken by the President. Therefore, it is important to examine the President's anticorruption policy. The problem examined in this study is about the President's legal politics in eradicating corruption in the government sector in the period before the reformation, the reform era, what problems are found, and how the President's legal politics agenda in the future to strengthen efforts to eradicate corruption in government. The research objective is to explain and analyze the President's legal politics in eradicating corruption in government, examining the problems in the policy and formulating the President's future legal political agenda to strengthen the eradication of corruption in government. This research is a normative legal research with several approaches, namely the statutory approach, historical approach, and conceptual approach. This study found that the legal politics of anti-corruption of the President is strongly influenced by the practice of President's power in government. The character of the President's anti-corruption law in the Old Order and the New Order era has similarities. The President's policy is influenced by the authoritarian character of the President's power. Anti-corruption law have not been well organized because of the poor quality of anti-corruption legislation. The anticorruption institutions did not get adequate President's political support and were formed with a weak legal basis and limited authority. The military has a large role in the formulation and implementation of anti-corruption policies. After the reformation, the President's anti-corruption law was framed by a spirit of democratization. Anti-corruption policies lead to efforts to improve governance. Anti-corruption institutions in the reform era describe 4 patterns. Firstly, an institution with a strong legal basis, has a strong role and authority. Secondly, institutions with a strong legal basis, but their roles and authority are weak. Thirdly, institutions with a weak legal basis, but their roles and authority are strong. Finally, institutions with a weak legal basis and weak authority. To strengthen efforts to eradicate corruption in the government, in the future the President must carry out some of the following legal politics agendas, namely strengthening the President's political commitment, strengthening regulations and strengthening anti-corruption institutions.

Kata Kunci : Politik Hukum, Kekuasaan Presiden, Pemberantasan Korupsi